The Pursuit of Happiness: Perjalanan suka-duka manusia mengarungi samudra kehidupan untuk mencapai kebahagiaan ...
Tahun Keluar: 1936
Negara Asal: USA
Sutradara: Charles Chaplin
Cast: Charles Chaplin, Paulette Goddard
Komedi slapstick -- komedi yang melibatkan kegiatan fisik yang berlebihan yang melampaui batas-2 common sense, konon sudah berusia ratusan tahun. Moliere (tahun 1600-an), salah satu dari Master of Comedy terbaik dalam kesusastraan Barat, sering melibatkan slapstick dalam karya-2nya. Penulis masih ingat, betapa menyenangkannya menghabiskan sore hari sepulang dari sekolah membaca cerpen-2 karya Moliere, terbitan Pustaka Jaya (apakah penerbit Pustaka Jaya masih berdiri sampai sekarang?): tertawa terpingkal-2 karena lucunya minta ampun, terkejut senang karena kecolongan plot-2 yang gerakannya tak terduga, dan di akhir cerita menerima wisdom/kebijaksanaan tanpa merasa digurui. Bahkan Greta Garbo-pun, yang jarang sekali tertawa dalam film-2nya, akhirnya tertawa juga membaca salah satu dari karya-2 Moliere dalam Queen Christina (1933). Lebih lama lagi, William Shakespeare (tahun 1500-an), walaupun seorang dramatist, ketika menulis komedi juga memasukkan slapstick di dalamnya, misalnya The Comedy of Errors. Vaudeville, teater-2 hiburan di AS pada akhir abad ke 19, juga banyak menampilkan slapstick. Trend ini berlanjut terus sampai ke era film-2 bisu, dan kemudian era keemasan film-2 hitam-putih yang menghasilkan serangkaian Masters of Comedy, a.l., selain Chaplin sendiri, Laurel and Hardy, the Marx Brothers, dan the Three Stooges. Kalau Laurel and Hardy terkenal dengan gaya “tit-for-tat”-nya (saling membalas di antara keduanya), dan the Marx Brothers dan the Three Stooges dengan gaya vaudeville-nya, Chaplin memisahkan dirinya dari kerumunan tersebut dengan tiga elemen persuasi dari filsuf Aristoteles, yaitu: ethos (idealisme), logos (pemikiran), dan terutama pathos (perasaan). Dibalik semua jungkir-balik kegiatan fisik yang menimbulkan tawa, script dari Chaplin mengandung idealisme, pemikiran, dan terutama perasaan, yang secara keseluruhan membangkitkan empati dari penonton. Sekelas dengan karya-2 Moliere. Gaya persuasi ini terbukti sangat efektif, very powerful.
Di tengah resesi ekonomi yang parah, di antara ribuan pencari kerja yang nekad dan putus asa, beruntung sekali Little Tramp (Chaplin) berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik industri perangkat keras. Di sini tugasnya, dari pagi sampai petang, adalah berdiri di depan conveyor-belt -- yang bergerak semakin lama semakin cepat -- mengencangkan baut-2 hasil-2 produksi yang lewat di depannya. Bosnya mengawasi terus jalannya produksi tersebut melalui layar-2 monitor raksasa yang ditempatkan di segala sudut ruangan, bahkan di dalam toilet sekalipun. Ketika istirahat makan siang, bosnya datang ke tempat pekerja mendampingi seorang inventor yang menciptakan “feeding machine” (mesin pemberi makan) untuk mendemonstrasikan bagaimana mesin tersebut dapat meningkatkan produktivitas kerja dengan meniadakan istirahat makan siang karena mesin ini dapat memberi makan pekerja sementara mereka berdiri di depan conveyor-belt melakukan tugasnya :-) Siapa lagi yang kena tunjuk sebagai obyek ujicoba kalau bukan Little Tramp! :-) Pertama kali menyaksikan adegan ini, penulis tidak bisa tidur semalaman karena teringat terus dengan adegan yang kocak ini. Mendekati petang hari, conveyor-belt bergerak semakin cepat, Little Tramp akhirnya mengalami nervous breakdown, menimbulkan kekacauan di dalam pabrik: masuk ke dalam mesin mengejar baut-2 yang luput dia kencangkan, mengejar sekretaris bos yang roknya ada kancing-2nya yang bentuknya mirip seperti baut-2 :-), masuk ke ruang generator mengacau generator sampai nyaris meletus. Dia akhirnya diamankan dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Keluar dari rumah sakit jiwa, Little Tramp pulih kesehatannya, tetapi dia sekarang menganggur. Pas ketika ada demonstrasi buruh, pas ketika dia membawa bendera merah yang jatuh dari truk angkutan, dia disalah-sangka sebagai pemimpin komunis, ditangkap oleh polisi, dan tanpa banyak cingcong dijebloskan ke penjara. Di penjara, dia mengkonsumsi kokain, yang dia sangka garam, yang disembunyikan oleh tahanan yang lain. “High” akibat kokain tersebut, dia menjadi berani dan ketika dia menemui beberapa tahanan menyandera kepala dan sipir penjara, dia melumpuhkan mereka sampai pingsan. Menerima pujian dari kepala penjara, dia kecewa ketika dibebaskan dari penjara sebagai penghargaan atas keberaniaannya itu. Bagaimana di luar penjara dia mesti menghidupi dirinya, sementara di dalam penjara dia sudah terjamin mendapat makan tiga kali sehari dan tempat tidur yang empuk dan hangat. Keluar dari penjara, Little Tramp memperoleh kembali martabatnya, tetapi dia sekarang menganggur lagi. Susah lagi ...
Sementara itu di sudut yang lain di kota tersebut, The Gamin (Paulette Goddard), seorang anak jalanan, juga sedang susah dan kebingungan setelah ayahnya tewas tertembak meninggalkan dirinya yatim piatu. Mencuri sepotong roti, dia melarikan diri dari kejaran polisi dan bertabrakan dengan Little Tramp yang juga sedang keluyuran di jalanan. Berusaha melindungi gadis tersebut, Little Tramp mengaku dirinyalah yang mencuri roti tersebut -- toh dia juga ingin kembali ke penjara. Tercengang melihat sikap tersebut, gadis tersebut bersyukur di dunia yang kejam ini ternyata masih ada orang yang baik terhadap dirinya. Tetapi sedemikian mudahkah Little Tramp mendapatkan apa yang dia inginkan? Tentu saja tidak, karena hidup ini penuh dengan antagoni: ketika ingin bebas, malah dipenjara; ketika ingin dipenjara, malah dibebaskan. Tetapi sejak peristiwa itu nasib mempertemukan Little Tramp dan The Gamin, dan mereka berjuang bersama mengarungi samudra kehidupan untuk mencari kebahagiaan yang ilusif tersebut. Berhasilkah mereka mencapainya? Tentu saja tidak, tetapi tetaplah tersenyum ... yang dua dasawarsa kemudian diberi judul “Smile”, dan diberi lirik, dan dinyanyikan pertama kali oleh Nat King Cole:
Smile though your heart is aching
Smile even though it's breaking
When there are clouds in the sky, you'll get by
If you smile through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you
Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile
Modern Times dibuat ketika AS berada dalam masa Great Depression -- resesi ekonomi parah yang melanda hampir seluruh dunia yang berlangsung dari akhir dekade 1920 sampai akhir Perang Dunia ke 2. Dilihat dari dekat, film ini adalah kritik sosial Chaplin tentang industri modern yang lebih mementingkan produksi daripada manusia; dari jauh, film ini adalah pemikiran Chaplin bahwa tidak ada satu ideologi-pun yang bisa bekerja sendirian, atau lebih superior daripada yang lain, untuk membantu manusia mencapai kebahagiaan atau kesejahteraan. Tidak peduli ideologi tersebut menyangkut bentuk pemerintah yang bagaimana atau sistem ekonomi yang bagaimana, manusia terlalu rumit/kompleks untuk dimasukkan ke dalam satu ideologi saja: tidak ada usaha susah, ada usaha terus timbul eksploitasi; tidak ada pekerjaan susah, ada pekerjaan terus mogok kerja -- karena merasa dieksploitasi. Seakan-2 hidup ini bagaikan pendulum yang selalu tarik-ulur dari kiri, ke kanan, ke kiri lagi, ke kanan lagi, demikian seterusnya, tidak pernah berhenti pada titik equilibrium yang stabil. Dengan tema yang universal ini tidak mengherankan karya Chaplin ini masih terus langgeng sampai saat ini.
Film yang membekas di sanubari.
Klasik.
No comments:
Post a Comment