Friday 23 August 2013

The Private Life of Henry VIII, Elizabeth, The Young Victoria, The Queen

Quadruple British Royals!


Amerika sudah melepaskan diri dari Inggris sejak tahun 1776, namun demikian rakyat Amerika terbukti sampai sekarang masih menyimpan fascination (ketertarikan/kekaguman) terhadap tradisi kuno di negeri nenek moyangnya tersebut, salah satu di antaranya adalah Keluarga Kerajaan.

Film-2 tentang Keluarga Kerajaan sering tidak luput masuk dalam daftar nominasi Film Terbaik Oscar. Mereka yang memerankan British Royals juga sering tidak luput masuk dalam daftar nominasi Aktor atau Aktres Terbaik. Maka tidak mengherankan kalau ada banyak pengamat film yang berpendapat bahwa film-2 tentang Keluarga Kerajaan adalah “winning formula” dalam festival film Oscar. It's been proven, again and again.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin memberi introduction kepada 4 film tentang Keluarga Kerajaan, dipilih karena significance dari filmnya dan subyek dari filmnya. Untuk subyek dari film, penulis memilih empat yang paling populer dalam sejarah (paling populer difilmkan), yaitu: Henry VIII, Elizabeth I, Victoria, dan Elizabeth II.

1) The Private Life of Henry VIII (1933)

Sampai saat ini tidak ada aktor yang mampu menandingi akting Charles Laughton sebagai Raja Henry VIII. Mempunyai reputasi buruk sebagai raja dengan enam istri (dua di antaranya dia pancung) dan dua wanita simpanan, Laughton berhasil dengan sangat meyakinkan “menghidupkan” Henry VIII menurut interpretasinya sendiri: mad (edan), rude (kasar), tetapi bukannya tanpa alasan! Ini penting. In fact, alasan tersebut sangat penting, sehingga walaupun edan dan kasar, Laughton berhasil memberi sisi manusiawi (kekocakan) terhadap karakter tersebut dan menarik simpati penonton. Betulkah tingkah laku Raja Henry VIII seperti itu? Tidak ada yang tahu. Tetapi akting Laughton sungguh mengesankan. Film ini masuk nominasi Film Terbaik Oscar dan Charles Laughton memenangkan Aktor Terbaik.

2) Elizabeth (1998)

Di antara empat subyek di atas, cerita seputar Ratu Elizabeth I adalah yang paling banyak difilmkan. Mengapa? Mungkin karena ceritanya paling menarik (baca, paling banyak mengandung konflik). Terpilih sebagai penerus ayahnya, Henry VIII, setelah adik laki-2 satu-2nya mati muda dan kakak perempuannya juga mati muda, Elizabeth I mewarisi kerajaan dengan seabreg masalah: mulai dari upaya pembunuhan terus-2an dari Gereja Katolik di Roma, persekongkolan politik terus-2an dari dalam kerajaan untuk menjatuhkan dirinya, sampai pemilihan jodoh yang selalu berakhir dengan patah hati. Film garapan sutradara kelahiran India, Shekhar Kapur, ini berhasil dengan sangat baik menampilkan semua konflik tersebut, menampilkan transisi Elizabeth I dari lemah pada awalnya sampai formidable (kuat dan disegani oleh musuh-2nya) pada akhirnya, dan menjaga tempo yang tinggi dari awal sampai akhir film. Film ini dan Cate Blanchett masuk nominasi Film Terbaik dan Aktres Terbaik Oscar, dan “unfairly” dikalahkan oleh sesama film dengan setting Inggris kuno, Shakespeare in Love. Judi Dench yang memerankan peran yang sama, Elizabeth I, dalam Shakespeare in Love berhasil menggondol Aktres Pendukung Terbaik. Sayang sekali Shekhar Kapur tidak berhasil mengulangi greget film ini dalam sequelnya, Elizabeth, The Golden Age (2007).

Catatan: Perlu ditengok 2 film dari Bette Davis tentang Ratu Elizabeth I yang berjudul: The Private Lives of Elizabeth and Essex (1939) dan The Virgin Queen (1955). 2 film ini menceritakan masa kejayaan Elizabeth I.

3) The Young Victoria (2009)

Lebih dari 200 tahun kemudian, Victoria tidak lagi mengalami ujian seberat Elizabeth I. Saat itu kepala kerajaan sudah tidak lagi memerintah secara langsung, dengan demikian membebaskan dia dari tugas-2 pelik memerintah. Berbeda dengan para pendahulunya, Victoria terkenal dengan kelembutan dan keharmonisan rumah tangganya. Ketika Albert, suaminya, meninggal dunia, di usia 42 tahun, dia memutuskan berkabung sampai akhir hayatnya di usia 82 tahun. Selain sebagai wanita pertama yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih, Victoria dikenang rakyatnya dengan cintanya yang seumur hidup terhadap suaminya. Emily Blunt memberi sweetness kepada peran Victoria muda. Film yang dengan setting yang indah ini memenangkan Best Costume Design Oscar, dan menerima nominasi untuk Best Art Direction, dan Best Makeup.

Catatan: Perlu ditengok film dari Judi Dench memerankan Ratu Victoria dalam Her Majesty Mrs. Brown (1997) yang berkisah tentang pembantu rumah tangga istana yang jatuh cinta dengan dia ketika dia menjanda.

4) The Queen (2006)

Adalah suatu keberanian dari penulis dan sutradara film ini membuat film ini sementara Ratu Elizabeth II masih hidup. Dan masalah yang dihadapi, walaupun tidak seberat masalah Henry VIII atau Elizabeth I, tetapi sensitif dengan berpotensi mendatangkan complaint. Masalah sensitif tersebut adalah Diana. Bekas anggota kerajaan (setelah perceraiannya dari Pangeran Charles), tetapi rakyat Inggris tetap menganggap Diana sebagai (calon) Ratu mereka. Ketika Diana meninggal dunia, rakyat Inggris menuntut pemerintah dan keluarga kerajaan memberi Diana upacara kematian seperti selayaknya seorang Ratu. Bagaimana Ratu yang sesungguhnya mesti bersikap terhadap tuntutan rakyatnya tersebut? Konon Ratu Elizabeth II menyukai film ini dan mengundang Helen Mirren untuk datang makan malam di istana Buckingham. Film ini masuk nominasi Film Terbaik Oscar dan Helen Mirren memenangkan Aktres Terbaik.


The Private Life of Henry VIII, Elizabeth, The Young Victoria, The Queen dapat anda temukan di eBay.com

Friday 16 August 2013

Sabotage, The Trouble with Harry, Topaz

Triple Hitchcock's Classics!


Bagaimana anda merayakan ulang tahun Alfred Hitchcock?
Nonton film-2nya? Tentu saja!

Pada kesempatan kali ini penulis ingin memberi introduction kepada tiga film Hitchcock yang tidak terlalu sering ditonton, atau dibahas. Tiga film berikut ini memang tidak sepopuler Rear Window, Vertigo, North by Northwest, atau Psycho, tetapi kalau anda penggemar Hitchcock anda dapat dengan mudah menemukan semua “trademark” Hitchcock di dalamnya: suspense, thriller, komedi, dan ... “Hitchcock Blondes” -- dalam tiga film berikut ini para pemeran utama wanitanya tidak berambut pirang, namun demikian mempunyai kualitas “Hitchcock Blondes”, yaitu: sexy, smart, sophisticated, sekaligus icy, strong, and fearless (eksterior yang kalem, interior yang membara).

1) Sabotage (1936)

Bersama dengan The Man Who Knew Too Much (1934) dan The 39 Steps (1935), Sabotage adalah film yang memindahkan Hitchcock dari studio lokal di Inggris ke Hollywood. Walaupun Hitchcock saat itu merasa dirinya masih amatir, film Sabotage menunjukkan keahlian penyutradaraannya sudah professional, matang.

Seorang pemilik bioskop, Verloc, ternyata adalah seorang anggota grup teroris yang merencanakan serangkaian serangan di kota London. Polisi mencium gelagat ini, maka membuntuti gerak-geriknya. Sang pemilik bioskop hidup bersama istri dan adik laki-2 istrinya yang masih di bawah umur, Stevie -- keduanya tidak mengetahui secret life Verloc. Pada hari H yang sudah ditentukan untuk meledakkan time-bomb di stasiun kereta api Piccadilly Circus di bawah tanah (London Underground), mengetahui polisi sudah membuntuti gerak-geriknya, Verloc menyuruh Stevie membawa dan meletakkan bungkusan reel film (berisi bom waktu) di tempat yang ditentukan. Dalam perjalanan, Stevie ternyata mampir dulu di tempat orang jualan obat :-) , kemudian terhalang iring-2an parade di jalan ... dasar anak kecil, Stevie malah senang nonton parade tersebut. Tik, tok, tik, tok, tik, tok, ... waktu berjalan terus mendekati jam dimana bom tersebut bakal meledak. Akankah Hitchcock mengorbankan/mematikan anak kecil dalam filmnya??? Bagaimana reaksi Mrs. Verloc ketika mengetahui bahwa suaminya ternyata seorang teroris?

Suspense, suspense, suspense.

2) The Trouble with Harry (1955)

Ketika film ini dibuat Hitchcock sudah berada di puncak ketenarannya di Hollywood. Entah ada angin apa, Hitchcock tiba-2 memutuskan membuat film komedi! Yes, comedy! :-) Tetapi tidak berarti tanpa suspense dan thriller.

Suatu siang yang cerah di sebuah desa di negara bagian Vermont, AS, seorang pemburu sedang berburu kelinci di hutan belukar di dekat tempat tinggalnya; seorang anak kecil sedang bermain tembak-2an dengan senjata plastiknya; seorang wanita muda baru saja melempar botol susu ke bekas suaminya karena tidak mau diajak damai; dan seorang wanita setengah baya baru saja memukul seorang pria dengan sepatu bootnya gara-2 dia keluar dari hutan belukar secara tiba-2. Beberapa saat kemudian satu per satu menemukan pria tersebut (Harry) terkapar mati di tengah hutan belukar. Dan semuanya merasa bertanggung-jawab terhadap kematian tersebut. Dan masing-2 berusaha menutupi kejahatan tersebut :-) Benarkah mereka semua bertanggung-jawab terhadap kematian tersebut? Berhasilkah mereka menutupi kejahatan tersebut? Akankah Hitchcock membiarkan kejahatan tersebut menang?

Edmund Gwenn, Mildred Natwick, dan Mildred Dunnock memberikan performance yang hangat, sehangat udara Vermont di musim panas dengan pemandangan yang super indah. Film ini adalah film pertama Shirley MacLaine -- siapa yang nyangka dia bertahan terus main film sampai saat ini. Juga film pertama untuk John Forsythe, yang kariernya ternyata lebih banyak di televisi -- siapa yang nyangka dia menjadi terkenal sebagai suara dari Charles Townsend dalam serial TV “Charlie's Angels” dan multi-billionaire Blake Carrington dalam soap opera TV “Dynasty”.

Kocak, kocak, kocak.

3) Topaz (1969)

Banyak penggemar Hitchcock yang menilai bahwa menuju akhir kariernya karya-2 Hitchcock tidak sebagus karya-2 awalnya. Ya, pasti berbeda, karena waktunya berbeda. Namun demikian, Hitchcock tetap Hitchcock -- dasarnya tetap sama.

Bersetting krisis missile Cuba pada tahun 1962, CIA (John Forsythe tampil lagi) menggunakan agen Perancis, Andre Devereaux, untuk mengintai sepak terjang Sovyet di Cuba. Tetapi ada masalah, karena ada jaringan mata-2 Sovyet di kalangan pejabat tinggi Perancis, namanya Topaz. Siapa pemimpin Topaz? Bersediakan Andre Devereaux mengorbankan kariernya, kekasihnya, dan bahkan keluarganya, untuk AS?

Dengan running time sepanjang 143 menit, Topaz sama sekali tidak kalah dengan spy thriller The Day of the Jackal yang dibuat empat tahun kemudian. Membawa penonton dari Copenhagen, ke Washington, ke Paris, ke New York, ke Havana, dan kembali lagi ke Paris ... wow, what an adventure! Topaz membangkitkan nostalgia penonton terhadap siapa lagi kalau bukan North by Northwest. Frederick Stafford, walaupun sama sekali bukan Cary Grant, membangkitkan nostalgia penonton terhadap ... Cary Grant :-)

Thriller, thriller, thriller.


Sabotage,  The Trouble with Harry, Topaz dapat anda temukan di eBay.com

Saturday 10 August 2013

The China Syndrome, Silkwood, Erin Brockovich

Triple Environmental Pollution!


Tiga perusahaan penghasil energi menyembunyikan fakta buruk dari mata publik.

Sering luput dari concern kita bahwa produksi (dan konsumsi) energi sering dibarengi dengan produksi limbah yang mencemari lingkungan -- dan karena kita hidup di dalamnya, limbah tersebut juga mencemari kesehatan kita. Sadar atau tidak, kita sering tidak ingin memikirkan hal tersebut -- mungkin karena subconsciously kita mempunyai harapan bahwa planet kita mampu dengan sendirinya membersihkan segala kotoran tersebut. So, tidak mengherankan kalau topik pencemaran lingkungan bukan topik yang hot untuk difilmkan -- film-2nya sering terasa kering karena mengandung banyak jargon atau terminologi hukum dan teknis.

The China Syndrome (1979)
Tiga tahun setelah All the President's Men yang membongkar skandal riel Watergate, dalam film fiksi ini Jane Fonda berperan sebagai investigative journalist, Kimberly Wells, yang membongkar kelalaian prosedur keamanan di perusahaan pembangkit listrik bertenaga nuklir di Los Angeles. Coincidently, dua minggu sebelum film ini diputar, reaktor nuklir di negara bagian Pennsylvania mengalami kecelakaan yang sama seperti cerita dalam film ini. Setelah itu kita menyaksikan dua kecelakaan nuklir yang lain dengan skala yang sama, yaitu di Chernobyl, USSR, dan baru-2 ini di Fukushima, Jepang. So, walaupun fiktif film ini mempunyai dasar yang ilmiah. Peran Fonda dalam film ini terasa sama persis seperti dalam kehidupan nyatanya sebagai seorang social activist. Tetapi Jack Lemmon-lah yang aktingnya menciptakan realisme dari film “near miss” ini.

Silkwood (1983)
Lagi-2 perusahaan yang berhubungan dengan pembangkit listrik bertenaga nuklir. Berdasarkan kisah nyata, perusahaan ini berusaha meningkatkan produktivitas dengan mengorbankan keselamatan karyawannya. Hmmm, ada berapa banyak ya perusahaan yang meningkatkan produktivitas dengan mengorbankan keselamatan karyawannya?? Dan di perusahaan ini resikonya tidak main-2: pencemaran radioaktif terhadap karyawannya. Dan mereka yang mengetahuinya justru menutup-nutupinya. Akhirnya karyawan sendiri yang harus turun tangan menyelidiki dan memperkarakan bosnya. Dan berakibat fatal! Selepas dari Sophie's Choice (1982), Meryl Streep dengan sangat meyakinkan memainkan perannya sebagai buruh pekerja.

Erin Brockovich (2000)
Berdasarkan kisah nyata juga, perusahaan penghasil gas alam di California ini sudah lama mencemari air tanah di daerah sekitarnya dan menutup-nutupi fakta yang mendatangkan bencana kesehatan terhadap penduduk di daerah tersebut ... sampai seorang wanita pengangguran yang sedang magang di kantor pengacara Edward Masry datang. Untuk tema yang maha penting ini, walaupun penampilan Julia Roberts tidak terlalu berbeda dari penampilan sepuluh tahun sebelumnya dalam Pretty Woman (she only looks older and a little bit wiser here :-)), Roberts berhasil menggondol piala Oscar untuk Aktres Terbaik.


The China Syndrome, Silkwood, Erin Brockovich dapat anda temukan di eBay.com

Friday 2 August 2013

Airport, The Bullet Train, Speed

Triple Bombs!


Bom di pesawat.
Bom di kereta api.
Bom di bis.

Kita tidak memerlukan teroris betulan untuk menciptakan skenario tragedi yang mengerikan -- cukup panggil filmmakers saja :-) Sebelum era terorism merebak dalam satu dasawarsa terakhir ini, filmmakers sudah mengisi imajinasi kita dengan berbagai skenario tragedi yang mengerikan.

Airport (1970) menandai dimulainya genre film yang memadukan antara drama dan petualangan yang bersetting malapetaka (alami atau buatan manusia). Tidak tanggung-2, film pertama genre film malapetaka ini menempatkan bom di dalam pesawat. Kalau kita melayang 30.000 feet di atas daratan, kita tidak ingin menemui masalah sekecil apapun, apalagi bom. Dengan all star cast mulai dari Burt Lancaster, Dean Martin, Jacqueline Bisset, George Kennedy, sampai Maureen Stapleton, dan screenplay yang rapi dan ketat, Airport adalah film hiburan yang tidak hanya menghandalkan action, tetapi juga isi.

Kalau filmmaker di Hollywood menempatkan bom di dalam pesawat, betapa pasnya filmmaker di Jepang menyamai skenario tersebut dengan menempatkan bom di dalam kendaraan magnet kebanggaan mereka, Shinkansen -- The Bullet Train (Shinkansen Daibakuha) (1975). Awas, kalau kecepatan jatuh di bawah 50 mph, bom bakal meledak. Film garapan Jepang ini terasa out-dated, kekurangan elemen thriller dan suspense, sehingga cocok untuk di-remake, oleh Hollywood (!), mungkin dengan menggabungkan cast internasional -- some Japanese stars, some American stars, and some European stars, karena penumpang Shinkansen juga internasional.

Sekitar dua dekade kemudian, mengapa tidak memindah skenario di atas ke setting yang berbeda -- bis kota di tengah kepadatan lalu lintas di Los Angeles, Speed (1994). Dengan thriller dan suspense tempo tinggi, tidak seperti Airport yang memberi kesempatan kepada semua anggota cast untuk bersinar, Speed menggantungkan hampir semua daya tarik ke chemistry antara Keanu Reeves dan Sandra Bullock. Saking nemennya sampai Bullock dimasukkan terus sampai scene klimaks/akhir dimana Reeves akhirnya berhadapan dengan nemesisnya, Dennis Hopper. Tidakkah lebih baik kalau mereka berdua saja yang berhadapan satu sama lain (Bullock gak perlu diikutkan)?! Only to get the two share a kiss while onlookers watch, oooh :-) ... hmmm, bloody Hollywood ending! :-)


Airport, The Bullet Train, Speed dapat anda temukan di eBay.com