Thursday, 27 February 2014

Gravity

My 2014 Oscar's Best Picture

REPRISE: Gravity


Sutradara: Alfonso Cuarón
Script: Alfonso Cuarón, Jonás Cuarón
Cast: Sandra Bullock, George Clooney, Ed Harris

Gravity: Homage to 2001: A Space Odyssey (1968)

Cerita:

Kalau ada orang bertanya, “Gravity itu film tentang apa?”, penulis mungkin akan menjawab dengan singkat, film tentang misi luar angkasa yang mengalami kecelakaan. Tetapi setelah menonton dan meninggalkannya di dalam ingatan, kesannya ternyata tidak memudar, tetapi justru menguat -- dan membangkitkan hal-2 yang lain di dalam pikiran.

Misi luar angkasa ini mengingatkan penulis pada kisah Odyssey karya penulis Yunani kuno, Homer. Dan, ya, betul, 2001: A Space Odyssey (1968) karya Stanley Kubrick, memperoleh inspirasinya dari kisah Odyssey ini. Secara garis besar, kisah Odyssey menggambarkan bagaimana Odysseus (manusia) berusaha menggambil-alih kendali atas hidup dan masa depannya, menjadi independen atau mandiri dari para dewa-dewi yang tinggal di kahyangan (baca: penciptanya), meskipun sadar sepenuhnya bahwa pencarian atau perjuangan tersebut maha berat atau bahkan dapat dikatakan melawan kodrat, alias mustahil. Manusia (fisiologi tubuh manusia), tidak peduli sehebat apapun teknologi yang kita miliki, tidak didesain untuk hidup di luar angkasa. Di luar Bumi, kita menjadi seperti “bayi” lagi: harus masuk “inkubator” lagi (space station, spacesuit) agar bisa hidup, harus belajar dari awal lagi untuk bergerak (otot menjadi mubazir karena gravitasi tidak ada lagi), harus belajar dari awal lagi untuk berorientasi (organ sensory di telinga yang mengatur keseimbangan juga mubazir karena acuan atas-bawah tidak ada lagi), dlsb. yang kita “take for granted” dalam hidup sehari-2. 2001: A Space Odyssey, dan di-reprise oleh Gravity, berhasil dengan sangat baik menampilkan situasi ini: di luar Bumi, kita menjadi seperti “bayi” lagi. Meskipun demikian, manusia tidak pernah menyerah, walaupun akhirnya harus membayar dengan nyawanya -- misalnya, tubuh membeku menjadi sekeras batu-bata, atau wajah berkawah bagaikan buah labu untuk perayaan Halloween. Melihat eksterior-nya, Gravity menampilkan panorama yang mencuri napas, tetapi yang menyesakkan dada justru interior-nya: manusia senantiasa berusaha, karena kita adalah Odysseuses!

Di bawah plot utama tersebut, script-nya menyisipkan plot tambahan yang tidak kalah pentingnya. Di luar atmosfir Bumi ada banyak space station bertebaran: ISS, Soyuz, Tiangong, dlsb., dan masing-2 bekerja sendiri-2; ada yang fungsional, banyak yang tidak fungsional lagi dan mereka ditelantarkan begitu saja menjadi sampah antariksa -- dan salah satu di antaranya menabrak Space Shuttle STS-157 dalam film ini. Akhir cerita dimana Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) akhirnya berhasil kembali ke Bumi dengan mengendarai Tiangong yang turun orbit, tidak sekedar untuk menyenangkan penonton di China, tetapi menyampaikan pesan tentang pentingnya kerjasama antar negara dalam misi luar angkasa. Era Space Race/Cold War antara blok US dan blok USSR sudah berlalu; mengapa kita tidak bekerja sama?

Arahan:

Sutradara Alfonso Cuarón dan cinematographer Emmanuel Lubezki dengan berani menggunakan long takes (sorotan kamera dalam jangka waktu panjang, tanpa interupsi) yang secara teknis menuntut perencanaan yang lebih matang dan usaha yang lebih berat. Kita menyaksikan perubahan POV (point of view), secara perlahan-2/tanpa terasa, dalam long takes tersebut; misalnya, mula-2 POV orang ketiga (cameraman), kemudian kamera melayang mendekati Ryan (Bullock), kemudian seakan-2 masuk ke dalam helmetnya, mendekati wajahnya, kemudian berputar-balik sehingga penonton memperoleh POV orang pertama (Ryan) -- kita seakan-2 berada di posisi Ryan di dalam spacesuit-nya: mendengar suaranya, mendengar dia bernapas, melihat keluar dari helmetnya: melihat space station,  melihat Matt Kowalski (George Clooney), melihat Bumi di atas, di samping, atau di bawah, dlsb. Sebuah pengarahan yang cemerlang.

Catatan tambahan: Shot close-up Bullock, wajahnya menampilkan teror, di dalam helmetnya betul-2 shot yang emosional dan ekspresif, sedemikian rupa sehingga dialog tidak diperlukan lagi. Shot ini mengingatkan penulis pada shot close-up Maria Falconetti yang memerankan Joan of Arc dalam film The Passion of Joan of Arc (1928).

Akting:

Bullock berhasil dengan sangat baik menjadi pemain (praktis) tunggal dalam film ini -- (isn't it good that Clooney's character disappeared toward the middle of the film?! :-) ). Walaupun hampir separuh bagian Bullock terkurung di dalam spacesuit-nya, sehingga aktingnya terbatas pada wajahnya saja, ketika dia mempunyai kesempatan keluar dari spacesuit-nya, dia tidak menyia-2kan kesempatan ini dengan memberikan akting dari seluruh tubuhnya: gerakannya memutar, membalik, membelok, dan melayang di dalam zero gravity betul-2 cemerlang.  Satu gerakan yang paling mengesankan adalah ketika dia tidur dengan posisi melingkar di dalam zero gravity, seperti gambar ultrasound bayi di dalam kandungan --  mengingatkan penonton posisi melingkar tersebut adalah posisi primordial manusia pada awal mulanya. Dan penampilan Bullock ini ditutup di akhir film dengan metafora yang sempurna: setelah sekian lama tidak menggunakan ototnya, Bullock harus merangkak dengan susah-payah keluar dari air, menggunakan kedua kaki dan kedua tangannya, melawan gravitasi Bumi; berusaha bangun; berusaha menegakkan kakinya; berusaha menegakkan punggungnya --  mengingatkan penonton pada gambar tahap-2 evolusi manusia.

Dari film inilah Bullock semestinya memperoleh Oscar-nya, bukan The Blind Side (2009). Alangkah idealnya seandainya Woody Allen membuat Blue Jasmine tahun 2009 yang lalu, sehingga Cate Blanchett bisa memenangkan Aktres Terbaik tahun tersebut, sehingga Bullock bisa memenangkan Aktres Terbaik tahun ini? :-) I wish ... :-)

Musical score:

Sejak Vangelis mengisi musik untuk Chariots of Fire (1981), synthesizer tidak pernah lagi digunakan secara (praktis) tunggal untuk seluruh film. Dalam film ini, Steven Price berhasil dengan sangat baik menggunakan synthesizer untuk mengiringi elemen-2 dramatis yang ada di dalamnya. Kenyataannya, bunyi-2 yang dihasilkan terasa sangat cocok dengan situasi yang ada. Dan kalau diperlukan nada-2 rendah, Price cukup menggunakan cello saja untuk melengkapi kekurangan tersebut. Hampir di seluruh bagian, Price tidak menyertakan suara vokal manusia -- sebagai metafora luar angkasa yang kedap suara. Namun demikian ...  ketika plotnya mendekati atmosfir Bumi, ketika kedap suara mulai memudar, Price secara perlahan-2/tanpa terasa mulai memasukkan instrumen-2 musik yang lain. Ketika Ryan memasuki atmosfir Bumi, Price beralih ke full orchestra sehingga musiknya menjadi lebih hidup, lebih semarak. Dan ketika Ryan menyentuh Bumi, ketika kedap suara betul-2 sirna, Price menambahkan teriakan suara vokal manusia yang melengking tinggi ... seakan-2 berteriak kegirangan! Sebuah komposisi musik yang cemerlang.

Gravity memang tidak se-filosofis 2001: A Space Odyssey, tetapi sebuah homage yang betul-2 pantas untuk film klasik ini.

Prediksi Oscar 2014:
  • Film Terbaik (50% yakin -- kalau sampai menang, penulis janji akan membaca buku Principia Mathematica-nya Isaac Newton :-) )
  • Sutradara Terbaik (Alfonso Cuarón)  (90% yakin)
  • Aktres Terbaik (Sandra Bullock) (25% yakin)
  • Cinematography Terbaik (Emmanuel Lubezki) (90% yakin)
  • Musical Score Terbaik (Steven Price) (90%yakin)
  • Film Editing Terbaik (50% yakin)
  • Production Design Terbaik (50% yakin)
  • Sound Editing Terbaik (90% yakin)
  • Sound Mixing Terbaik (90% yakin)
  • Visual Effects Terbaik (90% yakin)


Gravity dapat anda temukan di eBay.com

No comments: