Thursday 29 September 2011

The Tenant

Resensi Film: The Tenant (Le locataire) (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1976
Negara Asal: France
Sutradara: Roman Polanski
Cast: Roman Polanski, Isabelle Adjani, Shelley Winters, Melvyn Douglas

Plot: Di kota Paris yang padat dan saling berhimpitan, seorang pekerja kantor berhasil menemukan apartemen kosong yang bekas penghuninya baru saja bunuh diri. Setelah pindah ke apartemen tersebut, sedikit demi sedikit dia merasa bahwa para tetangganya bersekongkol membuat dirinya frustrasi sehingga diapun ingin bunuh diri (IMDb).

Adaptasi dari novel berjudul Le locataire chimérique karya Roland Topor, film horor/thriller psikologis ini adalah film terakhir dari "Trilogi Apartemen" Roman Polanski, setelah Repulsion (1965) dan Rosemary's Baby (1968). Film ini mungkin adalah karya Polanski yang paling personal, dimana dia memainkan peran utama sebagai imigran Polandia, Trelkovsky, yang pindah ke apartemen yang ditinggalkan oleh penghuninya yang baru saja bunuh diri. Sementara dia secara iseng menanyakan kesana kemari apa yang terjadi, sedikit demi sedikit dia membuat para tetangganya tidak nyaman, yang akhirnya berbalik membuat dirinya tidak nyaman. The Tenant adalah karya Polanski untuk kembali ke gaya surrealism seperti karya-2 awalnya. Meskipun hasilnya terasa sangat lambat dan penampilan Polanski sebagai pemeran utama terasa kaku (ekspresinya sama terus dari awal sampai akhir), nuansa horor yang abstrak terasa dominan dan pesan utama film ini -- yaitu, bagaimana orang-2 yang tidak menyenangkan mengontrol kehidupan kita -- berhasil menampilkan tema favorit Polanski tentang paranoia dan permainan kekuasaan. Polanski mungkin menemukan materi dalam film ini sangat dalam sedemikian rupa sehingga dia tidak mampu mengungkapkan emosinya secara jelas.

Cerita (***1/2)
Screenplay (***)
Karakter (***1/2)
Akting (***)

Keseluruhan: ***1/2/4

The Tenant dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday 28 September 2011

BUtterfield 8

Resensi Film: BUtterfield 8 (***/4)

Tahun Keluar: 1960
Negara Asal: USA
Sutradara: Daniel Mann
Cast: Elizabeth Taylor, Laurence Harvey, Eddie Fisher

Plot: Seorang wanita panggilan berusaha menemukan cinta sejati dari kehidupan jalangnya (IMDb).

Film melodrama adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya John O'Hara ini mempunyai cerita yang mirip seperti Breakfast at Tiffany's yang dibuat setahun sesudahnya. Dibatasi oleh aturan sensor MPPC (Motion Picture Production Code), script BUtterfield 8 *) memiliki rangkaian dialog berkualitas sastra, tetapi sayangnya tidak riel dalam kehidupan nyata, misalnya:

Gloria : I saw a woman. Utterly proper. Utterly conventional. Utterly beautiful.
Ibunya : You're beautiful too, dear.
Gloria : I have a face. That's not the kind of beauty I mean.
Ibunya : What kind of beauty?
Gloria : The kind that comes from self-respect, I guess. That shines.
Ibunya : I've seen that kind. It takes a lifetime to find.
Gloria : I'm going to find it.
Ibunya : I think you will.

Indah, tetapi tidak riel dalam kehidupan nyata -- hanya penulis yang berkata-2 seperti itu, bukan orang biasa dalam kehidupan nyata -- dan arahan dari sutradara Daniel Mann tidak membantu mengurangi efek tersebut tetapi malah memperparah. Konon Elizabeth Taylor tidak menyukai film ini karena dia mengerjakannya secara terpaksa -- agar studio MGM bersedia melepaskannya ke studio 20th Century Fox untuk membuat Cleopatra (1963), proyek blockbuster yang memberinya gaji yang besar dan hampir saja membuat Fox bangkrut. Namun demikian, apati Taylor tersebut tidak menyurutkan kemampuan aktingnya yang substansial sebagai wanita yang tersesat jiwanya -- aktingnya berhasil memberinya penghargaan tertinggi Oscar sebagai Aktres Terbaik.

*) Judul BUtterfield 8, dengan huruf besar B dan huruf besar U, diambil dari nama sambungan telpon di AS saat itu. BUtterfield 8 adalah nama sambungan telpon yang melayani daerah Upper East Side di Manhattan, New York. Memutar huruf B dan huruf U sama dengan memutar nomor 2 dan nomor 8, maka BUtterfield 8 sama dengan nomor 288, yaitu tiga nomor pertama dari tujuh digit nomor telpon.

Cerita (***)
Screenplay (**1/2)
Karakter (***)
Akting (***1/2)

Keseluruhan: ***/4

BUtterfield 8 dapat anda temukan di eBay.com

Monday 26 September 2011

National Velvet

Resensi Film: National Velvet (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1944
Negara Asal: USA
Sutradara: Clarence Brown
Cast: Mickey Rooney, Donald Crisp, Elizabeth Taylor, Anne Revere, Angela Lansbury

Plot: Seorang bekas jockey membantu seorang anak perempuan mempersiapkan kuda kesayangannya memenangkan lomba pacuan kuda paling bergengsi di negaranya (IMDb).

National Velvet adalah film yang meluncurkan karier Elizabeth Taylor, saat itu berusia 12 tahun, di dunia perfilman. Bersetting di dearah pertanian di Sussex, Inggris, pada tahun 1928, ceritanya diambil dari novel dengan judul yang sama karya Enid Bagnold. Film manis untuk keluarga ini mempunyai kedalaman karakterisasi yang mengesankan: Mickey Rooney sebagai Mi Taylor, bekas jockey, yang morally ambivalent (dia beberapa kali hampir saja mencuri/membawa lari uang majikannya, tetapi kemudian membatalkan niat buruk tersebut); Donald Crisp sebagai Mr. Brown, kepala keluarga Brown, yang dari luar nampak berhati keras tetapi dari dalam berhati emas; Anne Revere sebagai Mrs. Brown yang dari luar nampak seperti istri yang manut terhadap suami tetapi dari dalam memiliki kekuatan dan kebijaksanaan yang exceptional sehingga dialah yang membuat keputusan-2 penting dalam keluarga; dan Elizabeth Taylor sebagai Velvet, anak ketiga keluarga Brown, yang terobsesi dengan kuda liar milik tetangganya yang dia beri nama "The Pie". Selain Velvet, keluarga Brown memiliki tiga anak yang lain yang masing-2 mempunyai hobby dan "keunikan" sendiri-2: Angela Lansbury *) sebagai Edwina, anak pertama, yang menyukai cowok; Juanita Quigley sebagai Malvolia, anak kedua, yang menyukai burung; dan Jackie Jenkins sebagai Donald, anak paling buncit, yang menyukai serangga. Kedalaman karakterisasi ini didukung oleh akting yang mumpuni dari para anggota castnya: Rooney sangat pas memerankan Mi Taylor, Crisp menyediakan humor di sana sini, Revere menjadi sumber inspirasi, dan Taylor -- di tengah cast yang sangat baik tersebut -- berhasil memimpin dan membawakan seluruh film dari awal sampai akhir (Lansbury dengan aktingnya yang superior dan karakterisasinya yang selfish hampir saja mencuri centre-stage dari Taylor!). Di balik ini semua berdiri sutradara Clarence Brown, dengan catatan sukses yang panjang mengarahkan Greta Garbo, mulai dari Flesh and the Devil (1926) sampai Anna Karenuna (1935). Brown juga mengarahkan dua film keluarga yang menjadi klasik, yaitu The Yearling (1946) dan Angels in the Outfield (1951). Beberapa titik lemah dalam film ini adalah kesabaran Revere yang nampak tak terbatas, kesinisan Eugene Loring (jockey Taski) yang nampak berlebihan, dan akhir film dimana Rooney membiarkan Taylor menjadi jockey -- dengan tujuan menghasilkan akhir yang dramatis -- yang nampak tidak masuk akal. Namun demikian, walaupun dengan happy ending yang terkesan dibuat-2, secara keseluruhan film ini cukup mengesankan. Pada tahun 2003, National Velvet memperoleh tempatnya dalam sejarah perfilman sebagai karya yang "culturally, historically and aesthetically significant" (United States National Film Registry).

*) Angela Lansbury mungkin lebih dikenal oleh penonton jaman sekarang dalam perannya sebagai Jessica Fletcher dalam serial TV "Murder, She Wrote". Miss Lansbury masih aktif berakting sampai resensi ini ditulis.

Cerita (***)
Screenplay (***1/2)
Karakter (***1/2)
Akting (***1/2)

Keseluruhan: ***1/2/4

National Velvet dapat anda temukan di eBay.com

Thursday 22 September 2011

Red

Resensi Film: Red (*1/2/4)

Tahun Keluar: 2010
Negara Asal: USA
Sutradara: Robert Schwentke
Cast: Bruce Willis, Mary-Louise Parker, Morgan Freeman, Helen Mirren, John Malkovich

Plot: Sekelompok pensiunan agen CIA terpaksa beraksi lagi untuk menumpas pihak yang ingin melenyapkan mereka dan sekaligus membongkar rahasia masa lalu (IMDb).

Cerita spionase dengan plot yang formulaic ini didukung oleh cast berbintang yang, kecuali Mary-Louise Parker, semuanya sangat berpengalaman dan ... setengah baya. Namun demikian, catatan sukses yang panjang dari mereka: Bruce Willis, Morgan Freeman, Helen Mirren, John Malkovich, Richard Dreyfuss, dan Ernest Borgnine (!) -- bintang dari tahun 1950-an, yang berusia 93 tahun ketika membuat film ini (!), tetap tidak mampu mengangkat film ini secara keseluruhan dari tipisnya plot yang ada. Hasilnya adalah film yang tidak koheren dari awal sampai akhir. Yang paling terasa adalah cast-nya nampak sekali tidak menjiwai peran-2 yang mereka mainkan -- bagaikan mendengarkan group musik pop dari tahun 1960-an yang terpaksa manggung lagi menyanyikan lagu-2 pop masa kini, untuk menarik minat pendengar musik pop masa kini, tetapi mereka tampil serba canggung.

Cerita (*1/2)
Screenplay (**)
Karakter (*1/2)
Akting (**)

Keseluruhan: *1/2/4

Red dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday 21 September 2011

Jezebel

Resensi Film: Jezebel (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1938
Negara Asal: USA
Sutradara: William Wyler
Cast: Bette Davis, Henry Fonda, George Brent

Plot: Pada jaman Antebellum*) di negara bagian Louisiana, AS, seorang wanita muda berusaha memberontak dari tradisi pada jamannya, dan akhirnya harus kehilangan pria yang dia cintai (IMDb).

Adaptasi dari teater dengan judul yang sama karya Owen Davis, Sr., Jezebel mempunyai plot yang mirip dengan Gone with the Wind (1939). Karakter-2 dalam dua film ini sama-2 berasal dari daerah selatan. Kisah cinta segitiganya juga mirip, dalam Jezebel -- Julie (Bette Davis), Preston (Henry Fonda), dan Buck (George Brent), dalam Gone with the Wind -- Scarlett, Ashley, dan Rhett. Krisisnya juga mirip, dalam Jezebel -- demam kuning (yellow fever), dalam Gone with the Wind -- perang sipil. Akhirnya juga mirip, sama-2 open ending ... mengejutkan, sekaligus menghantui. Meskipun cerita/filmnya diterbitkan/dikeluarkan terlebih dahulu, Jezebel tidak dapat mengalahkan popularitas Gone with the Wind yang didukung oleh cerita yang lebih kaya, karakter-2 yang lebih kompleks, setting produksi yang lebih mahal, dan publisitas yang lebih luas. Mempertimbangkan hal tersebut, beruntung sekali Jezebel dikeluarkan terlebih dahulu. Dan meskipun tidak se-extravagant Gone with the Wind, Jezebel mempunyai cast yang tidak kalah bobotnya dengan cast dalam Gone with the Wind. Bette Davis aktingnya sangat mengesankan sebagai Julie yang keras kepala, dan ketika karakternya berubah drastis -- ketika dia menyadari "harga" yang harus dia bayar, transformasinya juga meyakinkan. Untuk Henry Fonda, penampilannya dalam film ini adalah langkah penting untuk kariernya -- karakter yang dia mainkan, Preston, mencerminkan integritas yang sama yang di kemudian hari menjadi karakteristik dari penampilan Fonda. Jezebel menghasilkan trophy Oscar untuk Davis (aktres terbaik) dan Fay Bainter (aktres pendukung terbaik), dan nominasi Oscar untuk Warner Bros (film terbaik), Max Steiner (musical score terbaik), dan Ernest Haller (cinematography terbaik).

*) periode tahun 1789 sampai tahun 1849

Cerita (***)
Screenplay (***1/2)
Karakter (***1/2)
Akting (****)

Keseluruhan: ***1/2/4

Jezebel dapat anda temukan di eBay.com

Lifeboat

Resensi Film: Lifeboat (****/4)

Tahun Keluar: 1944
Negara Asal: USA
Sutradara: Alfred Hitchcock
Cast: Tallulah Bankhead, William Bendix, Walter Slezak, Mary Anderson, John Hodiak, Henry Hull, Heather Angel, Hume Cronyn, Canada Lee

Plot: Setelah kapal-2 perang mereka saling menenggelamkan di lautan Atlantik, sekelompok survivor dari pihak sekutu terapung di sebuah kapal penyelamat bersama dengan satu survivor dari pihak Jerman (IMDb).

Dibuat ketika Perang Dunia ke 2 sedang berkecamuk, sama seperti Foreign Correspondent (1940) dan Saboteur (1942), Lifeboat adalah film propaganda perang. Mengapa Alfred Hitchcock tertarik membuat film ini? Dia pernah berkata:
Kami *) ingin menunjukkan bahwa pada saat itu ada dua kekuatan besar yang saling berhadapan: demokrasi dan Nazi, dan sementara pihak sekutu tidak bersatu dan tidak terorganisir, pihak Jerman seluruhnya secara jelas menuju ke arah yang sama.
*) Hitchcock dan penulis script, Jo Swerling

Adaptasi dari novel pendek karya pemenang Nobel untuk sastra, John Steinbeck, Hitchcock dan Swerling menulis ulang cerita aslinya, sedemikian rupa sehingga pesan tersebut tercermin dalam filmnya. Hasilnya, karakter-2 dari pihak sekutu -- Connie, Kovac, Sparks, Ritt, Gus, Alice, Joe, dan Nyonya Higley -- nampak lemah dan kurang pandai (mereka sering bertengkar sendiri di antaranya), sedang karakter dari pihak Jerman -- Willy -- nampak kuat dan lebih pandai (walaupun sendirian, dia diam-2 menyusun rencana dan menjaga kekuatan fisiknya). Ketika film ini dikeluarkan, penonton dan para kritikus film tidak menyukainya karena mereka menilai film ini pro-Nazi (gara-2 penggambaran karakter Willy yang simpatik). Seandainya pesan tersebut disampaikan beberapa tahun sebelumnya, metafora ini mungkin dapat diterima dengan baik oleh penonton, tetapi tidak pada saat itu. Akibatnya, studio 20th Century Fox terpaksa membatasi publisitas film ini ke tingkat minimum, dengan demikian mengurangi kesuksesan film ini di box-office. John Steinbeck, yang saat itu dianggap sebagai penulis radikal dengan karya-2nya seperti "The Grapes of Wrath" dan "In Dubious Battle", juga terpaksa menjauhkan diri dari film ini (meminta namanya tidak disebutkan dalam film ini) -- dan novel pendeknya tidak pernah diterbitkan. Akibatnya, Lifeboat menjadi karya Hitchcock yang paling terlupakan.

Bersetting di sebuah kapal penyelamat yang kecil, Lifeboat dimulai segera setelah kapal-2 perang sekutu dan Jerman saling menenggelamkan di lautan Atlantik, dengan Tallulah Bankhead, sebagai penulis dan fotografer Constance "Connie" Porter, duduk sendirian di dalam kapal penyelamat sementara puing-2 dari kapal-2 tersebut berserakan di laut. Beberapa saat kemudian, beberapa survivor dari kapal perang sekutu bergabung dengan Connie dalam kapal penyelamat -- secara berurutan mereka adalah Kovak (John Hodiak), Sparks (Hume Cronyn), Ritt (Henry Hull), Gus (William Bendix), Alice (Mary Anderson), Joe (Canada Lee), Nyonya Higley (Heather Angel), dan bayinya -- yang sudah mati ketika dinaikkan ke dalam kapal penyelamat. Survivor terakhir yang bergabung dalam kapal penyelamat adalah Willy (Walter Slezak), yang mengaku sebagai crew kapal perang Jerman dan tidak bisa berbahasa Inggris. Kedatangan Willy menimbulkan perdebatan sengit di antara mereka, dengan Kovak menginginkan Willy dilempar saja ke laut dan dibiarkan tenggelam. Tetapi kepala dingin akhirnya menang, dengan Connie, Sparks, dan Ritt berargumen bahwa Willy adalah tahanan perang, maka dia sepatutnya diperlakukan sebagai tahanan perang. Sementara itu, Nyonya Higley, yang menjadi lupa ingatan gara-2 kematian bayinya, mesti dijerat dengan tali agar tidak melukai dirinya sendiri. Tetapi segera setelah para penumpang yang lain tertidur, dia menceburkan dirinya ke laut dan tenggelam.

Tallulah Bankhead & John Hodiak
Cerita kemudian bergulir mengikuti perjalanan para penumpang yang lain. Ritt, seorang businessman, menempatkan dirinya sebagai pemimpin: membagi tugas di antara para penumpang dan mengatur jatah makan dan minum; tetapi dia kekurangan keahlian dalam berlayar, sehingga mesti bergantung pada yang lain untuk mencapai keputusan untuk menuju Bermuda. Ketika mereka berdebat tentang arah mata angin, Willy ketahuan bahwa dia adalah kapten kapal perang Jerman, bukan sekedar crew seperti yang dia claim sebelumnya. Willy mengatakan arah yang mereka pilih salah, tetapi tidak ada seorangpun yang percaya padanya. Ketegangan di antara para penumpang meningkat ketika Alice, yang merawat luka di kaki Gus, mengatakan bahwa luka tersebut telah berubah menjadi gangren dan kaki Gus perlu diamputasi. Willy mengatakan bahwa dia adalah dokter dan menawarkan jasanya untuk mengamputasi kaki Gus. Setelah melalui perang urat syaraf antara Gus dan para penumpang yang lain, Gus akhirnya bersedia kakinya diamputasi. Operasi tersebut membutuhkan kerja sama dari seluruh penumpang, meninggalkan Sparks sendirian di kendali kapal di tengah lautan yang berbadai.

Walter Slezak
Beberapa hari kemudian, ketegangan di antara para penumpang memuncak ketika Willy ketahuan menyembunyikan kompas. Situasi berubah menjadi semakin buruk ketika badai menerjang dan menghanyutkan jatah makan dan minum mereka -- pada saat inilah Willy ketahuan bahwa dia bisa berbahasa Inggris. Kovac mengambil alih kepemimpinan dari Ritt, tetapi Willy menyepelekan otoritasnya. Setelah serangan badai tersebut dan sedemikian lama mengarah ke arah yang salah, kesempatan mereka mencapai Bermuda menjadi semakin tipis. Dengan jatah makan dan minum yang hampir tidak ada, mereka akhirnya setuju dengan Willy untuk mengarahkan kapal penyelamat ke kapal supply Jerman. Sekarang bebas berbicara dalam bahasa Inggris, Willy mulai memanipulasi para penumpang yang lain: mengamati dan tersenyum ketika mereka bertengkar sendiri di antaranya. Sementara para penumpang yang lain teler kecapekan di bawah terik matahari, Willy dengan tenangnya mendayung terus kapal penyelamat tersebut. Hanya Gus, yang setengah berhalusinasi dan terlalu lemah membangunkan para penumpang yang lain, menangkap basah Willy minum dari botol berisi air. Willy mendorong Gus jatuh ke laut dan membiarkan dirinya tenggelam.

Ketika para penumpang yang lain bangun dari tidurnya dan menemukan Gus hilang, mereka akhirnya mengetahui bahwa Willy telah membunuh Gus. Willy kemudian juga mengaku dengan tenang dan dingin bahwa dia menyembunyikan tablet makanan dan vitamin untuk menjaga kekuatan fisiknya. Melihat ketenangan dan kedinginan Willy berbicara, para penumpang yang lain akhirnya meledak kemarahannya dan menggeroyok Willy -- melemparnya ke laut dan memukulinya dengan sepatu boot Gus untuk mencegahnya masuk kembali ke dalam kapal penyelamat. Beberapa saat kemudian, kapal penyelamat tersebut akhirnya dilihat oleh kapal supply Jerman. Tetapi sebelum mereka sempat diambil, kapal supply Jerman tersebut diserang dan ditenggelamkan oleh kapal sekutu yang berada di dekat perairan itu. Ketika menunggu kapal sekutu tiba, sepasang tangan menggapai masuk ke dalam kapal penyelamat mereka ... seorang pelaut Jerman dari kapal supply Jerman yang tenggelam tersebut. Segera setelah dia masuk ke dalam kapal penyelamat, dia menodongkan pistol ke arah mereka -- tetapi berhasil dilumpuhkan oleh Joe. Film berakhir dengan para penumpang berdebat sengit lagi apakah pelaut Jerman itu sebaiknya dilempar saja ke laut atau dibiarkan tinggal di dalam kapal penyelamat mereka??? :-)

Selama kariernya Hitchcock senang menempatkan dirinya dalam tantangan-2 teknis yang pelik, dan dengan menerima tantangan-2 tersebut dia memperluaskan batas-2 tentang apa yang dapat dilakukan dalam film. Lifeboat adalah hasil dari salah satu dari tantangan-2 tersebut dan mungkin karyanya yang paling berani. Dengan perencanaan dan storyboarding yang ekstensif, seluruh film dishot di dalam studio yang kecil, yang terdiri dari tangki berisi air dan kapal penyelamat. Kenyataan bahwa film ini mampu bertahan sampai saat ini adalah bukti dari inovasi dan keahlian teknisnya. Lifeboat adalah film pertama Hitchcock yang menggunakan konsep setting terbatas -- yang lainnya adalah Rope (1948), Dial M for Murder (1954), dan Rear Window (1954). Lifeboat juga merupakan karya Hitchcock yang unik karena tidak menggunakan musical score selama film berlangsung, kecuali pada pembuka dan penutup film saja. Dengan berjalannya waktu, para kritikus film saat ini mengapresiasi Lifeboat sebagai salah satu dari karya terbaik Hitchcock -- dan menempatkan film ini sebagai film yang wajib ditonton oleh mereka yang ingin menjadi sutradara.

Menghadapi tanggapan-2 negatif yang menilai film ini pro-Nazi (gara-2 penggambaran karakter Willy yang simpatik), Hitchcock menjelaskan:
Saya selalu menghargai karakter musuh; karena itu saya menyusunnya ke dalam karakter yang patut untuk dihormati, sedemikian rupa sehingga karakter hero menjadi lebih dihargai ketika dia mengalahkannya.
Bintang utama Bankhead turun tangan membela Hitchcock dengan mengatakan:
Hitchcock ingin menyampaikan pesan penting. Dia ingin mengatakan bahwa anda tidak dapat mempercayai musuh ... dalam Lifeboat, anda dapat dengan jelas melihat bahwa anda tidak dapat mempercayai Nazi, tidak peduli seberapa manis dia nampak.
Kritik yang lain adalah tentang karakter kulit hitam Joe yang terkesan stereotypical. Kritikan ini ada benarnya, karena dibandingkan dengan karakter-2 yang lain, karakter Joe kurang mendapat tempat dan bagian dalam cerita yang ada.

Dengan script yang rapi dan ketat, dialog-2 yang tajam (dibumbui dengan humor-2 gelap gaya Hitchcock), arahan yang imajinatif, dan penampilan dari seluruh anggota cast yang mengesankan, Lifeboat adalah studi tingkah laku manusia yang outstanding yang melampaui batas-2 tujuan awalnya (propaganda): mereka mula-2 bersikap positif, kooperatif, dan optimis, tetapi kemudian sedikit demi sedikit jatuh ke dalam keputusasaan, kehausan, dan frustrasi; latar belakang masing-2 karakter diperiksa; perbedaan ras, agama, gender, status sosial, dan kebangsaan muncul ke permukaan. Apa yang kita saksikan adalah mikrokosmos dari sekumpulan manusia yang menarik, sekaligus mengkhawatirkan, dimana kasih sayang timbul dan kebencian tumbuh, dimana hasil akhirnya jauh dari pasti. Juga ditampilkan, kesederhanaan dari kejahatan, tema favorit Hitchcock: pelaut Jerman yang tenang dan simpatik ternyata adalah orang jahat yang mampu membunuh sesamanya semudah dia membunuh serangga; tetapi ketika situasi dibalik, ketika dia dikeroyok rame-2, cara mereka yang brutal juga sama-2 mengerikannya.

Menerima nominasi Academy Award untuk:
  • Best Cinematography, Black-and-White (Glen MacWilliams)
  • Best Director (Alfred Hitchcock)
  • Best Writing, Original Story (John Steinbeck)

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Lifeboat dapat anda temukan di eBay.com

Thursday 15 September 2011

Prizzi's Honor

Resensi Film: Prizzi's Honor (***/4)

Tahun Keluar: 1985
Negara Asal: USA
Sutradara: John Huston
Cast: Jack Nicholson, Kathleen Turner, Robert Loggia, Anjelica Huston

Plot: Sepasang pembunuh bayaran menemukan mereka dibayar untuk membunuh pasangannya (IMDb).

Prizzi's Honor adalah hybrid antara film mafia/gangster dan film komedi -- dua cara untuk menikmatinya: sebagai film mafia, atau sebagai film komedi. Kalau kita melihatnya sebagai film mafia dan mengharapkan efek grotesque (mengerikan) yang sama seperti The Godfather (1972), kita mungkin akan kecewa karena komedi yang ada sedikit banyak melunturkan efek tersebut. Kalau kita melihatnya sebagai film komedi dan membandingkannya dengan remake-nya, Mr. and Mrs. Smith (2005), kita mungkin dapat mengapresiasi film ini dengan lebih baik karena pengarahan, script dan penampilan cast-nya cukup mengesankan. Jack Nicholson saat itu sedang berada di puncak kariernya, demikian juga dengan Kathleen Turner, yang meraih ketenarannya melalui peran sexy-nya di Body Heat (1981) dan peran komedinya di Romancing the Stone (1984). Nicholson memainkan perannya dengan sedikit subdue (membatasi dan mengontrol), sedang Turner betul-2 menikmati perannya sebagai Irene Walker yang menggoda. Tetapi Anjelica Huston-lah yang berhasil mencuri perhatian penonton dengan peran pendukungnya sebagai anak bos mafia dengan agenda terselubungnya sendiri. Cerita bergulir dengan segala twist dan turn-nya secara mulus dan penonton berhasil dibuat menebak-2 terus sampai scene paling akhir -- siapa yang bakal keluar sebagai "pemenang" dari perseteruan dalam keluarga mafia ini. Secara keseluruhan, Prizzi's Honor terkesan dated (terpengaruh oleh perubahan jaman), tetapi kalau kita dapat menerima kekurangan ini, kita dapat menikmati film ini.

Cerita (***)
Screenplay (***1/2)
Karakter (***)
Akting (***1/2)

Keseluruhan: ***/4

Prizzi's Honor dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday 14 September 2011

The Innocents

Resensi Film: The Innocents (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1961
Negara Asal: USA, UK
Sutradara: Jack Clayton
Cast: Deborah Kerr, Peter Wyngarde, Megs Jenkins, Michael Redgrave

Plot: Seorang pengasuh anak menemukan bahwa anak-2 asuhnya kerasukan roh halus (IMDb).

Adaptasi dari novel pendek berjudul "The Turn of the Screw" karya Henry James, film thriller ini lebih banyak mengarahkan elemen-2 horor yang ada ke sisi psikologi-nya. Dengan William Archibald dan Truman Capote menulis script-nya, kehadiran roh halus tidak pernah dikonfirmasi (atau dibantah), dan kewarasan pemeran utamanya juga tidak pernah dikonfirmasi (atau dibantah) -- apakah Miss Giddens (dimainkan dengan kematangan akting yang tinggi oleh Deborah Kerr) hanya berfantasi saja, apakah anak-2 asuhnya betul-2 kerasukan roh dari bekas pengasuh dan kekasihnya yang sadistis? Semuanya dilihat dari sisi psikologis Miss Giddens. Ketika film berakhir, apakah roh halus tersebut betul-2 ada adalah subyek yang terbuka untuk diperdebatkan -- all in all, film ini adalah tentang corruption dan perversion; terbalik dari judul yang ada, tidak ada yang "Innocents" dalam film ini, yang ada hanya facade (topeng) dari "Innocents" tersebut ... tetapi, apa yang terjadi sesungguhnya??? Daripada melalui kejutan, film ini mencapai efek optimalnya melalui penyinaran, musik dan pengarahan yang efektif. Dengan setting bergaya gothic, penggunaan fokus yang dalam dan penyinaran yang berani, dan sekaligus minimal, berhasil menciptakan atmosfir yang misterius. Kecuali untuk pemeran-2 dewasa, untuk pemeran-2 anak-2 (Martin Stephens dan Pamela Franklin), untuk memastikan akting yang natural, selama shooting mereka tidak diberitahu elemen-2 horor yang ada dalam cerita ini.

Cerita (***)
Screenplay (****)
Karakter (***1/2)
Akting (***1/2)

Keseluruhan: ***1/2/4

The Innocents dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday 13 September 2011

Bringing Up Baby

Resensi Film: Bringing Up Baby (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1938
Negara Asal: USA
Sutradara: Howard Hawks
Cast: Katharine Hepburn, Cary Grant

Plot: Seorang paleontologist yang culun dikejar cewek yang punya banyak akal untuk menjebak dirinya masuk ke dalam perangkapnya (IMDb).

Ada film-2 yang lebih maju dari jamannya, Bringing Up Baby adalah satu di antaranya. Ketika film ini keluar pada tahun 1938, film ini gagal di box-office (tidak berhasil meraup jumlah penjualan tiket yang diharapkan): topik tentang wanita yang mengetahui apa yang dia inginkan dan berusaha mewujudkan keinginannya itu terasa bertentangan dengan tradisi yang ada saat itu. Sutradara Howard Hawks dipecat dari studio RKO dan Katharine Hepburn dinobatkan sebagai "racun box-office" -- bersama dengan Joan Crawford, Fred Astaire, dan Marlene Dietrich -- oleh jaringan bioskop di Amerika. Tetapi dengan berjalannya waktu, dengan berubahnya tradisi, penonton sedikit demi sedikit dapat memahami topik yang ada dalam film ini. Film komedi romantis ini dibintangi oleh dua bintang legendaris: Katharine Hepburn, yang dengan sangat mulus memainkan perannya sebagai Susan Vance, wanita yang mengetahui apa yang dia inginkan dan mempunyai segudang trik untuk menjebak mangsanya masuk ke dalam perangkapnya; dan Cary Grant, yang dengan sangat kocak memainkan perannya sebagai Dr. David Huxley, paleontologist yang culun yang semakin dia berusaha melepaskan diri dari Susan, semakin dia terjebak masuk ke dalam perangkapnya. Hepburn dan Grant mempunyai chemistry yang pas di antara keduanya. Cast pendukung, termasuk leopard "Baby" yang namanya menjadi bagian dari judul film ini dan anjing George -- anjing aktor yang tampil dalam lusinan film pada tahun 1930-an, masing-2 memberikan penampilan yang mengesankan. Penempatan waktu dari komedi yang ada juga terasa pas. Segala twist dan turn yang ada, walaupun penonton menyadari semua ini akal-2an saja, terasa mengalir secara mulus ... dan segala loose knot yang ada di akhir film berhasil "ditalikan" kembali dengan rapi. Pada tahun 1990, Bringing Up Baby memperoleh tempatnya dalam sejarah perfilman sebagai karya yang "culturally, historically and aesthetically significant" (United States National Film Registry).

Cerita (***1/2)
Screenplay (****)
Karakter (***1/2)
Akting (***1/2)

Keseluruhan: ***1/2/4

Bringing Up Baby dapat anda temukan di eBay.com

Friday 9 September 2011

Ivanhoe

Resensi Film: Ivanhoe (***/4)

Tahun Keluar: 1952
Negara Asal: USA
Sutradara: Richard Thorpe
Cast: Robert Taylor, Elizabeth Taylor, Joan Fontaine, George Sanders

Plot: Sepulangnya dari perang salib, Ivanhoe menemukan Inggris dikuasai oleh Pangeran John yang korup. Bergabung dengan Robin dari Locksley (Robin Hood), Ivanhoe berusaha mengumpulkan uang untuk menebus Raja Richard Berhati Singa yang ditahan di Austria, agar dia dapat kembali ke Inggris (IMDb).

Cerita klasik karya Sir Walter Scott ini mengingatkan kita pada buku cerita di masa kecil dimana imajinasi kita ikut terbawa dalam petualangan Ivanhoe. Baru setelah dewasa kita menyadari betapa kaya dan indahnya cerita karya Scott ini kalau dibandingkan dengan legenda Robin Hood. Sayang sekali, film ini tidak mempunyai anggaran yang besar sehingga setting produksinya tidak seindah film tentang Robin Hood yang diproduksi sebelumnya, The Adventures of Robin Hood (1938). Selain itu, film ini tidak memasukkan semua plot dari cerita aslinya, misalnya: tidak menyertakan karakter-2 Aethelstane, Lucas Beaumanoir, dan Gurth; tidak menampilkan keterlibatan pasukan perang salib; juga tidak menampilkan keterlibatan Raja Richard sampai scene terakhir. Namun demikian, dengan script yang rapi dan ketat, dan penampilan aktor-2 dengan nama dan kharisma yang besar, secara keseluruhan film ini sangat menghibur -- khususnya untuk para penggemar novel klasik Ivanhoe.

Cerita (***1/2)
Screenplay (***)
Karakter (***)
Akting (***)

Keseluruhan: ***/4

Ivanhoe dapat anda temukan di eBay.com

Thursday 8 September 2011

Shadow of a Doubt

Resensi Film: Shadow of a Doubt (****/4)

Tahun Keluar: 1943
Negara Asal: USA
Sutradara: Alfred Hitchcock
Cast: Teresa Wright, Joseph Cotten, Macdonald Carey, Patricia Collinge, Henry Travers

Plot: Seorang wanita muda menemukan bahwa paman tercintanya ternyata adalah seorang pembunuh berantai (IMDb).

Alfred Hitchcock pernah berkata:
Pada dasarnya, orang jahat tidak seluruhnya hitam, dan orang baik tidak seluruhnya putih -- ada abu-2 dimana-2.

Di luar dugaan mayoritas penggemar Hitchcock, menurut biografinya, Shadow of a Doubt adalah film favorit Hitchcock -- melebihi film-2nya yang lain, yang lebih terkenal secara popularitas dan lebih sukses secara komersial, misalnya Strangers on a Train (1951), Rear Window (1954), North by Northwest (1959), atau Psycho (1960) -- untuk alasan-2 yang dapat dimengerti ...

Apa alasan-2 tersebut?

Cerita thriller psikologis tentang konflik antara baik dan buruk, antara terang dan gelap ini dimulai dengan Charlie Oakley (Joseph Cotten) berbaring di tempat tidur di sebuah flat di New Jersey, memikirkan langkah selanjutnya setelah membunuh tiga janda kaya dan merampok kekayaannya. Untuk menghilangkan jejak, Charlie memutuskan pergi ke California, mengunjungi kakak perempuan dan keluarganya. Sementara itu di seberang benua di sebelah barat, seorang wanita muda, Charlotte 'Charlie' Newton (Teresa Wright), juga berbaring di tempat tidur di rumahnya di Santa Rosa, memikirkan betapa membosankan hidup orangtua dan keluarganya ... setiap hari selalu sama ... tidak ada kejadian menarik, tidak ada perubahan apapun. Charlie tiba-2 teringat pada paman tercintanya, Charlie -- dimana dia mendapatkan namanya, yang tinggal di seberang benua di sebelah timur. Ketika Charlie akan mengirim telegram ke pamannya, dia mendapat kabar bahwa pamannya akan datang ke Santa Rosa. Begitu terkesima dengan coincidence ini, Charlie yakin bahwa pamannya adalah orang yang bakal "menyelamatkan" keluarganya (dari rutinitas yang membosankan).

Joseph Cotten & Teresa Wright
Sehari setelah Charlie menyambut kedatangan pamannya, dua pria muncul di rumahnya mengaku sebagai jurnalis Jack Graham (Macdonald Carey) dan fotografer Fred Saunders (Wallace Ford) yang sedang melakukan survey tentang "average American family". Berusaha mewawancarai seluruh anggota keluarga, paman Charlie menolak mentah-2 ambil bagian dalam survey tersebut. Beberapa saat kemudian, salah satu dari dua pria tersebut mengajak Charlie keluar dan memberitahu Charlie identitas dan maksud dia sesungguhnya, yaitu dia adalah detektif yang sedang mengintai paman Charlie, yang merupakan salah satu dari dua tersangka yang dicurigai sebagai pembunuh berantai -- yang mendapat julukan "Merry Widow Murderer", dengan modus operandi menggaet janda kaya untuk kemudian dibunuh dan dirampok kekayaannya. Marah karena merasa dikelabui dan kaget mendengar berita tersebut, Charlie mula-2 menolak mempertimbangkan kemungkinan pamannya adalah pembunuh berantai, tetapi tidak dapat melepaskan kecurigaan terhadap tingkah-laku aneh pamannya. Charlie kemudian mengkonfirmasi kecurigaan tersebut setelah melihat inisial nama pada cincin yang diberikan pamannya kepadanya ternyata sama dengan inisial nama dari korban terakhir dari pembunuh berantai tersebut.

Kegundahan hati Charlie akhirnya diketahui pamannya ketika pada suatu malam Charlie menghardik pamannya ketika dia dengan sangat emosional mengungkapkan kebenciannya terhadap wanita-2 janda yang kaya-raya, dengan menyebut mereka sebagai "binatang gemuk yang pantas untuk disembelih". Tanpa diketahui orangtua Charlie, pamannya mengkonfrontasi Charlie dan mengakui bahwa memang betul dirinya adalah pembunuh berantai yang sedang dicari oleh polisi. Pamannya memohon pada Charlie untuk tutup mulut. Charlie setuju, tetapi pamannya harus pergi dari rumahnya, untuk menghindari skandal yang dapat menghancurkan keluarganya, khususnya ibunya, yang sangat mencintai adik laki-2nya.

Beberapa hari kemudian, datang berita yang mengatakan bahwa orang lain yang juga dicurigai sebagai pembunuh berantai mati terbunuh ketika melarikan diri dari kejaran polisi dan orang tersebut dinyatakan sebagai pembunuh berantai tersebut. Mendengar berita tersebut, paman Charlie tersenyum lega dan memutuskan untuk tinggal lebih lama di rumah Charlie ... tetapi dia kemudian menyadari bahwa Charlie masih mengetahui rahasianya. Segera setelahnya, Charlie mengalami serangkaian "kecelakaan": jatuh terjerembab di atas tangga, terkunci di dalam garasi dengan mesin mobil menyala dan menyemburkan asap beracun ... dan cincin yang diberikan pamannya kepadanya tiba-2 hilang! Yakin ini semua adalah perbuatan pamannya, Charlie menggeledah kamar pamannya dan berhasil menemukan cincin tersebut -- cincin yang membuktikan bahwa pamannya adalah pembunuh berantai! Charlie bermaksud menggunakan cincin tersebut untuk mengusir pamannya. Tetapi sebelum Charlie sempat melaksanakan niat tersebut, pamannya langsung pamit pada kakak perempuannya, dengan alasan bahwa dia harus pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Keesokan harinya, Charlie sekeluarga pergi mengantar paman Charlie ke stasiun kereta api -- Charlie dan dua adiknya mengantar sampai ke dalam gerbong. Ketika kereta akan berangkat, dua adiknya turun dari kereta; tetapi ketika Charlie akan turun, paman Charlie menghalangi Charlie ... dan ketika kereta mulai bergerak dan bergerak lebih cepat, paman Charlie menyeret Charlie ke pinggir pintu kereta ...

Shadow of a Doubt dikategorikan sebagai film Hitchcock pertama yang "betul-2 Amerika" -- Rebecca (1940) bersetting di Inggris, Foreign Correspondent (1940) bersetting di Eropa, Mr. and Mrs. Smith (1941) tidak secara khusus menunjukkan keamerikaannya, Suspicion (1941) kembali bersetiing di Inggris, Saboteur (1942) walaupun secara jelas bersetting di Amerika, Hitchcock terasa hanya "mengamati" Amerika saja. Dalam Shadow of a Doubt, Hitchcock terasa betul-2 "at home" dengan Amerika -- negeri barunya, dan ini tercermin dari dosis realisme dalam film ini: ceritanya terjadi pada "average American family" (keluarga middle-class) dan settingnya berada di "average American city" (Santa Rosa). Dosis realisme yang tinggi ini adalah medium favorit Hitchcock untuk menyampaikan topik favoritnya, yaitu: kejahatan dapat terjadi di mana saja, termasuk di tempat yang paling kita kenal, misalnya rumah; kejahatan dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh orang yang paling kita anggap baik ...

Shadow of a Doubt ditandai dengan kebebasan kreativitas Hitchcock sebagai sutradara. Dengan produser yang tidak bossy (Jack H. Skirball), Hitchcock berhasil mengumpulkan crew dan cast yang secara optimal dapat bekerja sama dengan dirinya. Thornton Wilder, novelis pemenang penghargaan Pulitzer, menulis script untuk film ini. Alma Reville, istri Hitchcock -- sekaligus partner kerja Hitchcock yang paling memahami visinya, membantu "menghaluskan" script tersebut. Khusus untuk dialog anak-2, Hitchcock memasukkan Sally Benson, yang terkenal dengan karyanya yang kemudian difilmkan dengan judul yang sama, Meet Me in St. Louis (1944). Selama shooting, untuk scene antara Teresa Wright dan Macdonald Carey, Hitchcock meminta Patricia Collinge, yang memainkan peran Emma Newton (ibu Charlie, kakak perempuan paman Charlie), menulis dialog romans untuk mereka. Collinge adalah penulis cerita pendek untuk majalah The New Yorker dan majalah The New York Times Book Review. Hasilnya adalah script yang terkonstruksi dengan sangat baik.

Dengan dosis realisme yang tinggi tersebut, Shadow of a Doubt juga ditandai dengan pemilihan cast yang tidak glamorous, namun demikian mereka adalah pemain-2 yang sangat mumpuni. Teresa Wright, walaupun jauh dari apa yang dikenal dengan sebutan "Hitchcock's woman" -- glamorous, dingin dan pirang, berhasil memainkan perannya dengan penghayatan yang dalam. Joseph Cotten, walaupun tidak mempunyai kharisma sebesar Cary Grant, berhasil menangkap esensi pribadi ganda dari peran yang dia mainkan: hangat dan sekaligus mengancam. Patricia Collinge berhasil meyakinkan penonton sebagai istri dan ibu rumah tangga, yang saking terbenamnya dalam rutinitas rumah tangga, sama sekali tidak melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan adik laki-2nya (karakternya konon diciptakan berdasarkan ibunya Hitchcock). Sedang Henry Travers dan Hume Cronyn berhasil menyediakan peran pendukung yang kocak à la Hitchcock dengan humor-2 gelap mereka. Kalau cast dengan nama besar sering mempunyai ego yang besar, sehingga mereka sering bersaing di antara mereka sendiri, hal tersebut tidak terjadi selama shooting film ini. Teresa Wright pernah berkata, dialog romans antara dirinya dan Carey mula-2 lebih intens daripada yang kita lihat dalam hasil akhir film ini; tetapi dia mengusulkan pada Hitchcock untuk mengurangi intensitas tersebut agar plot cerita tetap terpusat pada plot utama, dan Hitchcock setuju. Patricia Hitchcock, anak perempuan Hitchcock, juga ambil bagian selama shooting, yaitu sebagai pelatih dialog untuk Edna May Wonacott (adik perempuan Charlie), yang menyediakan peran pendukung yang meyakinkan sebagai anak perempuan à la Hitchcock -- brainy dan intelligent, yang dari sejak awal tidak percaya dengan pamannya ... :-) Dengan set yang menyenangkan, sebagian besar dari mereka setelah shooting selesai tetap menjadi teman keluarga Hitchcock.

Mempertimbangkan semua faktor di atas, Shadow of a Doubt adalah quintessential Hitchcock! Semua elemen yang membuat sebuah film Hitchcock betul-2 Hitchcock ada di dalamnya: kreativitasnya, ceritanya, dan settingnya. Kekuatan terbesar film ini mungkin terletak pada suspense yang terjadi ketika bahaya yang ada akhirnya terwujud ketika film hampir berakhir. Dapat dimengerti mengapa Shadow of a Doubt adalah film favorit Hitchcock.

Menerima nominasi Academy Award untuk:
  • Best Writing, Original Story (Gordon McDonell)

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Shadow of a Doubt dapat anda temukan di eBay.com

Sunday 4 September 2011

Grand Hotel

Resensi Film: Grand Hotel (****/4)

Tahun Keluar: 1932
Negara Asal: USA
Sutradara: Edmund Goulding
Cast: Greta Garbo, John Barrymore, Joan Crawford, Wallace Beery, Lionel Barrymore, Lewis Stone, Jean Hersholt

Plot: Seorang tamu di Grand Hotel, Berlin, Dr. Otternschlag, berkata, "Grand Hotel ... Orang datang dan pergi -- tidak pernah terjadi apa-2." Komentarnya ini ternyata adalah ironi; karena ternyata terjadi banyak peristiwa, dari romans ke pencurian ke pembunuhan (IMDb).

Adaptasi dari novel berjudul Menschen im Hotel (People in a Hotel) karya Vicki Baum, Grand Hotel adalah cermin menarik dari hari-2 terakhir di Jerman sebelum kebangkitan Adolf Hitler dan Partai Nazi pada tahun 1933. Bersetting pada masa Great Depression, sementara sebagian orang berhasil berpegang pada sisa kekayaannya dan tinggal di Grand Hotel -- yang merupakan hotel paling tersohor dan mewah di Berlin, fim ini dengan sangat baik menunjukkan keputusasaan yang "menjalar" di bawahnya. Sutradara Edmund Goulding mengarahkan film ini dengan kecepatan yang tinggi, dimulai dengan sequence pembuka yang memperkenalkan karakter-2 utamanya secara singkat tetapi mendalam, yaitu:
  • Senf (Jean Hersholt) -- kepala porter, yang menunggu berita tentang istrinya yang akan melahirkan
  • Otto Kringelein (Lionel Barrymore) -- pegawai pembukuan, yang didiagnosis dengan penyakit terminal, yang keluar dari pekerjaannya untuk menikmati hari-2 terakhirnya
  • Preysing (Wallace Beery) -- industrialis kikir, hampir bangkrut, yang tinggal di hotel untuk melakukan negosiasi bisnis dengan client penting
  • Suzette (Rafaela Ottiano) -- pembantu prima-ballerina Rusia di masa senja kariernya, Grusinskaya (Greta Garbo), yang mengungkapkan kekhawatiran tentang majikannya
  • Baron Felix von Geigern (John Barrymore), aristokrat, sekarang hidup dalam kemiskinan terselubung, yang membutuhkan uang untuk membayar hutang, yang merencanakan mencuri perhiasan dari ballerina tersebut 
  • Dr. Otternschlag (Lewis Stone), veteran Perang Dunia Pertama dengan wajah bopeng, yang berjalan mondar-mandir di lobby hotel, mengamati kejadian di sekitarnya, sambil berkata ke dirinya sendiri "Grand Hotel ... People coming, going. Nothing ever happens."
Satu-2nya karakter utama yang tidak diperkenalkan dalam sequence pembuka adalah Flaemmchen (Joan Crawford), sekretaris muda dan cantik, yang bersedia melakukan apa saja, apa saja!, untuk mendapatkan uang. Namanya tertera nomor tiga setelah Garbo dan Barrymore (John), Crawford muncul beberapa menit setelah film dimulai dan keberadannya kontinyu terus sampai sebelum film berakhir; sedang Garbo tidak tampil sampai 20 menit setelah film dimulai dan menghilang 10 menit sebelum film berakhir. Kenyataannya, Crawford mempunyai screen time paling banyak. Namun demikian, Garbo memainkan karakter yang lebih kompleks. Pada awalnya, dia kesepian dan kelabu. Setelah dia bertemu dengan Barrymore (John), dia berubah menjadi gembira dan penuh tawa. Melihat transformasi ini adalah melihat dua sisi dari Garbo. Antara John dan Lionel, Lionel lebih menunjukkan kepribadiannya pada karakternya (dia mungkin adalah yang paling berbakat dari keluarga Barrymore). Wallace Beery sangat meyakinkan sebagai industrialis Preysing yang kampungan, egois dan jahat. Sementara Lewis Stone, Jean Hersholt dan Rafaela Ottiano semuanya memberikan dukungan yang sempurna.

Gaya Goulding memulai trials and tribulations para tamu di Grand Hotel ini betul-2 mengesankan: dimulai dengan camera shot pada Dr. Otternschlag berkata, "Grand Hotel ... People coming, going. Nothing ever happens" dan scene lobby hotel yang sibuk sementara musik indah Blue Danube karya Johann Strauss melantun merdu di latar belakang, dan diakhiri dengan camera shot yang sama pada Dr. Otternschlag berkata yang sama, "Grand Hotel ... always the same. People come, people go. Nothing ever happens" dan scene lobby hotel yang sama yang sibuk sementara musik indah yang sama melantun merdu di latar belakang. Grand Hotel adalah kemenangan dari pengarahan yang efektif, script yang pandai, dan akting yang mengesankan. Grand Hotel memenangkan Film Terbaik dalam Academy Awards pada tahun 1932.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Grand Hotel dapat anda temukan di eBay.com

Thursday 1 September 2011

Dog Day Afternoon

Resensi Film: Dog Day Afternoon (****/4)

Tahun Keluar: 1975
Negara Asal: USA
Sutradara: Sidney Lumet
Cast: Al Pacino, John Cazale, Charles Durning

Plot: Suatu sore, Sonny dan temannya, Sal, merampok bank -- di luar rencana, situasi memanas menjadi penyanderaan dan mereka terjebak dalam sirkus media (IMDb).

Berdasarkan kisah nyata perampokan bank di Brooklyn, NY yang terjadi tiga tahun sebelumnya, Sidney Lumet mengarahkan film ini dengan dosis realisme yang tinggi -- setting, pengambilan gambar, karakterisasi, dan dialog-2nya terasa sangat riel. Musical score tidak digunakan dalam film ini, menimbulkan kesan dokumenter yang kuat. Dibuat pada jaman dimana generasi muda tidak percaya pada otoritas, Lumet berhasil menampilkan tokoh yang sesungguhnya anti-hero menjadi hero dalam waktu sekejap, dan secepat itu pula (gara-2 media) menjadi bahan cemoohan. Pada saat yang sama, penonton mengalami transisi perasaan: dari antipati, menjadi simpati, menjadi heran, campur aduk ... tetapi akhirnya, crime doesn't pay (kejahatan, apapun alasannya, akan membawa bencana). Film bertumpu pada script yang rapi dan ketat, studi karakter yang detil dan cermat, dan kemampuan akting para pemeran utama dan pendukungnya, khususnya Al Pacino yang memberikan akting terbaiknya sebagai Sonny, dan Chris Sarandon, yang walaupun muncul hanya sebentar, tetapi hampir saja mencuri perhatian, sebagai pacar gay Sonny.

Cerita (***1/2)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Dog Day Afternoon dapat anda temukan di eBay.com