THE THEORY OF EVERYTHING (8.0/10)
Negara Asal: Inggris
Sutradara: James Marsh
Script Adaptasi: Anthony McCarten
Cast: Eddie Redmayne, Felicity Jones, David Thewlis, Emily Watson, Simon McBurney
Sinematografi: Benoît Delhomme
Perlu diketahui bahwa biopic dari Stephen Hawking ini adalah adaptasi dari memoir yang ditulis oleh mantan istrinya, Jane Hawking, yang menceritakan tentang kehidupan mereka, terutama komitmen Jane menghadapi efek yang semakin mengenaskan dari penyakit “motor neuron disease” yang diderita suaminya dan ketegaran Stephen untuk tetap positif dan bekerja di risetnya yang akhirnya menghasilkan teori yang disebut dengan Hawking Radiation.
Mirip seperti Still Alice, film ini menampilkan topik yang orang tidak suka membicarakannya -- penyakit yang membawa efek yang mengenaskan -- dengan berani, jujur, tetapi sensitif dan tidak terjerumus ke sentimentalisme yang berlebihan. Di sepanjang film, Stephen (Eddie Redmayne) selalu berusaha menunjukkan bahwa di balik tubuhnya yang rusak berat, esensi dirinya tetap sama. Di sepanjang tahap penurunan kondisi tubuhnya, dia tidak pernah mau menyerah begitu saja pada penyakit ini: ketika otot-2 kakinya mulai melemah, dia tetap maksa berjalan sendiri tanpa tongkat penopang; baru ketika kakinya tidak kuat lagi menyangga tubuhnya, dia menggunakan tongkat penopang; di rumahnya yang berloteng, kalau turun dari tangga, dia milih ‘ndlosor’ dengan punggungnya :-) , kalau naik, merangkak dengan kedua tangannya; baru ketika Jane (Felicity Jones) tidak tega, sekaligus keberatan, melihat suaminya ‘ndlosor’ dan merangkak seperti cacing, dia akhirnya bersedia menggunakan kursi roda. Ketika otot-2 yang mengendalikan artikulasi/ucapannya mulai melemah, dia tetap tampil di publik memberikan ceramah. Dan istrinya mempunyai prinsip yang sama: menolak bantuan untuk merawat suaminya. Semuanya dia tangani sendiri, seakan-2 semuanya normal. Life goes on as if everything is normal.
Namun demikian, tidak berarti mereka menyangkal kekurangan atau ketidaknormalan hidup mereka. Dalam beberapa scene ditampikan bagaimana Stephen merasa iri setiap kali dia melihat orang-2 sehat melakukan aktivitas-2 sederhana, misalnya: megang sendok-garpu sendiri, makan sendiri, ngomong dengan jelas, dan lain sebagainya. Atau ketika dia memberi ceramah di Amerika, ketika seorang peserta menjatuhkan pena ke lantai, dia membayangkan dirinya bangun dari kursi roda, jalan menuruni tangga, dan menjumput pena tersebut dari lantai. Walaupun dia seorang ilmuwan ternama, keinginan terbesarnya adalah menjadi orang normal/sehat seperti mereka yang datang ke ceramahnya. Mengingatkan kita yang sering kali “take for granted”/menyepelekan kesehatan -- it's priceless, harganya tak ternilai! Sedang Jane, walaupun berkomitmen tinggi, dia akhirnya tidak dapat menyembunyikan capek fisik dan mental -- yang manusiawi sekali -- setelah bertahun-2 mengurus suaminya yang invalid. Redmayne sangat pantas menerima Aktor Terbaik Oscar untuk perannya yang menuntut olah fisik yang trampil dan jeli ini dan Jones, sama seperti Julianne Moore dalam Still Alice, aktingnya subtle (tidak kentara) tetapi profound (mendalam) -- seandainya dia dicalonkan sebagai Aktres Pendukung, dia dapat dengan mudah mengalahkan Patricia Arquette yang saat ini dijagokan memenangkan Aktres Pendukung Terbaik.
Dimensi lain yang penting dan menarik dari dua karakter utama ini yang berhasil dilestarikan dalam script adaptasinya adalah dimensi Stephen sebagai Person of Science dan Jane sebagai Person of Faith. Walaupun mula-2 nampak seperti saling tarik-ulur antara science dan faith, dinamika di antara mereka berdua menunjukkan bahwa tidak ada persaingan atau pertentangan antara dua kutub yang berseberangan ini, yang ada hanyalah saling membutuhkan dan melengkapi. Science tidak lebih tinggi daripada faith, karena kalau hanya science saja Jane pasti ndak bakalan mengawini Stephen yang invalid. Sebaliknya, faith tidak dapat menguasai science, karena science mempunyai jalannya sendiri yang notabene adalah hukum-2 dari alam semesta sendiri. Di akhir cerita, Stephen tetap Stephen, dan Jane tetap Jane, dan mereka berdua tetap bersahabat karib.
Sementara Jane berdiri di samping Stephen di taman Istana Buckingham, Stephen menulis di mesin robot berbicaranya -- bukan tentang prestasinya, tetapi ...
Jane: “What you're writing? ”Sementara mereka melihat ke ketiga anak hasil perkawinannya.
Stephen: “Look what we made.”
Film diakhiri dengan flashback ke awal film, ketika Stephen normal dan sehat, yang merupakan analogi dari thesis PhD-nya tentang Black Hole, perjalanan kembali ke awal waktu. Superb ending.
What an inspiring story.
Walaupun Alexandre Desplat mempunyai probabilitas memenangkan Musik Terbaik 2x lebih tinggi daripada nominees yang lain (dia dinominasi dalam 2 film: The Imitation Game dan The Grand Budapest Hotel), iringan musik dari Johann Johannsson ini sangat indah dan membangkitkan inspirasi. Penulis menjagokan Johannsson untuk Musik Terbaik dalam Oscar tahun ini.
Nominasi Oscar 2015:
- Film Terbaik
- Aktor Terbaik (Eddie Redmayne)
- Aktres Terbaik (Felicity Jones)
- Script Adaptasi Terbaik (Anthony McCarten)
- Musik Terbaik (Johann Johannsson)