Friday 28 February 2014

Prediksi Oscars 2014

2014 Oscar Watch

Prediksi Oscars 2014


Film Terbaik: Berdasarkan sejarah Oscar, film dengan tema serius selalu diunggulkan daripada film dengan tema populer. Kompetisi Film Terbaik kali ini praktis adalah kompetisi antara 2 film saja: 12 Years a Slave dan Gravity. Tidak ada yang menyangsikan 12 Years a Slave bertema serius, sementara Gravity dinilai bertema populer -- tergantung penilaian masing-2, untuk penulis Gravity bertema serius, seperti yang sudah penulis sampaikan dalam artikel sebelumnya. Namun demikian, mayoritas menilai 12 Years a Slave lebih serius daripada Gravity.

  • Who will win: 12 Years a Slave
  • Who should win: Gravity (kalau sampai menang, penulis janji akan membaca buku Principia Mathematica-nya Isaac Newton ... I'm keeping my fingers crossed :-))

Sutradara Terbaik: Sama sekali tidak tergantung pada kompetisi Film Terbaik, berdasarkan sejarah DGA (Directors Guild of America) selama 65 tahun, dimana hanya ada 7 sutradara saja yang memenangkan DGA Award tetapi tidak memenangkan Oscar, Alfonso Cuarón bakal mencatat sejarah baru sebagai sutradara berdarah Hispanic pertama yang memenangkan Sutradara Terbaik. Go Alfonso!

  • Who will win: Alfonso Cuarón (Gravity)
  • Who should win: Alfonso Cuarón (Gravity)

Aktor Terbaik: Nominees yang lain bagus, tetapi Matthew McConaughey bikin penonton "Wow ... !" :-)

  • Who will win: Matthew McConaughey (Dallas Buyers Club)
  • Who should win: Matthew McConaughey (Dallas Buyers Club)

Aktres Terbaik: Amy Adams memang pantas memperoleh Oscar pertamanya setelah 5 nominasi. Judi Dench juga pantas memperoleh Oscar keduanya setelah 7 nominasi. Sandra Bullock, well ... everybody loves her :-) Meryl Streep, hmmm ... old news :-) Tetapi Cate Blanchett betul-2 unstoppable.

  • Who will win: Cate Blanchett (Blue Jasmine)
  • Who should win: Cate Blanchett (Blue Jasmine)

Aktor Pendukung Terbaik: Jared Leto tampil lebih cantik daripada Jennifer Garner??? Well, nominees yang lain cukup masuk sebagai barisan penggembira saja :-)

  • Who will win: Jared Leto (Dallas Buyers Club)
  • Who should win: Jared Leto (Dallas Buyers Club)

Aktres Pendukung Terbaik: Prediksi yang sulit. Kategori Pendukung Terbaik adalah kategori yang sering diberikan kepada pendatang baru. Tetapi berdasarkan sejarah Oscar, jarang sekali film dengan 4 nominasi akting, sama sekali tidak memenangkan 1-pun. American Hustle mengirim 4 aktor & aktresnya memasuki 4 nominasi akting, mosok 1-pun tidak memenangkan Oscar???

  • Who will win: Jennifer Lawrence (American Hustle)
  • Who should win: Lupita Nyong’o (12 Years a Slave)

Script Original Terbaik: Script dari Spike Jonze untuk Her fresh dan original, tetapi script dari David O. Russell dan Eric Singer untuk American Hustle mengingatkan anggota Academy Awards pada The Great Master of Comedy, Molière :-)

  • Who will win: David O. Russell and Eric Singer (American Hustle)
  • Who should win: Spike Jonze (Her)

Script Adaptasi Terbaik: Kalau 12 Years a Slave betul memenangkan Film Terbaik, film ini semestinya memenangkan Script Adaptasi Terbaik.

  • Who will win: John Ridley (12 Years a Slave)
  • Who should win: John Ridley (12 Years a Slave)

Film Animasi Terbaik:

  • Who will win: Frozen

Film Dokumenter Terbaik:

  • Who will win: The Act of Killing (kalau salah, 20 Feet from Stardom)
  • Who should win: The Act of Killing

Film Berbahasa Asing (Bukan Inggris) Terbaik:

  • Who will win: The Great Beauty (La Grande Bellezza)
  • Who should win: The Great Beauty (La Grande Bellezza)

Cinematography Terbaik:

  • Who will win: Gravity (Emmanuel Lubezki)
  • Who should win: Gravity (Emmanuel Lubezki)

Costume Design Terbaik: Kostum The Great Gatsby: indah. Kostum American Hustle: otentik.

  • Who will win: The Great Gatsby (Catherine Martin)
  • Who should win: American Hustle (Michael Wilkinson)

Film Editing Terbaik: Anggota Academy Awards menyukai rapid-cutting. Siapa lagi kalau bukan ...

  • Who will win: Captain Phillips (Christopher Rouse)
  • Who should win: Captain Phillips (Christopher Rouse)

Makeup & Hairstyling Terbaik: Oscar bakal jatuh ke tangan mereka yang bertanggung-jawab membuat Jared Leto tampil lebih cantik daripada Jennifer Garner :-)

  • Who will win: Dallas Buyers Club (Adruitha Lee and Robin Mathews)
  • Who should win: Dallas Buyers Club (Adruitha Lee and Robin Mathews)

Original Score Terbaik: Berdasarkan sejarah Oscar, jarang sekali Original Score Terbaik dimenangkan oleh film yang tidak masuk nominasi Film Terbaik; maka, lupakan John Williams (The Book Thief) dan Thomas Newman (Saving Mr. Banks). William Butler dan Owen Pallett (Her) menciptakan komposisi musik yang sama-2 fresh dan original-nya seperti filmnya. Alexandre Desplat (Philomena) menciptakan kompisisi musik yang mengingatkan anggota Academy Awards pada komposisi indah dari mendiang John Barry. Tetapi komposer muda, pendatang baru, Steven Price betul-2 mengejutkan dengan komposisi musiknya yang sangat cocok dengan situasi yang ada. Go Steven! I love your music!

  • Who will win: Gravity (Steven Price)
  • Who should win: Gravity (Steven Price)

Original Song Terbaik:

  • Who will win: "Let It Go" (Frozen)

Production Design Terbaik:

  • Who will win: Gravity (Andy Nicholson (Production Design); Rosie Goodwin and Joanne Woollard (Set Decoration))

Sound Editing Terbaik:

  • Who will win: Gravity (Glenn Freemantle)

Sound Mixing Terbaik:

  • Who will win: Gravity (Skip Lievsay, Niv Adiri, Christopher Benstead, and Chris Munro)

Visual Effects Terbaik:

  • Who will win: Gravity (Tim Webber, Chris Lawrence, Dave Shirk, and Neil Corbould)

Film Animasi Pendek Terbaik:

  • Who will win: "Get a Horse!" (Lauren MacMullan and Dorothy McKim)

Film Live-Action Pendek Terbaik:

  • Who will win: "Helium" (Anders Walter and Kim Magnusson)

Film Dokumenter Pendek Terbaik:

  • Who will win: "The Lady in Number 6: Music Saved My Life" (Malcolm Clarke and Nicholas Reed)


() dapat anda temukan di eBay.com

Thursday 27 February 2014

Gravity

My 2014 Oscar's Best Picture

REPRISE: Gravity


Sutradara: Alfonso Cuarón
Script: Alfonso Cuarón, Jonás Cuarón
Cast: Sandra Bullock, George Clooney, Ed Harris

Gravity: Homage to 2001: A Space Odyssey (1968)

Cerita:

Kalau ada orang bertanya, “Gravity itu film tentang apa?”, penulis mungkin akan menjawab dengan singkat, film tentang misi luar angkasa yang mengalami kecelakaan. Tetapi setelah menonton dan meninggalkannya di dalam ingatan, kesannya ternyata tidak memudar, tetapi justru menguat -- dan membangkitkan hal-2 yang lain di dalam pikiran.

Misi luar angkasa ini mengingatkan penulis pada kisah Odyssey karya penulis Yunani kuno, Homer. Dan, ya, betul, 2001: A Space Odyssey (1968) karya Stanley Kubrick, memperoleh inspirasinya dari kisah Odyssey ini. Secara garis besar, kisah Odyssey menggambarkan bagaimana Odysseus (manusia) berusaha menggambil-alih kendali atas hidup dan masa depannya, menjadi independen atau mandiri dari para dewa-dewi yang tinggal di kahyangan (baca: penciptanya), meskipun sadar sepenuhnya bahwa pencarian atau perjuangan tersebut maha berat atau bahkan dapat dikatakan melawan kodrat, alias mustahil. Manusia (fisiologi tubuh manusia), tidak peduli sehebat apapun teknologi yang kita miliki, tidak didesain untuk hidup di luar angkasa. Di luar Bumi, kita menjadi seperti “bayi” lagi: harus masuk “inkubator” lagi (space station, spacesuit) agar bisa hidup, harus belajar dari awal lagi untuk bergerak (otot menjadi mubazir karena gravitasi tidak ada lagi), harus belajar dari awal lagi untuk berorientasi (organ sensory di telinga yang mengatur keseimbangan juga mubazir karena acuan atas-bawah tidak ada lagi), dlsb. yang kita “take for granted” dalam hidup sehari-2. 2001: A Space Odyssey, dan di-reprise oleh Gravity, berhasil dengan sangat baik menampilkan situasi ini: di luar Bumi, kita menjadi seperti “bayi” lagi. Meskipun demikian, manusia tidak pernah menyerah, walaupun akhirnya harus membayar dengan nyawanya -- misalnya, tubuh membeku menjadi sekeras batu-bata, atau wajah berkawah bagaikan buah labu untuk perayaan Halloween. Melihat eksterior-nya, Gravity menampilkan panorama yang mencuri napas, tetapi yang menyesakkan dada justru interior-nya: manusia senantiasa berusaha, karena kita adalah Odysseuses!

Di bawah plot utama tersebut, script-nya menyisipkan plot tambahan yang tidak kalah pentingnya. Di luar atmosfir Bumi ada banyak space station bertebaran: ISS, Soyuz, Tiangong, dlsb., dan masing-2 bekerja sendiri-2; ada yang fungsional, banyak yang tidak fungsional lagi dan mereka ditelantarkan begitu saja menjadi sampah antariksa -- dan salah satu di antaranya menabrak Space Shuttle STS-157 dalam film ini. Akhir cerita dimana Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) akhirnya berhasil kembali ke Bumi dengan mengendarai Tiangong yang turun orbit, tidak sekedar untuk menyenangkan penonton di China, tetapi menyampaikan pesan tentang pentingnya kerjasama antar negara dalam misi luar angkasa. Era Space Race/Cold War antara blok US dan blok USSR sudah berlalu; mengapa kita tidak bekerja sama?

Arahan:

Sutradara Alfonso Cuarón dan cinematographer Emmanuel Lubezki dengan berani menggunakan long takes (sorotan kamera dalam jangka waktu panjang, tanpa interupsi) yang secara teknis menuntut perencanaan yang lebih matang dan usaha yang lebih berat. Kita menyaksikan perubahan POV (point of view), secara perlahan-2/tanpa terasa, dalam long takes tersebut; misalnya, mula-2 POV orang ketiga (cameraman), kemudian kamera melayang mendekati Ryan (Bullock), kemudian seakan-2 masuk ke dalam helmetnya, mendekati wajahnya, kemudian berputar-balik sehingga penonton memperoleh POV orang pertama (Ryan) -- kita seakan-2 berada di posisi Ryan di dalam spacesuit-nya: mendengar suaranya, mendengar dia bernapas, melihat keluar dari helmetnya: melihat space station,  melihat Matt Kowalski (George Clooney), melihat Bumi di atas, di samping, atau di bawah, dlsb. Sebuah pengarahan yang cemerlang.

Catatan tambahan: Shot close-up Bullock, wajahnya menampilkan teror, di dalam helmetnya betul-2 shot yang emosional dan ekspresif, sedemikian rupa sehingga dialog tidak diperlukan lagi. Shot ini mengingatkan penulis pada shot close-up Maria Falconetti yang memerankan Joan of Arc dalam film The Passion of Joan of Arc (1928).

Akting:

Bullock berhasil dengan sangat baik menjadi pemain (praktis) tunggal dalam film ini -- (isn't it good that Clooney's character disappeared toward the middle of the film?! :-) ). Walaupun hampir separuh bagian Bullock terkurung di dalam spacesuit-nya, sehingga aktingnya terbatas pada wajahnya saja, ketika dia mempunyai kesempatan keluar dari spacesuit-nya, dia tidak menyia-2kan kesempatan ini dengan memberikan akting dari seluruh tubuhnya: gerakannya memutar, membalik, membelok, dan melayang di dalam zero gravity betul-2 cemerlang.  Satu gerakan yang paling mengesankan adalah ketika dia tidur dengan posisi melingkar di dalam zero gravity, seperti gambar ultrasound bayi di dalam kandungan --  mengingatkan penonton posisi melingkar tersebut adalah posisi primordial manusia pada awal mulanya. Dan penampilan Bullock ini ditutup di akhir film dengan metafora yang sempurna: setelah sekian lama tidak menggunakan ototnya, Bullock harus merangkak dengan susah-payah keluar dari air, menggunakan kedua kaki dan kedua tangannya, melawan gravitasi Bumi; berusaha bangun; berusaha menegakkan kakinya; berusaha menegakkan punggungnya --  mengingatkan penonton pada gambar tahap-2 evolusi manusia.

Dari film inilah Bullock semestinya memperoleh Oscar-nya, bukan The Blind Side (2009). Alangkah idealnya seandainya Woody Allen membuat Blue Jasmine tahun 2009 yang lalu, sehingga Cate Blanchett bisa memenangkan Aktres Terbaik tahun tersebut, sehingga Bullock bisa memenangkan Aktres Terbaik tahun ini? :-) I wish ... :-)

Musical score:

Sejak Vangelis mengisi musik untuk Chariots of Fire (1981), synthesizer tidak pernah lagi digunakan secara (praktis) tunggal untuk seluruh film. Dalam film ini, Steven Price berhasil dengan sangat baik menggunakan synthesizer untuk mengiringi elemen-2 dramatis yang ada di dalamnya. Kenyataannya, bunyi-2 yang dihasilkan terasa sangat cocok dengan situasi yang ada. Dan kalau diperlukan nada-2 rendah, Price cukup menggunakan cello saja untuk melengkapi kekurangan tersebut. Hampir di seluruh bagian, Price tidak menyertakan suara vokal manusia -- sebagai metafora luar angkasa yang kedap suara. Namun demikian ...  ketika plotnya mendekati atmosfir Bumi, ketika kedap suara mulai memudar, Price secara perlahan-2/tanpa terasa mulai memasukkan instrumen-2 musik yang lain. Ketika Ryan memasuki atmosfir Bumi, Price beralih ke full orchestra sehingga musiknya menjadi lebih hidup, lebih semarak. Dan ketika Ryan menyentuh Bumi, ketika kedap suara betul-2 sirna, Price menambahkan teriakan suara vokal manusia yang melengking tinggi ... seakan-2 berteriak kegirangan! Sebuah komposisi musik yang cemerlang.

Gravity memang tidak se-filosofis 2001: A Space Odyssey, tetapi sebuah homage yang betul-2 pantas untuk film klasik ini.

Prediksi Oscar 2014:
  • Film Terbaik (50% yakin -- kalau sampai menang, penulis janji akan membaca buku Principia Mathematica-nya Isaac Newton :-) )
  • Sutradara Terbaik (Alfonso Cuarón)  (90% yakin)
  • Aktres Terbaik (Sandra Bullock) (25% yakin)
  • Cinematography Terbaik (Emmanuel Lubezki) (90% yakin)
  • Musical Score Terbaik (Steven Price) (90%yakin)
  • Film Editing Terbaik (50% yakin)
  • Production Design Terbaik (50% yakin)
  • Sound Editing Terbaik (90% yakin)
  • Sound Mixing Terbaik (90% yakin)
  • Visual Effects Terbaik (90% yakin)


Gravity dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday 19 February 2014

The Great Beauty

2014 Oscar Watch

The Great Beauty (La Grande Bellezza) (8.0/10)


Negara Asal: Italia
Sutradara: Paolo Sorrentino
Script: Paolo Sorrentino, Umberto Contarello
Cast: Toni Servillo, Carlo Verdone, Sabrina Ferilli, Carlo Buccirosso

La Grande Bellezza: Homage to La Dolce Vita (1960)

Sama sekali tidak mengurangi apresiasi terhadap 9 film yang masuk nominasi Film Terbaik dalam Oscars 2014, penulis akhirnya menemukan satu film yang spesial, unik -- berbeda dari yang lainnya, bahkan yang pernah ada sebelumnya -- which I truly enjoy; apalagi setelah hampir saja tidak memahami isinya, tetapi kemudian ... “Eureka! I got it!”

Jep Gambardella (Toni Servillo), setelah sukses menulis satu novel ketika dia muda, menghabiskan sisa hidupnya menjadi sosialita dan kolumnis di sebuah majalah pop-culture. Jep mengingatkan kita pada Marcello muda (Marcello Mastroianni), jurnalis di sebuah majalah gosip, dalam La Dolce Vita. Sekarang, baru saja merayakan ulangtahunnya ke 65, Jep dapat kita anggap sebagai kelanjutan dari Marcello yang dulu muda tersebut. Kecuali usianya yang bertambah tua, Jep (Marcello) selama ini tidak berubah: tetap menyukai “sweet life” (“la dolce vita”) -- segala kenikmatan fisik dan materi yang dapat dia peroleh (pesta, makan, minum, dansa, dlsb-nya, bahkan apartemen mewah di seberang monumen Colosseum :-)), seraya tetap mencari cinta dan kebahagiaan di segala sudut kota Roma. Tetapi ulangtahunnya kali ini, entah kenapa, meninggalkan perasaan kosong dalam dirinya. Tetapi tidak sampai dia bertemu dengan seorang pria, yang ternyata adalah suami dari bekas kekasihnya (kekasihnya ini meninggalkan Jep), yang memberi kabar bahwa istrinya baru saja meninggal dunia dan menyampaikan pesan bahwa istrinya selama ini tidak pernah berhenti mencintai Jep, Jep mulai merenung dan memeriksa batinnya. Jep seakan-2 terjaga: betapa anehnya, sesuatu yang telah lampau ternyata masih mampu membuat dirinya menangis tersedu-sedan, sementara yang lain yang baru saja lewat malah meninggalkan perasaan kosong dalam dirinya. Mengapa demikian? Dan mulailah sutradara Paolo Sorrentino, melalui visuals dari kameranya,  membawa kita masuk ke dalam perjalanan Jep memeriksa batinnya.

Dalam film ini Sorrentino menggunakan teknik Pure Cinema -- “vision & movement” -- untuk menyampaikan cerita yang ada. Walaupun mempunyai dialog, ceritanya tidak terlalu disampaikan melalui dialog-2nya, tetapi lebih banyak melalui “vision & movement” dari kameranya. Pesan penulis, walaupun anda mengikuti dialog yang disampaikan (membaca teks terjemahan di bagian bawah layar), beware, be very careful, hati-2 ... ceritanya justru terletak dalam visuals yang tampil di layar -- so, don't take your eyes off the screen. Kalau dalam La Dolce Vita Otello Martelli menggunakan sinematografi hitam-putih kontras tajam, dalam film ini Luca Bigazzi menggunakan sinematografi warna-2 hangat kontras tajam yang menghasilkan efek yang sama: memperkuat, mempertajam, meningkatkan intensitas visuals yang tampil. Dipadukan dengan gerakan kamera tracking dan panning slow-motion, Sorrentino seakan-2 mengajak penonton untuk menikmati keindahan visuals yang tampil (sekaligus, with all its “ugliness”).

Setiap adegan adalah kejutan, setiap karakter adalah contoh riel/hidup dari pesan yang ingin disampaikan: beauty, ugliness, young, old, spiritual, material, mortality, dan immortality. Sebagian penonton mungkin menilai film ini abstrak atau imajiner, tetapi untuk penulis sama sekali tidak -- it's so real! :-)  Wanita kerdil yang menjadi penerbit majalah pop-culture (daripada menulis karya sastra, Jep menyia-2kan bakatnya dengan menulis gosip), klinik Botox yang dokternya memberi injeksi Botox mirip seperti imam memberi komuni (kecantikan lahiriah menjadi seperti agama; kemudian ada biarawati muda yang ikut minta injeksi Botox :-), bukan di wajahnya, tetapi di tangannya :-) ), biarawati tua berusia 104 tahun yang dipanggil “Santa” yang setiap saat bisa jatuh mati -- wajahnya mirip seperti mummy dari museum ... omg, this is so funny :-) (manusia tidak mungkin bisa lepas dari mortality), dan yang lainnya -- sementara gedung-2 kuno/bersejarah tetap berdiri megah dan indah di latar belakang (hanya benda mati saja yang bisa berharap immortality). Begitu lugas dan gamblang. Karena setiap adegan adalah kejutan, masa putar sepanjang 142 menit sama sekali tidak terasa lama. Dan kalau anda tetap duduk di kursi anda ketika credit film berjalan di akhir film, anda akan melihat bagaimana sinematografi di akhir film berubah dari warna-2 hangat kontras tajam menjadi warna-2 natural yang lembut. Jep menemukan The Great Beauty yang sesungguhnya.

Walaupun Toni Servillo menempati first billing (dan dia tampil hampir di setiap scene dalam film ini), kota Roma adalah jiwa dari film ini.

The Great Beauty is Italian cinema at its best!

La Dolce Vita (1960) menerima 4 nominasi Oscar, yaitu: Sutradara Terbaik (Federico Fellini), Script Original Terbaik, Art Direction & Set Decoration B&W Terbaik, dan Costume Design B&W Terbaik (memenangkan Oscar). Anehnya, justru tidak masuk nominasi Film Berbahasa Asing (Bukan-Inggris) Terbaik. Menurut kabar terakhir, Oscars 2014 ini bakal menjadi tahunnya The Great Beauty. Jika benar, maka setelah lebih dari 50 tahun Academy Awards akhirnya memberi homage/tribute kepada La Dolce Vita.

Personally, I truly enjoy this movie ...

Two thumbs up.

Nominasi Oscar 2014:
  • Film Berbahasa Asing (Bukan-Inggris) Terbaik


The Great Beauty dapat anda temukan di eBay.com

Friday 14 February 2014

20 Feet from Stardom

2014 Oscar Watch

20 Feet from Stardom


Sutradara: Morgan Neville
Produser: Gil Friesen, Caitrin Rogers

Untuk kategori-2 non-utama, kita tidak dapat selalu yakin siapa yang bakal keluar sebagai pemenang, karena anggota Academy Awards yang melakukan final voting sering kali terbatas atau eksklusif di kalangan tertentu saja -- tidak seperti untuk kategori-2 utama dimana anggota yang melakukan final voting cakupannya lebih luas. Untuk kategori Film Dokumenter Terbaik, penulis menilai tidak ada nominee lain yang bisa mengalahkan “kehebatan” The Act of Killing. Dari sisi pembuatan, selama ini belum pernah ada filmmaker yang berhasil membujuk pembunuh sedemikian rupa sehingga dia dengan sukarela menceritakan kembali semua perbuatannya; Joshua Oppenheimer tidak perlu melakukan rekonstruksi, karena para pelakunya sendiri yang melakukan rekonstruksi (walaupun mereka melakukannya di bawah “misunderstanding” yang disengaja oleh filmmaker). Dari sisi tema, tidak dapat disangkal betapa penting temanya. Dari sisi resiko, crew film ini sedikit banyak sudah mempertaruhkan nyawanya.

Berbeda dengan The Act of Killing yang dystopian, film dokumenter dengan judul yang menggelitik ini, 20 Feet from Stardom, yang menurut kabar terakhir memimpin nominasi Film Dokumenter Terbaik, adalah film yang dreamy. Bercerita tentang perjalanan hidup, karier, dan cita-2 dari para penyanyi pengiring (backup singers) dari para penyanyi terkenal mulai dari era 1960-an sampai saat ini: Ray Charles, Tom Jones, David Bowie, Mick Jagger, Sting, Elton John, Michael Jackson, Stevie Wonder, Bruce Springsteen, dlsb. Mereka yang suaranya memberi harmoni kepada suara penyanyi utama, yang selalu berdiri di bawah bayang-2 gelap, 20 kaki dari lampu sorot utama, dan penonton tidak pernah memperhatikan atau mengetahui siapa mereka ... :-)

Topik yang dekat dengan industri hiburan, dhi. Hollywood, dimana ada lebih banyak cita-2 yang gagal daripada yang sukses, ada lebih banyak “wannabe” yang patah hati daripada yang bahagia. Di dalam industri dimana “being the best” tidak menjamin kesuksesan (oh, this is so true!), film dokumenter ini adalah penghargaan untuk mereka yang telah memberikan bakat terbaiknya untuk mereka yang lain yang berada di puncak.

Nominasi Oscar 2014:
  • Film Dokumenter Terbaik


20 Feet from Stardom dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday 12 February 2014

Nebraska

2014 Oscar Watch

Nebraska (8.0/10)


Sutradara: Alexander Payne
Script: Bob Nelson
Cast: Bruce Dern, Will Forte, June Squibb, Bob Odenkirk, Stacy Keach

Sutradara & penulis Alexander Payne (Election (1999), About Schmidt (2002), Sideways (2004), The Descendants (2011)), terkenal dengan humor keringnya, dimana kelemahan, kekurangan -- atau cukup sifat dasar -- manusia dan kemalangan adalah “bumbu penyedap” dalam perjalanan mengarungi kehidupan. Ndak enak sih, karena itu mesti dilihat dari sisi humornya -- seperti Chaplin; dalam setiap tragedi, selalu ada sisi humornya. Dalam film ini, walaupun Payne tidak menulis sendiri scriptnya, dia sekali lagi bergumul dengan tema yang dia sukai.

Woody Grant (diperankan oleh aktor veteran Bruce Dern) adalah grumpy old man (pria tua yang senewen). Istrinya, Kate (diperankan oleh aktres TV veteran June Squibb), walaupun sudah capek dengan “keantikan” suaminya, tetap setia padanya. Suatu saat Woody menerima surat/pamflet advertising yang mengatakan bahwa dia memenangkan hadiah 1 juta dollar. Maka, berangkatlah Woody -- seraya ndak nggubris celotehan istrinya, jalan kaki karena mobil utility-nya rusak, dari rumahnya di Billings, di negara bagian Montana ke kantor advertising tersebut di Lincoln, di negara bagian Nebraska (sekitar 1400 km) untuk meminta hadiah tersebut: 1 juta dollar! Di tengah jalan, dia dihentikan oleh polisi dan dikembalikan ke rumahnya. Anaknya, David (diperankan oleh comedian Will Forte), berusaha menyadarkan ayahnya bahwa pamflet advertising itu cuma “gimmick” saja. Tidak peduli nasehat anaknya, Woody berangkat lagi jalan kaki, dan berhasil lagi dihentikan. Ketiga kalinya terjadi, David akhirnya mengalah dan setuju mengantar ayahnya ke Lincoln, Nebraska. Dan mulailah perjalanan ayah dan anaknya ini: tidak hanya perjalanan fisik ke Lincoln, Nebraska, tetapi perjalanan “bonding” antara mereka berdua. Dalam perjalanan, mereka singgah di kota kelahiran Woody, bertemu dengan sanak keluarga dan teman-2 lama, yang mula-2 ramah dan bersahabat, tetapi kemudian mulai mencari-2 masalah setelah Woody -- lagi-2 mengabaikan nasehat David -- memberitahu mereka bahwa dia menang 1 juta dollar :-) Di sini kelemahan, kekurangan, dan sifat dasar manusia menjadi ladang subur bagi Payne untuk memanen humor keringnya.

Di-shot dengan warna hitam-putih, sinematografi film ini membangkitkan kesan melankoli dan disintegrasi (setting yang terlihat terlantar: kota yang sunyi, malam yang senyap, penduduk yang tua); secara tidak langsung mencerminkan memori masa lalu yang semakin pudar. 35 tahun setelah nominasi Oscar-nya yang pertama -- Coming Home (1978) bersama Jon Voight dan Jane Fonda, dimana masing-2 memenangkan Aktor dan Aktres Terbaik, Bruce Dern akhirnya menerima nominasi Oscar lagi untuk perannya sebagai si rambut putih, Woody Grant. June Squibb, di usianya ke 84, akhirnya menerima nominasi Oscar yang pertama untuk perannya sebagai istri Woody. Yang sayang terlewati adalah Will Forte, yang notabene seorang comedian, ternyata berhasil menunjukkan versatilitas-nya sebagai aktor drama yang serius.

All ini all, Nebraska adalah film “bonding” antara orangtua dan anak yang manis -- akhir film yang tak terduga, diakhiri dengan scene yang poignant/menyentuh, berhasil meninggalkan “a lump in my throat” ...  really ...

Nominasi Oscar 2014:
  • Film Terbaik
  • Sutradara Terbaik (Alexander Payne)
  • Aktor Terbaik (Bruce Dern)
  • Aktres Pendukung Terbaik (June Squibb)
  • Script Original Terbaik (Bob Nelson)
  • Cinematography Terbaik


Nebraska dapat anda temukan di eBay.com

Friday 7 February 2014

Dallas Buyers Club

2014 Oscar Watch

Dallas Buyers Club (8.0/10)


Sutradara: Jean-Marc Vallée
Script: Craig Borten, Melisa Wallack
Cast: Matthew McConaughey, Jennifer Garner, Jared Leto, Denis O'Hare

Bersetting di dekade 1980-an, ketika seluruh dunia sedang gempar dan cemas gara-2 pandemi penyakit baru yang mematikan dan tidak ada obatnya, HIV/AIDS; dan konsekuensinya, munculnya salah pengertian tentang penyakit ini dan prasangka, juga diskriminasi terhadap penderitanya, film arahan Jean-Marc Vallée ini langsung mengingatkan penulis pada film Philadelphia (1993) yang dibintangi oleh Tom Hanks. Tetapi tidak seperti Philadelphia yang berusaha meluruskan salah pengertian dan prasangka tersebut, dan karakter utamanya,  Andrew Beckett (Hanks), berhasil menarik simpati penonton, script dari Craig Borten dan Melisa Wallack ini sama sekali tidak berusaha meluruskan salah pengertian dan prasangka tersebut, dan karakter utamanya, Ron Woodroof (diperankan oleh Matthew McConaughey), juga sama sekali tidak berusaha menarik simpati penonton. Berdasarkan kisah nyata dari real-life person, Ron Woodroof sama sekali tidak apologetic -- tidak merasa bersalah, apalagi menyesal -- terhadap gaya hidupnya yang sembrono: seks bebas dan narkoba; konsekuensinya, ketika dia menerima diagnosis dari tim dokter (Jennifer Garner dan Denis O'Hare) bahwa dia terkena HIV dan hidupnya tinggal 3 bulan lagi, dia juga tidak ingin dikasihani.

Memperoleh informasi dari dokternya (Garner) bahwa pengobatan yang tersedia saat itu masih berada dalam tahap riset/percobaan dan dia mungkin hanya akan menerima “placebo” (bukan obat yang sesungguhnya), Woodroof langsung bergerak sendiri untuk mendapatkan obat yang sesungguhnya tersebut. Mula-2 dengan menyogok seorang karyawan di rumah sakit, tetapi ketika karyawan tersebut tidak bisa lagi membantunya, Woodroof terpaksa pergi ke Meksiko. Di Meksiko, dokternya memberinya obat alternatif dan obat alternatif ini ternyata berhasil mengurangi symptom dan penderitaannya. Melihat peluang bisnis di sini, Woodroof mulai main “kucing-2an” dengan pihak otoritas, FDA (Food and Drug Administration), di AS untuk memasukkan obat alternatif ini ke AS dan menjualnya ke publik. Dibantu seorang waria, juga penderita HIV, yang dia temu di rumah sakit, Raymond/Rayon (diperankan oleh Jared Leto), dalam waktu singkat antrean panjang pembeli berdiri di depan pintu apartemennya di kota Dallas, Texas, dan mereka tergabung dalam Buyers Club yang membayar iuran sejumlah $400 per bulan. Beberapa waktu kemudian FDA akhirnya menjerat dirinya dan menghentikan operasinya. Dihadapkan pada kematian di ambang pintu dan belum tersedianya pengobatan yang efektif di AS, Woodroof tidak peduli lagi dengan bisnisnya dan menjadi aktivis untuk penderita HIV agar mereka diijinkan memasukkan obat alternatif dari luar negeri ini. Walaupun karakterisasi Woodroof tidak berusaha menarik simpati penonton, simpati tersebut akhirnya datang dengan sendirinya ...

Film ini adalah “tour de force” dari kedua aktor utamanya: McConaughey dan Leto. Dalam film-2 sebelumnya, McConaughey tidak pernah tampil seperti ini; dalam film ini, dia betul-2 total -- dia tidak hanya akting dengan wajahnya saja, tetapi juga dengan seluruh tubuhnya. IMHO, lebih bagus dari Hanks di Philadelphia (dimana dia memenangkan Aktor Terbaik). Bagaimana McConaughey membuat dirinya kurus kering seperti itu betul-2 mind-boggling. Juga Jared Leto. Belum pernah penulis melihat Jared Leto tampil seperti ini. Dalam satu scene, ketika Leto dan Garner tampil bersamaan dan Leto tampil lebih cantik dan feminin daripada istri Ben Affleck ini (sorry, Ben :-)), penulis yakin piala Oscar untuk Aktor Pendukung Terbaik sudah aman berada di tangannya. Sama seperti McConaughey, Leto juga harus membuat dirinya kurus kering. Untung McConaughey tampil luar biasa, sehingga Leto tidak bisa menggeser dia dari centre stage.

Good luck to both at the Oscars!

Nominasi Oscar 2014:
  • Film Terbaik
  • Aktor Terbaik (Matthew McConaughey)
  • Aktor Pendukung Terbaik (Jared Leto)
  • Script Original Terbaik (Craig Borten, Melisa Wallack)
  • Editing Terbaik
  • Makeup & Hairstyling Terbaik


Dallas Buyers Club dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday 4 February 2014

12 Years a Slave

2014 Oscar Watch

12 Years a Slave (8.0/10)


Sutradara: Steve McQueen
Script: John Ridley
Cast: Chiwetel Ejiofor, Michael Fassbender, Lupita Nyong'o, Sarah Paulson, Benedict Cumberbath, Brad Pitt

12 Years a Slave = Django Unchained yang serius ... :-)

Tetapi 12 Years a Slave adalah adaptasi dari memoir/kisah nyata Solomon Northup (diperankan oleh Chiwetel Ejiofor), seorang kulit hitam yang lahir bebas -- karena ayahnya adalah budak yang sudah dibebaskan -- di awal tahun 1800-an di negara bagian utara di Amerika Serikat, New York. Satu gambaran yang penulis temukan rada mengherankan (unbelievable?!) dalam film arahan Steve McQueen ini adalah scene kota New York saat itu yang menampilkan kesetaraan antara kulit putih dan kulit hitam, misalnya: pria kulit putih dan pria kulit hitam saling mengangkat topi ketika bertemu ... really?; pria kulit putih memperlakukan wanita kulit hitam seperti lady -- seperti mereka memperlakukan wanita sesama rasnya ... really??? Dari sejarah, penulis memahami negara-2 bagian utara di Amerika Serikat sudah menghapus perbudakan terlebih dahulu daripada negara-2 bagian selatan; tetapi secepat itukah kesetaraan antara kulit putih dan kulit hitam tercapai di kota New York? Pada tahun 1841??? Sedemikian aman dan setaranya kota New York untuk masyarakat kulit hitam sampai Solomon Northup tidak pernah merasa khawatir atau menaruh kecurigaan bahwa kemungkinan penculikan/people-jacking dari utara ke selatan -- yang notabene hanya beberapa ratus kilometer saja dari tempat tinggalnya -- sangat mungkin dan sangat mudah terjadi. Dalam sejarahnya, pasti tidak sedikit budak yang melarikan diri dari selatan ke utara; dan sebaliknya, penculikan warga kulit hitam oleh mafia perbudakan dari utara ke selatan. Walaupun bagian ini adalah minor, bagian ini adalah bagian yang “mengganjal” dalam film ini. Ironisnya, justru di sinilah letak keunikan film ini, atau yang membedakan film ini dari film-2 perbudakan yang lain, yaitu: pria kulit hitam yang lahir bebas, tetapi diculik dan dijadikan budak di selatan.

Keunikan yang lain adalah arahan McQueen yang terkenal eksplisit dan grafik -- tidak ada sugar-coating untuk menutup-2i yang tidak/kurang pantas supaya terlihat pantas, misalnya: scene jual-beli budak yang dilakukan dengan mereka dalam keadaan telanjang bulat, scene budak pria & budak wanita mandi bersama -- seperti ternak dalam kubangan, dan scene kekerasaan terhadap budak. Namun demikian, ceritanya sendiri secara garis besar tidak ada yang baru atau belum pernah kita saksikan/bayangkan terjadi pada diri seorang budak. Meskipun arahan McQueen yang eksplisit Chiwetel Ejiofor tampil datar dan hanya menampilkan emosi utuhnya di penghujung film -- IMHO, too little too late. Michael Fassbender seperti biasanya tampil intense dalam perannya sebagai pemilik budak yang sadistik. Tetapi pendatang baru Lupita Nyong'o-lah yang justru tampil menyatu dengan  perannya sebagai obyek sadisme dari majikannya.

Despite pentingnya tema ini, penulis bertanya dalam hati: Bukankah sudah waktunya  Amerika Serikat beranjak (bukan melupakan!) dari sejarah gelap perbudakan ini?! Bukankah sudah ada banyak cerita, film bioskop, film televisi, dan lain sebagainya tentang sejarah gelap ini?!

Bukankah sudah waktunya untuk melangkah ke tema-2 yang lain?

Nominasi Oscar 2014:
  • Film Terbaik
  • Sutradara Terbaik (Steve McQueen)
  • Aktor Terbaik (Chiwetel Ejiofor)
  • Aktor Pendukung Terbaik (Michael Fassbender)
  • Aktres Pendukung Terbaik (Lupita Nyong'o)
  • Script Adaptasi Terbaik (John Ridley)
  • Costume Design Terbaik
  • Editing Terbaik
  • Production Design Terbaik


12 Years a Slave dapat anda temukan di eBay.com