Tuesday, 16 December 2014

Ida

OSCAR WATCH 2015

IDA (7.8/10)


Negara Asal: Polandia
Sutradara: Pawel Pawlikowski
Script Original: Pawel Pawlikowski, Rebecca Lenkiewicz
Cast: Agata Kulesza, Agata Trzebuchowska, Dawid Ogrodnik
Sinematografi: Lukasz Zal, Ryszard Lenczewski

Momen menjelang kaul kekal sering menjadi plot yang menggerakkan awal cerita, a.l.: Viridiana (1961), film berbahasa Spanyol, pemenang Palme d'Or  di Cannes tahun 1961, atau yang lebih populer, The Sound of Music (1965), pemenang Film Terbaik di Oscars tahun 1966. Tema biara bukanlah tempat untuk melarikan diri atau bersembunyi dari apapun yang menakutkan dalam hidup ini menciptakan medium yang subur bagi karakter utama untuk menerima tantangan dan berkembang -- dan konsekuensinya, menarik bagi penonton untuk menyaksikannya. Karakter utama tersebut harus pergi keluar dari biara, menghadapi apapun yang dia perlu hadapi, sebelum dia membuat keputusan terakhir.

Bersetting pada dasawarsa 1960-an, Anna (Agata Trzebuchowska), seorang calon biarawati -- juga yatim piatu yang besar di biara, diberitahu oleh biarawati kepala bahwa sebelum dia dapat mengambil kaul kekal dia harus mengunjungi bibinya, Wanda (Agata Kulesza), yang merupakan satu-2nya familinya yang masih hidup. Tidak mengetahui dia memiliki seorang bibi, Anna menuruti perintah tersebut dan pergi menemui bibinya. Bibinya ternyata adalah seorang bekas Jaksa Wilayah yang dulunya mempunyai posisi penting di Polandia. Tanpa basa-basi, bibinya yang bermata gelap dan berkulit gading ini memberitahu Anna bahwa Anna bukan Katolik; nama Anna sesungguhnya adalah Ida Lebenstein, seorang Yahudi, dan orangtuanya diduga terbunuh pada masa pendudukan Jerman. Anna memutuskan ingin menemukan kuburan orangtuanya. Anna dan bibinya kemudian melakukan perjalanan menelusuri tempat-2 dimana orangtuanya pernah tinggal dan menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi saat itu. Di tengah perjalanan Anna bertemu dengan seorang pemuda, saxophonist, Lis (Dawid Ogrodnik).


Karya dari sutradara dan penulis asal Polandia, Pawel Pawlikowski, ini adalah potret mini negaranya pada dasawarsa 1960-an: di balik tirai besi, dingin dan kelabu, dan trauma holocaust masih tersimpan hangat dalam memori. Film secara keseluruhan di-shot dengan warna B&W/hitam-putih, kontras lembut, menciptakan nuansa melankoli yang diinginkan. Namun demikian, nuansa melankoli tersebut tidak sampai menguasai seluruh film, karena tiga karakter utama yang ada mempunyai karakterisasi yang multi-dimensional: Anna yang polos dan pendiam tetapi menggerakkan plot cerita, Wanda yang wajahnya berkarakter kuat, tetapi di baliknya ternyata rapuh, dan Lis yang ganteng dan mencerminkan masa depan yang lebih cemerlang; dan dinamika hubungan di antara mereka yang menarik.

Sepanjang film penonton merasa kasihan terhadap Anna -- yatim piatu, orangtuanya korban holocaust, Yahudi tetapi Katolik, tetapi di akhir film penonton akhirnya menyadari bahwa bukan Anna-lah yang perlu dikasihani, karena dia ternyata mempunyai “inner strength” yang lebih kuat daripada yang kita bayangkan. Seakan-2 Pawlikowski ingin mengatakan bahwa tidak peduli seberapa pahit kenangan masa lalu yang menghantui Polandia, Polandia terus bergerak maju menyongsong masa depan.

Film berdurasi hanya 80 menit ini bisa menjadi “kecil-2 cabe rawit” dalam nominasi Film Berbahasa Asing (Bukan Inggris) Terbaik dalam Oscars 2015 y.a.d.; bahkan mungkin mengalahkan film yang sudah memenangkan Palme d'Or  di Cannes tahun ini, yang skala produksinya jauh lebih besar, Winter Sleep. Sinematografi B&W juga patut diacungi jempol, tetapi karena film ini adalah film kecil, besar kemungkinan aspek sinematografi-nya luput dari perhatian juri.

Prediksi Oscar 2015:
  • Nominasi Film Berbahasa Asing (Bukan Inggris) Terbaik



Ida dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 10 December 2014

Interstellar

OSCAR WATCH 2015

INTERSTELLAR (7.5/10)


Sutradara: Christopher Nolan
Script Original: Jonathan Nolan, Christopher Nolan
Cast: Matthew McConaughey, Anne Hathaway, Jessica Chastain, Michael Caine
Musik: Hans Zimmer
Sinematografi: Hoyte van Hoytema

Setiap orang mungkin mempunyai pendapat berbeda tentang science fiction. Untuk penulis, science fiction adalah cerita fiksi dengan latar belakang science, dimana science-nya tidak meloncat terlalu jauh dari real science atau science yang betulan. Kalau ceritanya fiksi dan science-nya juga fiksi, maka hasil akhirnya adalah fantasi -- film-2 seperti Star Wars atau Star Trek, untuk penulis adalah fantasi. Tetapi penulis bukannya menilai science fiction lebih unggul daripada fantasi. Sama sekali tidak. Tetapi faktor inilah yang membuat kesan yang berbeda setelah menyaksikan film “sci-fi” garapan Christopher Nolan ini dibandingkan dengan film yang konon menginspirasi pembuatan film ini, 2001: A Space Odyssey (1968). Catatan: Record Nolan dalam menulis adalah 3 film Batman, 1 film Superman, tetapi yang paling audacious atau berani adalah Inception (2010) -- science untuk memasuki pikiran orang :-)

Namun demikian, tidak semua science dalam film ini tidak ada dasar real science-nya. Ada, kira-2 dua pertiga bagian. Kalau anda adalah penonton yang menilai teori Newton dalam Gravity (2013) terlalu mudah, sederhana, atau bahkan membosankan, well ... you're in for a treat dalam film ini :-) Nolan menggunakan teori relativitas Einstein: perjalanan antariksa mendekati kecepatan cahaya, time delation, gravitational time delation -- yang secara sederhana artinya waktu bergerak lebih lambat di sana daripada di Bumi, sehingga ketika Matthew McConaughey bertemu kembali dengan anaknya, dirinya menjadi lebih muda daripada anaknya. This is fine.

Tetapi sepertiga bagian yang lain, blackhole yang merupakan “gerbang” menuju empat dimensi dimana ruang dan waktu di seluruh alam semesta dapat “dilihat” dengan mata dan “di pegang” dengan tangan sehingga McConaughey dapat berkomunikasi dengan anaknya yang ada di Bumi, bahkan kembali ke masa lalu, ini betul-2 meloncat jauh dari real science ... 0% Einstein, 100% Nolan, seperti science-nya dalam Inception.

Berbeda dengan 2001: A Space Odyssey, ketika Kubrick tidak mengetahui jawabannya, dia lebih memilih berfilsafat, artinya melempar pertanyaan dan membiarkan penonton berpikir sendiri, daripada menyajikan solusi yang notabene adalah fiksi.

Bukankah alam semesta ini mengandung lebih banyak pertanyaan daripada solusi yang dapat kita temukan?

Film ini dapat memasuki nominasi Film Terbaik dalam Oscars 2015, tetapi hanya sebagai peramai saja.

Prediksi Oscar 2015:
  • Nominasi Sinematografi Terbaik (Hoyte van Hoytema)
  • Nominasi Musik Terbaik (Hans Zimmer)
  • Nominasi Desain Produksi Terbaik (Nathan Crowley)
  • Nominasi Sound Editing Terbaik
  • Nominasi Sound Mixing Terbaik
  • Nominasi Visual Effects Terbaik



Interstellar dapat anda temukan di eBay.com