Tuesday 30 October 2012

Moonraker

Resensi Film: Moonraker (7.2/10)

Tahun Keluar: 1979
Negara Asal: UK
Sutradara: Lewis Gilbert
Cast: Roger Moore, Lois Chiles, Michael Lonsdale, Richard Kiel

Plot: James Bond menelusuri jejak hilangnya pesawat ulang-alik Moonraker dari California ke Venice, ke Rio de Janeiro, dan akhirnya ke hutan Amazon, dan menemukan rencana Hugo Drax untuk meracuni populasi dunia, kemudian menciptakan populasi baru dengan super ras pilihannya (IMDb).

Di akhir credit The Spy Who Loved Me (1977) tertulis pesan bahwa film Bond berikutnya adalah For Your Eyes Only. Tetapi ketika proyek ini digarap penonton sedang diselimuti oleh demam Star Wars (1977) -- yang saat itu, at any moment, akan mengeluarkan film sequel atau lanjutannya. Untuk menangkap momentum tersebut, diputuskan dengan cepat bahwa film Bond berikutnya adalah Moonraker!

Biasanya malu-2 mengeluarkan biaya produksi, produser Albert R. Broccoli kali ini berani mengeluarkan anggaran yang luar biasa besar untuk ukuran saat itu: Star Wars $11 juta, Alien (1979) $11 juta, Moonraker $34 juta (!) Dari segi teknis produksi, Moonraker sama sekali tidak mengecewakan. Ken Adam lagi-2 menciptakan production design yang impressive untuk markas luar angkasa Drax. Moonraker dikenang dengan scene-2 bebas gravitasi yang mengesankan. Atas prestasi ini, tim Special/Visual Effects menerima nominasi Oscar untuk Best Effects, Visual Effects -- tetapi kalah dengan terhormat dari Alien yang memang pantas memenangkan kategori ini. Moonraker juga dikenang sebagai film pertama yang menampilkan pesawat ulang-alik (cara membawanya, cara meluncurkannya, dan cara dia kembali ke atmosfir bumi), padahal saat itu NASA belum pernah meluncurkan pesawat ulang-alik (NASA untuk pertama kalinya meluncurkan pesawat ulang-alik, yaitu Columbia, pada tahun 1981). Well, dari sisi ini Moonraker patut diacungi jempol: ahead of its time, berani mengambil resiko!

Sayangnya, setelah sukses tidak mengulangi dosis humor yang berlebihan dalam The Spy Who Loved Me, script-nya tergelincir lagi ke dalam "jurang" komedi -- walaupun tidak sedalam The Man with the Golden Gun (1974). Temanya sudah betul, bersifat universal. Kejahatannya juga sudah betul, menjangkau global. Dan penampilan aktor Perancis, Michael Lonsdale, yang kalem/tanpa emosi juga sudah pas dengan karakternya, Hugo Drax, yang industrialist dan psychopath. Tetapi kemunculan kembali Jaws (Richard Kiel) sebagai henchman Drax dengan pretext henchman sebelumnya tewas adalah coincidence yang berlebihan! I know, I know ... Jaws adalah karakter yang unik, bahkan super unik, tetapi justru di sinilah keunikannya semestinya dijaga -- dengan muncul lagi, keunikannya dalam film ini dengan cepat menjadi worn off, hilang. Apalagi dengan karakternya kemudian ditaklukkan oleh cinta dari Dolly (aktres berperawakan kecil dari Perancis, Blanche Ravalec) -- which is so funny looking at them: big and tall Jaws and small and short Dolly :-) Dalam sebuah wawancara, sutradara Lewis Gilbert mengatakan bahwa ketika film ini digarap dia menerima banyak surat dari fan anak-2 yang mengeluh: "Why can't Jaws be a goodie not a baddie? " Ternyata keluhan tersebut ditanggapi secara serius. Well, dari sisi ini film Bond membuktikan diri sebagai film keluarga yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga: mulai dari ayah, ibu, sampai anak-2.

* 7.2/10

Moonraker dapat anda temukan di eBay.com 

Wednesday 24 October 2012

The Spy Who Loved Me

Resensi Film: The Spy Who Loved Me (7.7/10)

Tahun Keluar: 1977
Negara Asal: UK
Sutradara: Lewis Gilbert
Cast: Roger Moore, Barbara Bach, Curd Jürgens, Richard Kiel

Plot: Berhadapan dengan musuh yang sama, agen MI6 James Bond bergabung dengan agen KGB Anya Amasova menelusuri jejak Karl Stromberg yang mempunyai rencana untuk memicu Perang Dunia ke 3 dan menghancurkan dunia, kemudian menciptakan dunia baru di bawah laut (IMDb).

Setelah dua film pertamanya yang "bencana" :-), Roger Moore akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bersinar dalam film ketiganya. Diarahkan oleh sutradara yang sama yang menggarap You Only Live Twice (1967), Lewis Gilbert, dan meminjam plot dasar dari film tersebut, The Spy Who Loved Me berhasil mengembalikan kepercayaan dan kecintaan penonton terhadap series ini. Selain itu, film ini menandai era baru dari sisi produksinya, yaitu Albert R. Broccoli bertindak sebagai produser tunggal dan dia mulai memasukkan calon penggantinya, Michael G. Wilson, sebagai asisten produser.

Bersetting di Mesir, Itali, dan kepulauan Bahama (untuk markas Stromberg), film ini me-reprise elemen-2 penting yang membuat film Bond adalah unik film Bond, antara lain:

1) Big theme, big villain.
Kembali ke tradisi Blofeld dan SPECTRE-nya, temanya bersifat universal dan kejahatannya menjangkau global. Bersama dengan Joseph Wiseman dalam Dr. No (1962), Gert Fröbe dalam Goldfinger (1964), dan Donald Pleasence dalam You Only Live Twice, Curd Jürgens adalah salah satu dari musuh-2 Bond yang paling well-cast. Penampilan Jürgens yang dingin dan calculated sangat pas dengan karakternya, Stromberg, yang scientist dan anarchist. Stromberg means business, serius! -- script-nya dengan bijaksana tidak membumbui humor yang tidak pada tempatnya di bagian ini. Very good.

2) Chemistry antara Bond dan Bond girl.
Walaupun Barbara Bach memainkan perannya sebagai agen KGB Major Amasova, yang mempunyai code-name Triple X :-), seperti aktres yang baru saja selesai membaca buku "Acting for Dummies" :-))) -- di sepanjang film ekspresinya bagaikan ekspresi wanita yang 'kesengsem' terhadap James Bond -- chemistry antara dia dan Moore nampak natural. Memperkuat chemistry ini, script-nya berhasil menciptakan rivalry/persaingan yang attractive dan engaging di antara mereka; semacam sexual tension dalam love-hate relationship.

3) Henchman (orang suruhan) yang unik.
Sama seperti Harold Sakata sebagai Oddjob dalam Goldfinger, Richard Kiel sebagai Jaws, dengan penampilannya yang monstrous: raksasa dan bergigi baja, berhasil bertahan di urutan atas Top Bond Henchmen.

4) Lokasi yang eksotik.
Film ini menampilkan tempat-2 bersejarah di Mesir secara ekstensif, termasuk cagar budaya Karnak di Luxor, mesjid Ibnu Tulun dan museum Gayer-Anderson di Cairo, cagar budaya Sphinx dan Pyramid di Giza, dan cagar budaya Abu Simbel di Nubia. Sangat mengesankan!

5) Production design yang impressive.
Desain dari supertanker yang massive dan markas Stromberg, Atlantis, yang terletak di tengah/bawah laut betul-2 impressive! Atas kreatifitasnya ini, Ken Adam (production designer) menerima nominasi Oscar untuk Best Art Direction & Set Decoration.

6) Lagu tema yang bagus.
Setelah "Live and Let Die" dari Paul dan Linda McCartney, "Nobody Does It Better" yang diciptakan oleh Marvin Hamlisch dan Carole Bayer Sager berhasil menerima nominasi Oscar untuk Best Original Song. Lagu yang dinyanyikan oleh Carly Simon ini sampai saat ini bertahan di urutan nomor 6 Top Bond Songs. Selain itu, Hamlisch juga menerima nominasi Oscar untuk Best Original Score.

Selain yang disebutkan di atas, The Spy Who Loved Me menampilkan scene-2 yang fun dan memorable, antara lain:

1) Pre-title sequence, yaitu ketika Bond dikejar sekelompok agen Rusia melalui padang salju yang putih sejauh kamera memandang, kemudian lolos dengan meloncat dari tebing dan akhirnya selamat setelah membuka parasutnya -- yang setelah terbuka ternyata berpola bendera Inggris :-) Sequence ini konon memberi inspirasi kepada Marvin Hamlisch ketika dia harus menciptakan lagu temanya ...

2) Bond dan Amasova dikejar orang-2 suruhan Stromberg, kemudian lolos dengan menceburkan mobil mereka Lotus Esprits ke dalam laut, dan akhirnya selamat setelah mobil tersebut berubah menjadi kapal selam mini :-) ... dan lengkap dengan segala peralatan tempurnya :-)

Penulis ingin memberi 7.8 untuk film ini, kalau bukan gara-2 "Acting for Dummies"-nya Barbara Bach :-)

* 7.7/10

The Spy Who Loved Me dapat anda temukan di eBay.com 

Sunday 21 October 2012

The Man with the Golden Gun

Resensi Film: The Man with the Golden Gun (7.0/10)

Tahun Keluar: 1974
Negara Asal: UK
Sutradara: Guy Hamilton
Cast: Roger Moore, Christopher Lee, Britt Ekland, Maud Adams

Plot: James Bond menelusuri jejak Francisco Scaramanga, seorang pembunuh bayaran, dari Beirut ke Macau, ke Hong Kong, dan akhirnya ke Bangkok, dan menemukan rencana Scaramanga untuk membajak Solex Agitator *) dan menggunakannya untuk tujuan destruktif (IMDb).

*) Solex Agitator = komponen elektronik yang dapat secara efektif menyimpan energi matahari

Ada yang positif dan ada yang negatif dari film keempat dan terakhir yang diarahkan oleh Guy Hamilton ini. Beberapa yang positif antara lain: Dibuat pada tahun 1973 ketika dunia sedang mengalami krisis bahan bakar, film ini mengakomodasi permasalahan pada jamannya -- mengapa tidak memanfaatkan energi matahari sebagai bahan bakar alternatif? Yes, indeed, pertanyaan yang sama masih terus diajukan bahkan sampai sekarang. Kalau film Bond sebelumnya, Live and Let Die (1973), meminjam genre blaxploitation **) yang saat itu sedang populer, film ini meminjam genre martial arts (seni bela diri Asia) yang saat itu sedang ngetop dengan film-2 Bruce Lee seperti Fist of Fury (1972) dan Enter the Dragon (1973). Bersetting mayoritas di Asia (Macau, Hong Kong, dan Bangkok), film ini menampilkan seni bela diri Asia secara ekstensif, termasuk kungfu, karate, dan Thai boxing.

**) baca review dari Live and Let Die

Yang negatif, unfortunately, jumlahnya lebih banyak dari yang positif :-( Singkat kata, humornya terlalu banyak! Film-2 Bond memang mengandung humor, tetapi kalau dosisnya terlalu banyak, ini membuat filmnya menjadi hambar. Antara lain: Scene-2 martial arts yang serius berakhir dengan parodi yang konyol ketika Letnan Hip (Soon-Tek Oh), perwakilan MI6 di Hong Kong dan Bangkok, dan dua keponakan perempuannya (!) membantu Bond mengalahkan seluruh dojo, tetapi kemudian melarikan diri dengan mobil meninggalkan Bond mengejar mobil mereka ... ??? :-) Dan gara-2 ini Bond kemudian mencuri sebuah speedboat dan terjadilah kejar-2an speedboat di sungai-2 di Bangkok -- mengulangi scene kejar-2an speedboat di Louisiana dalam Live and Let Die. Dan siapa hayo yang terlibat dalam kejar-2an speedboat tersebut (selain musuh Bond yang sedang ngejar Bond)? Jawabannya, Sheriff J.W. Pepper (Clifton James), sheriff Louisiana dalam Live and Let Die yang pas sedang liburan di Thailand dengan istrinya ... what??? :-) I know, I know ... Sheriff J.W. Pepper memang karakter yang lucu, bahkan super lucu, tetapi mempertemukan kembali dirinya dengan Bond di Thailand dengan pretext dia sedang liburan di Thailand adalah betul-2 keterlaluan! :-) Bagian ini betul-2 menggelincirkan film ini ke dalam "jurang" komedi. AND to make the bad situation even worse (!), membuat situasi buruk ini menjadi semakin buruk, Mary Goodnight (Britt Ekland), yang berperan sebagai asisten Bond dalam misi ini, betul-2 parodi yang konyol dari seorang Bond girl. Sejak awal kaum feminis sering menuduh Bond girl dengan kualitas konyol seperti ini, tetapi penulis selalu memberi "benefit of the doubt" (a favorable judgment granted in the absence of full evidence) terhadapnya. Tetapi dalam kasus ini, khusus untuk karakter Goodnight (poor Ekland, kok mau-2nya menerima peran seperti ini?!), penulis mau tidak mau setuju dengan tuduhan tersebut. Sama sekali tidak menampilkan kualitas sebagai agen rahasia, karakter Goodnight adalah the lowest point (and the worst), titik terendah (dan terburuk), dari Bond girl!

Tidak dapat menutupi kekurangan-2 di atas, penampilan Christopher Lee -- sebelum dia terkenal sebagai Saruman dalam trilogi The Lord of the Rings untuk generasi muda saat ini -- sebagai Scaramanga cukup mengancam tetapi semestinya dapat lebih dipertajam lagi. Penampilan Hervé Villechaize sebagai Nick Nack :-), henchman kerdilnya Scaramanga, cukup memorable. Sedang penampilan Maud Adams sebagai Andrea Anders, kekasih Scaramanga, sekaligus Bond girl, terasa underused -- tahun 1983 Adams memperoleh kesempatan lagi tampil sebagai Bond girl dengan peran lebih penting dalam Octopussy. Selain kekurangan-2 tersebut, secara keseluruhan filmnya terasa kurang imajinatif.

Untuk penggemar Bond, The Man with the Golden Gun adalah film Bond terakhir yang dihasilkan bersama oleh produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli -- Saltzman kemudian menjual 50% bagiannya ke studio United Artists.

* 7.0/10

The Man with the Golden Gun dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday 17 October 2012

Live and Let Die

Resensi Film: Live and Let Die (7.2/10)

Tahun Keluar: 1973
Negara Asal: UK
Sutradara: Guy Hamilton
Cast: Roger Moore, Yaphet Kotto, Jane Seymour

Plot: James Bond dikirim ke New York untuk mengusut lenyapnya tiga agen Inggris yang sedang mengawasi kegiatan Dr. Kananga, seorang diktator negara kecil di kepulauan Caribbean, San Monique, dan menemukan rencana Kananga untuk membanjiri AS dengan heroin gratis untuk menciptakan kecanduan/ketergantungan dan menyingkirkan kompetitor (IMDb).

Berlawanan dari keyakinan sebagai film critic, film-2 James Bond walaupun tetap mempertahankan elemen-2 dasarnya, misalnya Bond theme, Bond's character, Bond girls, dan yang lainnya, selalu beradaptasi mengikuti perubahan jaman. Kalau tidak, bagaimana mungkin series ini bisa bertahan selama 50 tahun?

Dalam film Bond pertama untuk Roger Moore ini, produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli menyadari bahwa era baru dalam perfilman telah tiba, yaitu era blaxploitation -- film-2 dengan pemeran orang-2 kulit hitam dan tentang masyarakat kulit hitam. Plotnya menampilkan banyak archetype and stereotype tentang orang-2 kulit hitam (untuk ukuran sekarang terasa "politically-incorrect"!), misalnya mafia kulit hitam, potongan rambut afro, ucapan-2 yang rasialis, dan sedan-2 Cadillac yang diganti aksesorinya sehingga nampak norak yang banyak diasosiasikan dengan mafia kulit hitam. Tanpa malu-2 membawa plotnya masuk lebih dalam ke era blaxploitation, Live and Let Die adalah film Bond pertama yang menampilkan African American sebagai Bond girl (!) -- Gloria Hendry berperan sebagai agen CIA, Rosie Carver, dan karakternya tentu saja romantically involved with 007 :-) Anehnya, ada satu karakter yang semestinya diperankan oleh aktres kulit hitam, tetapi sengaja diperankan oleh aktres kulit putih, yaitu Jane Seymour yang berperan sebagai the virgin psychic, Solitaire, tukang ramalnya Kananga. Walaupun tidak termasuk dalam Top Bond Girls, Seymour meninggalkan kenangan sebagai salah satu dari Bond girls paling cantik. Tidak terbebani oleh peninggalan/legacy dari Sean Connery, Moore tampil percaya diri dan siap me-redefine karakter Bond sesuai dengan interpretasinya, yaitu rileks, penuh sense of humour, dan tentu saja permainan alisnya (!) yang menjadi "trademark" dari Moore :-) Roger Ebert, film critic dari Chicago Sun-Times, dengan sangat tepat menggambarkan penampilan Moore ini sebagai: "the urbanity, the quizzically raised eyebrow, the calm under fire and in bed." :-)

Bersetting di Harlem - New York, New Orleans, dan kepulauan Caribbean, Live and Let Die menampilkan sub-budaya African American secara ekstensif. Selain itu, film ini juga menampilkan sequence-2 action yang menarik, yaitu: kejar-2an antara bis susun yang dikendarai Bond dan mobil-2 yang dikendari orang-2 suruhan Kananga, Bond dimasukkan ke dalam kandang buaya, dan kejar-2an speedboat di sungai-2 di Louisiana. Last, but not least, lagu tema dengan judul yang sama, diciptakan oleh Paul dan Linda McCartney dan dinyanyikan oleh Paul McCartney dan grup musiknya, Wings, sampai saat ini bertahan di urutan nomor 3 Top Bond Songs -- setelah "Goldfinger" dan "Diamonds Are Forever" yang dinyanyikan oleh Shirley Bassey.

Menghibur sebagai tontonan, ada pertanyaan fundamental yang muncul dari ceritanya:
  • James Bond, agen MI6, ngurusi mafia narkotika?
  • Tidakkah Bond semestinya ngurusi kejahatan atau ancaman yang bersifat lebih besar atau lebih global?

* 7.2/10

Live and Let Die dapat anda temukan di eBay.com

Thursday 11 October 2012

Diamonds Are Forever

Resensi Film: Diamonds Are Forever (7.0/10)

Tahun Keluar: 1971
Negara Asal: UK
Sutradara: Guy Hamilton
Cast: Sean Connery, Jill St. John, Charles Gray

Plot: James Bond mengikuti jejak penyelundupan besar-2an berlian dari Amsterdam ke Las Vegas dan menemukan Blofeld, pemimpin organisasi kriminal SPECTRE, berada di balik operasi ini -- yaitu, menggunakan berlian tersebut untuk mengkonstruksi senjata laser luar angkasa untuk menghancurkan dunia (IMDb).

Menemukan George Lazenby tidak bersedia lagi memainkan peran James Bond setelah menyelesaikan On Her Majesty's Secret Service (1969), studio United Artists memanggil kembali Sean Connery -- dengan gaji berapapun! So be it. Connery akhirnya bersedia kembali dengan gaji £1.25 juta atau sekitar £20 juta untuk ukuran sekarang. Ingin mengulangi kesuksesan Goldfinger (1964), produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli memanggil kembali sutradara film tersebut, Guy Hamilton. Namun demikian, despite maksud baik studio, kehadiran Connery, dan arahan Hamilton, Diamonds Are Forever gagal mencapai misinya (!) -- malah menunjukkan bahwa Connery sudah waktunya untuk diganti dan Blofeld sudah waktunya untuk "dimatikan" :-) Dalam film ini Connery nampak tidak fit fisiknya dan menurun ke-suave-annya. Plot yang melibatkan Blofeld tidak lagi "entertainingly preposterous" -- seperti dalam pendahulunya, Goldfinger, tetapi "tediously preposterous" : kepanjangan, terlalu lambat, dan terlalu datar. Pre-title sequence yang menampilkan Bond dengan gampang mengalahkan Blofeld (walaupun kemudian menuju akhir film terungkap bahwa Blofeld yang asli masih hidup), membuat penonton bertanya-2: "Kalau awalnya seperti ini, tengahnya seperti apa?" Dan ya memang betul, tengahnya membosankan -- plotnya terlalu lama membiarkan Bond lari kesana kemari tanpa mengetahui siapa lawannya, dan ketika hal itu terungkap suspense-nya sudah kehilangan momentumnya, dan "puncak" yang kita tunggu-2 ternyata begitu-2 saja, alias mediocre :-) Settingnya, Las Vegas, sama sekali tidak membantu kekurangan yang ada dalam plotnya. Kota ini terbukti bukan tempat yang eksotik untuk film Bond: padang gurun, suasananya kecoklat-2an/brownish, dengan gedung-2 casino yang eksterior dan interiornya norak, alias gaudy (showy in a tasteless or vulgar way) :-) Ugly settings ...

Beruntungnya, ada dua elemen yang berhasil menyelamatkan film ini dari obscurity (tempat pembuangan), yaitu:

1) Jill St. John, sebagai Bond girl, Tiffany Case.
Selain sebagai Bond girl pertama yang berasal dari AS, St. John mewakili "wajah baru" Bond girl yang mulai memainkan peran yang lebih penting. Dibandingkan dengan para pendahulunya, karakter yang dimainkan St. John mulai in charge atau calling the shots dalam plot ceritanya. Perubahan ini adalah cermin dari perubahan jaman, dhi. perubahan peran wanita dalam masyarakat. Untuk perannya ini St. John bertahan di urutan nomor 3 Top Bond Girls -- setelah Ursula Andress dalam Dr. No (1962) dan Honor Blackman dalam Goldfinger.

2) Lagu tema dengan judul yang sama, diciptakan oleh John Barry dan dinyanyikan oleh Shirley Bassey, sampai saat ini bertahan di urutan nomor 2 Top Bond Songs -- setelah "Goldfinger" yang dinyanyikan oleh penyanyi yang sama dalam Goldfinger.

Agak mengecewakan sebagai film perpisahan Connery, jika anda penggemar Bond, anda tidak akan keberatan menonton film terakhir Connery ini. Plot dasar film ini -- menggunakan berlian untuk mengkonstruksi senjata laser luar angkasa, di-reprise kembali dalam Die Another Day (2002).

* 7.0/10

Diamonds Are Forever dapat anda temukan di eBay.com

Sunday 7 October 2012

On Her Majesty's Secret Service

Resensi Film: On Her Majesty's Secret Service (7.7/10)

Tahun Keluar: 1969
Negara Asal: UK
Sutradara: Peter Hunt
Cast: George Lazenby, Diana Rigg, Telly Savalas, Gabriele Ferzetti, Ilse Steppat

Plot: James Bond dikirim ke Swiss untuk mengelabui Blofeld, pemimpin organisasi kriminal SPECTRE, untuk keluar dari sarangnya, tetapi menemukan rencananya yang lebih besar untuk menghancurkan supply bahan makanan di dunia dengan biological warfare (IMDb).

Setelah saling mendiamkan dalam set You Only Live Twice (1967), ketidakserasian hubungan kerja antara Sean Connery dan produser Albert R. Broccoli akhirnya mencapai puncaknya dengan Connery mengundurkan diri setelah shooting film tersebut selesai. Sebagai gantinya, George Lazenby, seorang fotomodel/bintang iklan dari Australia, terpilih memainkan peran James Bond setelah dia berhasil memikat Broccoli dengan penampilan fisiknya yang gagah dan gaya berkelahinya yang agresif. Lazenby bukan satu-2nya cast James Bond yang asal-usulnya dari dunia modelling -- ada banyak yang lainnya, misalnya: Daniela Bianchi, Bond girl dalam From Russia with Love (1963), adalah runner-up Miss Universe tahun 1960; Claudine Auger, Bond girl dalam Thunderball (1965), adalah runner-up Miss World tahun 1958; Maud Adams, dua kali tampil sebagai Bond girl dalam The Man with the Golden Gun (1974) dan Octopussy (1983), adalah seorang fotomodel, dan tradisi ini terus berlanjut sampai sekarang, misalnya: Olga Kurylenko, Bond girl dalam Quantum of Solace (2008), adalah seorang fotomodel. Tetapi untuk peran utama sebagai James Bond ... seorang fotomodel ??! -- kalau dipikir-2 memang nggak salah ya kalau Connery 'ngambek' terhadap Broccoli yang kebangetan pelitnya :-) Gara-2 pro/kontra terhadap Lazenby dan penampilannya yang hanya sekali saja -- bukan gara-2 dipecat oleh Broccoli, tetapi gara-2 dia mengundurkan diri karena tidak ingin ter-typecast ... oh, pleaseee :-), On Her Majesty's Secret Service menjadi film Bond yang paling tidak dikenal, bahkan oleh penggemar film-2 Bond sendiri, dan paling sedikit mengeluarkan memorabilia. Beruntungnya, dengan berjalannya waktu, plus kehadiran teknologi digital remaster yang "membangkitkan" kembali film-2 lama, OHMSS sedikit demi sedikit menerima apresiasi yang favourable/lebih baik. Why not?!

Bersetting mayoritas di Swiss (dan minoritas di Portugal), OHMSS menampilkan scene-2 pegunungan Alpen yang spektakuler, sequence-2 action yang memukau, kisah asmara yang tragis, dan plot yang serius dan orisinil -- Bond menyamar sebagai profesor genealogy, Blofeld menyusun rencana untuk menghancurkan supply bahan makanan dengan biological warfare ... wow, what an original idea! :-) Setelah memikat Broccoli dalam 5 film Bond yang pertama dengan gaya suntingannya yang cepat dan tajam, editor Peter Hunt memperoleh kesempatan untuk mengarahkan film ini (editor film ini, John Glen, di kemudian hari juga memperoleh kesempatan mengarahkan film-2 Bond). Setelah dikritik karena terlalu banyak menggunakan gadget, Broccoli dan Hunt sepakat menitikberatkan film ini pada plot cerita.

Despite ketidakpopulerannya, OHMSS meninggalkan karakter-2 yang fun dan memorable, antara lain:

1) Diana Rigg, sebagai Bond girl, Tracy.
Mengikuti jejak Honor Blackman (Pussy Galore dalam Goldfinger), Rigg terpilih sebagai Bond girl setelah Broccoli menyaksikan penampilannya dalam serial TV The Avengers.

2) Telly Savalas, sebagai musuh Bond, Blofeld.
Tidak perlu digundul sudah gundul sendiri, Savalas terpilih sebagai musuh Bond setelah Broccoli menyaksikan penampilannya dalam film perang The Dirty Dozen (1967).

3) Ilse Steppat, sebagai henchwoman, Irma Bunt.
Menyamai "pesona" Lotte Lenya (Rosa Klebb dalam From Russia with Love), Steppat adalah salah satu dari henchwomen yang paling well-cast.

4) Tim "malaikat maut", Angels of Death.
Mirip seperti tim Flying Circus-nya Pussy Galore dalam Goldfinger, tim Angels of Death-nya Blofeld ini beranggotakan wanita-2 dari seluruh dunia, yaitu: Norwegia, Irlandia, Inggris, Jerman, Hungaria, Israel, India, China, Australia, Jamaica, dan AS. Salah satu dari wanita-2 tersebut adalah Joanna Lumley, yang beberapa tahun kemudian tampil dalam serial TV The New Avengers.

Selain yang disebutkan di atas, OHMSS juga menampilkan scene-2 yang exhilarating, antara lain:

1) Aerial shot pegunungan Alpen bersalju yang spektakuler.
Markas Blofeld yang disamarkan sebagai institut riset, Piz Gloria, betul-2 impressive, mengesankan. Terletak di salah satu puncak di pegunungan Alpen, in reality tempat tersebut adalah sebuah restoran. Terkenal gara-2 film ini, restoran tersebut melestarikan nama Piz Gloria dan menampilkan museum James Bond yang menyimpan memorabilia film ini. Kalau anda mempunyai kesempatan pergi ke Swiss, mengapa tidak mampir ke kota Bern untuk mengunjungi Piz Gloria dengan menggunakan cable-car di puncak Mürren-Schilthorn.

2) Sequence-2 ski yang memukau.
Melibatkan tim olimpiade dari negara setempat, OHMSS juga menampilkan scene avalanche yang mendebarkan jantung.

3) Last but not least, lagu tema "We Have All the Time in the World".
Walaupun mula-2 terasa un-Bondesque, lagu yang diciptakan oleh John Barry dan dinyanyikan oleh Louis Armstrong ini ternyata sangat pas mengiringi subplot kisah asmara antara Bond dan Tracy yang berakhir dengan tragedi. My, oh my, ... what a beautiful song!

Mengalahkan Thunderball dalam masa putarnya, OHMSS bertahan sebagai film Bond dengan masa putar paling lama (140 menit) sampai pada tahun 2006 ketika Casino Royale keluar.

Jangan peduli apa kata gosip, apalagi gosip dari orang yang belum pernah nonton film ini, jika anda penggemar Bond, the serious, cynical, and tragic OHMSS is a must see movie for you! Pada bulan September 2012 ybl. majalah 007 mengumumkan hasil poll dari para penggemar Bond yang menempatkan OHMSS sebagai Number 1 The Greatest Bond Film (#2 Goldfinger dan #3 From Russia with Love). Well ... :-)

* 7.7/10





On Her Majesty's Secret Service dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday 2 October 2012

You Only Live Twice

Resensi Film: You Only Live Twice (7.7/10)

Tahun Keluar: 1967
Negara Asal: UK
Sutradara: Lewis Gilbert
Cast: Sean Connery, Akiko Wakabayashi, Mie Hama, Tetsurô Tamba, Karin Dor, Donald Pleasence

Plot: Sementara AS dan Rusia saling menuduh bahwa masing-2 telah melakukan sabotase terhadap program antariksanya, James Bond dikirim ke Jepang untuk menyelidiki kegiatan misterius di sebuah dusun nelayan yang kecil dan menemukan organisasi kriminal SPECTRE berada di balik konspirasi yang ingin merekayasa terjadinya Perang Dunia ke 3 ini (IMDb).

You Only Live Twice adalah film Bond pertama yang dibuat dengan mengambil judul dari novel Ian Fleming, tetapi seluruh ceritanya adalah cerita baru. Penulis script, Roald Dahl, mengatakan bahwa novel You Only Live Twice adalah novel Ian Fleming yang paling buruk -- ceritanya tidak ada plotnya! :-) Akibatnya, Dahl mesti menciptakan sendiri plot baru -- akhirnya diputuskan menggabungkan plot dasar dari Dr. No (1962) dan plot dasar dari From Russia with Love (1963). Diarahkan oleh sutradara baru, Lewis Gilbert -- dia selanjutnya mengarahkan dua film Bond yang lainnya, yaitu: The Spy Who Loved Me (1977) dan Moonraker (1979), dan bersetting hampir seluruhnya di Jepang, You Only Live Twice nevertheless meninggalkan kenangan khusus untuk penggemar film-2 Bond, antara lain:

1) Memperbarui formula dasar untuk Bond girl, yaitu dengan menampilkan tiga macam wanita sekaligus: ally/sekutu, henchwoman/villainess/orang suruhan yang kemudian tewas, dan Bond girl yang utama.

2) Menampilkan adat-istiadat/kebudayaan Jepang secara ekstensif, termasuk olahraga sumo, seni beladiri ninja, dan perkawinan tradisional Jepang -- konsekuensinya, beberapa bagian dalam film ini terasa lambat/terlalu panjang. Saat itu sementara studio Hollywood dengan malu-2 dan hati-2 menampilkan percintaan antara dua orang dari ras yang berbeda dalam Guess Who's Coming to Dinner (1967), dan meng-cast Katharine Hepburn dan Spencer Tracy untuk menyampaikan pesan sosial tersebut, studio Pinewood di Inggris dengan berani dan tanpa tedeng aling-2 menampilkan James Bond bercumbu mesra di ranjang dengan Ling (Tsai Chin) - the Chinese girl, Aki (Akiko Wakabayashi) - the Japanese ally, dan Kissy (Mie Hama) - the Japanese agent ... :-)

3) Menampilkan lagu tema yang distinctive/unik, yaitu dengan memasukkan melodi tradisional Jepang yang lembut. Diciptakan oleh John Barry, lagu tema ini konon menuntut jangkauan vocal yang tidak dimiliki oleh Nancy Sinatra. Tetap bersikeras ingin mendapatkan "sweetness" dari vocal-nya, produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli memaksa Sinatra untuk menyanyikannya. Akibatnya, hasil akhir rekamannya mesti menggunakan "cut and paste" dari 25 hasil rekaman sebelumnya. Penonton nevertheless tidak menyadari akrobat teknis ini karena hasil akhirnya mulus dan merdu.

Selain yang disebutkan di atas, You Only Live Twice juga menampilkan scene-2 yang memorable, antara lain:

1) Production design untuk markas SPECTRE yang disamarkan sebagai kawah di bawah gunung berapi betul-2 impressive, mengesankan!

2) Setelah penonton menunggu 4 film, 1 jam, dan 34 menit (!), Donald Pleasence yang berperan sebagai "Number 1" dalam organisasi kriminal SPECTRE akhirnya muncul :-) Pleasence memuaskan perasaan suspense tersebut dengan penampilannya yang aneh dan unik: kepala gundul plontos, wajah coreng bekas luka, kemeja abu-2 à la Nehru, dan memangku kucing Turkish Angora berbulu putih dan bermata biru. Dia dalam film ini disebutkan namanya, yaitu Blofeld ... Ernst Stavro Blofeld. Sejak penampilannya ini, Blofeld sering menjadi sasaran parodi, khususnya dalam film-2 Austin Powers. Sayang sekali penampilan Blofeld dalam film ini terlalu singkat dan dia tidak terlihat sebagai lawan yang tangguh untuk Bond. Well, next time!

You Only Live Twice tercatat dalam sejarah film-2 Bond sebagai film Bond pertama yang pertunjukan perdananya dihadiri oleh Ratu Elizabeth ke 2.

* 7.7/10

You Only Live Twice dapat anda temukan di eBay.com