Saturday, 31 January 2015

The Theory of Everything

OSCAR WATCH 2015

THE THEORY OF EVERYTHING (8.0/10)

Negara Asal: Inggris
Sutradara: James Marsh
Script Adaptasi: Anthony McCarten
Cast: Eddie Redmayne, Felicity Jones, David Thewlis, Emily Watson, Simon McBurney
Sinematografi: Benoît Delhomme

Perlu diketahui bahwa biopic dari Stephen Hawking ini adalah adaptasi dari memoir yang ditulis oleh mantan istrinya, Jane Hawking, yang menceritakan tentang kehidupan mereka, terutama komitmen Jane menghadapi efek yang semakin mengenaskan dari penyakit “motor neuron disease” yang diderita suaminya dan ketegaran Stephen untuk tetap positif dan bekerja di risetnya yang akhirnya menghasilkan teori yang disebut dengan Hawking Radiation.

Mirip seperti Still Alice, film ini menampilkan topik yang orang tidak suka membicarakannya -- penyakit yang membawa efek yang mengenaskan -- dengan berani, jujur, tetapi sensitif dan tidak terjerumus ke sentimentalisme yang berlebihan. Di sepanjang film, Stephen (Eddie Redmayne) selalu berusaha menunjukkan bahwa di balik tubuhnya yang rusak berat, esensi dirinya tetap sama. Di sepanjang tahap penurunan kondisi tubuhnya, dia tidak pernah mau menyerah begitu saja pada penyakit ini: ketika otot-2 kakinya mulai melemah, dia tetap maksa berjalan sendiri tanpa tongkat penopang; baru ketika kakinya tidak kuat lagi menyangga tubuhnya, dia menggunakan tongkat penopang; di rumahnya yang berloteng, kalau turun dari tangga, dia milih ‘ndlosor’ dengan punggungnya :-) , kalau naik, merangkak dengan kedua tangannya; baru ketika Jane (Felicity Jones) tidak tega, sekaligus keberatan, melihat suaminya ‘ndlosor’ dan merangkak seperti cacing, dia akhirnya bersedia menggunakan kursi roda. Ketika otot-2 yang mengendalikan artikulasi/ucapannya mulai melemah, dia tetap tampil di publik memberikan ceramah. Dan istrinya mempunyai prinsip yang sama: menolak bantuan untuk merawat suaminya. Semuanya dia tangani sendiri, seakan-2 semuanya normal. Life goes on as if everything is normal.

Namun demikian, tidak berarti mereka menyangkal kekurangan atau ketidaknormalan hidup mereka. Dalam beberapa scene ditampikan bagaimana Stephen merasa iri setiap kali dia melihat orang-2 sehat melakukan aktivitas-2 sederhana, misalnya: megang sendok-garpu sendiri, makan sendiri, ngomong dengan jelas, dan lain sebagainya. Atau ketika dia memberi ceramah di Amerika, ketika seorang peserta menjatuhkan pena ke lantai, dia membayangkan dirinya bangun dari kursi roda, jalan menuruni tangga, dan menjumput pena tersebut dari lantai. Walaupun dia seorang ilmuwan ternama, keinginan terbesarnya adalah menjadi orang normal/sehat seperti mereka yang datang ke ceramahnya. Mengingatkan kita yang sering kali “take for granted”/menyepelekan kesehatan -- it's priceless, harganya tak ternilai! Sedang Jane, walaupun berkomitmen tinggi, dia akhirnya tidak dapat menyembunyikan capek fisik dan mental -- yang manusiawi sekali -- setelah bertahun-2 mengurus suaminya yang invalid. Redmayne sangat pantas menerima Aktor Terbaik Oscar untuk perannya yang menuntut olah fisik yang trampil dan jeli ini dan Jones, sama seperti Julianne Moore dalam Still Alice, aktingnya subtle (tidak kentara) tetapi profound (mendalam) -- seandainya dia dicalonkan sebagai Aktres Pendukung, dia dapat dengan mudah mengalahkan Patricia Arquette yang saat ini dijagokan memenangkan Aktres Pendukung Terbaik.


Dimensi lain yang penting dan menarik dari dua karakter utama ini yang berhasil dilestarikan dalam script adaptasinya adalah dimensi Stephen sebagai Person of Science dan Jane sebagai Person of Faith. Walaupun mula-2 nampak seperti saling tarik-ulur antara science dan faith, dinamika di antara mereka berdua menunjukkan bahwa tidak ada persaingan atau pertentangan antara dua kutub yang berseberangan ini, yang ada hanyalah saling membutuhkan dan melengkapi. Science tidak lebih tinggi daripada faith, karena kalau hanya science saja Jane pasti ndak bakalan mengawini Stephen yang invalid. Sebaliknya, faith tidak dapat menguasai science, karena science mempunyai jalannya sendiri yang notabene adalah hukum-2 dari alam semesta sendiri. Di akhir cerita, Stephen tetap Stephen, dan Jane tetap Jane, dan mereka berdua tetap bersahabat karib.

Sementara Jane berdiri di samping Stephen di taman Istana Buckingham, Stephen menulis di mesin robot berbicaranya -- bukan tentang prestasinya, tetapi ...

Jane: “What you're writing?
Stephen: “Look what we made.
Sementara mereka melihat ke ketiga anak hasil perkawinannya.


Film diakhiri dengan flashback ke awal film, ketika Stephen normal dan sehat, yang merupakan analogi dari thesis PhD-nya tentang Black Hole, perjalanan kembali ke awal waktu. Superb ending.

What an inspiring story.

Walaupun Alexandre Desplat mempunyai probabilitas memenangkan Musik Terbaik 2x lebih tinggi daripada nominees yang lain (dia dinominasi dalam 2 film: The Imitation Game dan The Grand Budapest Hotel), iringan musik dari Johann Johannsson ini sangat indah dan membangkitkan inspirasi. Penulis menjagokan Johannsson untuk Musik Terbaik dalam Oscar tahun ini.

Nominasi Oscar 2015:
  • Film Terbaik
  • Aktor Terbaik (Eddie Redmayne)
  • Aktres Terbaik (Felicity Jones)
  • Script Adaptasi Terbaik (Anthony McCarten)
  • Musik Terbaik (Johann Johannsson)



The Theory of Everything dapat anda temukan di eBay.com

Sunday, 25 January 2015

Still Alice

OSCAR WATCH 2015

STILL ALICE (7.8/10)


Negara Asal: Amerika Serikat
Sutradara: Richard Glatzer, Wash Westmorland
Script Adaptasi: Richard Glatzer, Wash Westmorland
Cast: Julianne Moore, Alec Baldwin, Kristen Stewart, Kate Bosworth, Hunter Parish
Sinematografi: Denis Lenoir

Dr. Alice Howland (Julianne Moore) adalah profesor linguistik ternama di Columbia University, New York. Mula-2 dikira hanya sekedar “senior moments” -- lupa yang wajar karena usia yang sudah mulai setengah baya -- lupa kata ini atau kata itu, lupa hal sepele ini atau hal sepele itu, Alice akhirnya pergi berkonsultasi ke spesialis neurologi ketika suatu hari ketika dia sedang jogging di sekitar kampus dia tiba-2 kehilangan orientasi dan tidak tahu dia berada dimana. Setelah menjalani serangkaian tes, neurologist tersebut memberi tahu Alice bahwa Alice menderita gejala awal dari penyakit Alzheimer. Melihat hasil scan yang dilakukan, penyakit Alzheimer yang diderita Alice termasuk yang bertipe ganas dan merupakan penyakit turunan. Alice ternyata mewarisi penyakit ini dari ayahnya dan Alice sendiri mempunyai kemungkinan 50-50 menurunkan penyakit ini ke ketiga anaknya. Kaget dan sekaligus tidak percaya, Alice dan suaminya (Alec Baldwin) mesti menyampaikan berita sedih ini ke ketiga anaknya (Kate Bosworth, Hunter Parish, dan Kristen Stewart). Anak-2nya kemudian ada yang melakukan tes genetika, tetapi ada yang menolak karena tidak ingin mengetahui hasilnya. Cerita kemudian berlanjut mengarah ke Alice saja.


Mirip seperti Whiplash, film ini adalah film kecil dengan pesan yang besar. Script-nya berhasil menangani topik yang pelik ini dengan berani, jujur, tetapi sensitif dan tidak terjerumus ke sentimentalisme yang berlebihan -- tidak ada isak tangis yang berlebihan, hanya sedikit saja di sana atau di sini. Life goes on! Akting Julianne Moore juga subtle (tidak kentara) tetapi profound (mendalam) -- kehadiran dirinya seakan-2 semakin memudar sementara penyakitnya semakin menunjukkan efeknya. Dan akting Moore ini didukung oleh pengarahan yang cerdas yang menampilkan aksi-2 sampai keluar batas-2 frame film, menempatkan penonton pada posisi Moore -- memberi kesan penonton seakan-2 “ketinggalan” terhadap apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Dan itulah yang terjadi pada diri Alice. Alec Baldwin memberi peran pendukung yang simpatik dan seimbang, tetapi Kristen Stewart yang mendapat kesempatan membuka mata dan hati penonton: sementara berbicara dengan ibunya yang sudah sangat pikun, dia berusaha memperlakukan ibunya sama seperti ketika ibunya sehat -- membacakan literatur, karena ibunya dulu adalah penggemar literatur. Memang sulit, tetapi ...

Apakah esensi diri seseorang berubah ketika dia menjadi cacat karena suatu penyakit atau hal yang lainnya? Apakah esensi diri Alice berubah ketika dia menjadi pikun karena Alzheimer?

Is she still Alice?
Yes, she's still Alice.

Dengan semakin meningkatnya kasus Alzheimer di negara-2 maju, topik ini adalah topik yang penting, walaupun orang tidak suka membicarakannya, karena menyedihkan. Film ini dengan berani, jujur, dan sensitif mengangkat topik pelik ini.

Julianne Moore sangat besar peluangnya menggondol Aktres Terbaik Oscar tahun ini. Good luck to her.

Nominasi Oscar 2015:
  • Aktres Terbaik (Julianne Moore)



Still Alice dapat anda temukan di eBay.com

Saturday, 24 January 2015

Whiplash

OSCAR WATCH 2015

WHIPLASH (8.2/10)

Negara Asal: Amerika Serikat
Sutradara: Damien Chazelle
Script Adaptasi: Damien Chazelle
Cast: Miles Teller, J. K. Simmons, Paul Reiser, Melissa Benoist
Sinematografi: Sharone Meir


Guru : Mendidik atau menjatuhkan?
Murid : Protégé/anak didik atau rival/pesaing?

Andrew Neiman (Miles Teller) adalah mahasiswa tahun pertama di sebuah akademi musik ternama. Alat musik yang dia pegang dan tekuni sejak kecil adalah drum dan dia bercita-2 menjadi drummer seperti Buddy Rich yang mendapat julukan “the world's greatest drummer” karena teknik, gaya, kekuatan, dan kecepatannya. Sangat serius dan haus untuk belajar, Neiman yang berusia 19 tahun ini berlatih terus dan menerima segala saran dan kritik dengan rendah hati. Suatu hari guru “killer”, sekaligus konduktor orkestra jazz di sekolah musik tersebut, Professor Terence Fletcher (J. K. Simmons), setelah mendengar Neiman bermain drum, memanggil Neiman untuk menjadi pemain drum cadangan dalam orkestra jazz-nya. Neiman senang sekali bisa terpilih karena dia ingin belajar banyak dari Fletcher. Reputasi Fletcher sebagai guru “killer” langsung terasa: temperamental dan perfeksionis, dia juga menuntut hal yang sama dari murid-2nya; dan untuk mencapainya dia tidak segan-2 melontarkan abuse/pelecehan atau hujatan verbal, dan kadang-2 fisik (!), kalau mereka bermain di bawah standard-nya. Semua muridnya takut terhadapnya. Neiman juga takut terhadapnya, tetapi Neiman yang masih “hijau” ini menganggap semuanya ini adalah bagian dari proses untuk menjadi pemain drum yang hebat. Tidak lama setelah melihat teman-2nya menjadi korban dari Fletcher, dia merasakan dirinya mulai menjadi sasaran dari guru “killer” ini. Sering kena gojlok tanpa alasan yang jelas dan kena hujatan karena dinilai out of tempo atau kurang cepat, Neiman berlatih terus untuk memenuhi tuntutan Fletcher tersebut -- bahkan sampai ke batas-2 cedera. Namun demikian, hasilnya selalu dinilai kurang oleh guru “killer” ini. Sampai suatu saat ketika Fletcher mengatakan drummer yang lebih buruk bermainnya lebih baik darinya dan menggusurnya kembali ke posisi cadangan, Neiman tidak dapat lagi menyembunyikan kekecewaannya dan langsung meledak:
   
Come on ... ! THAT SHIT???
   
Dan penulis dalam hati langsung berteriak: Bravo Neiman! Don't let this a****** bully you!

Neiman seakan-2 terjaga dari kenaifannya selama ini dan mulai meragukan motivasi guru “killer” ini: Mendidik atau justru ingin menjatuhkan? Mungkinkah Fletcher justru cemburu terhadap kemampuannya??? Benarkah keraguan Neiman tersebut? Sampai di mana Neiman mentoleransi sikap abusive dan merendahkan tersebut?


Cerita dalam film ini menjangkau lebih dari sekedar sekolah musik atau hubungan antara guru dan murid. Situasi yang terjadi antara Neiman dan Fletcher dapat terjadi (dan sudah sering terjadi) di tempat-2 dan situasi-2 yang lain. Orang muda yang “hijau” dan naif, menaruh respek yang tinggi terhadap orang yang lebih tua dan lebih berpengalaman. Tetapi ketika orang yang lebih tua tersebut menyalahgunakan respek atau posisinya, orang muda sering kali tidak menyadarinya; atau kalaupun menyadarinya, dia tidak tahu mesti bersikap bagaimana -- dia sering-2 malah menyalahkan diri sendiri.

Miles Teller, yang ternyata seorang musisi dalam real life, bermain sangat menjiwai sebagai Neiman. J. K. Simmons yang sudah bersinar sejak perannya sebagai J. Jonah Jameson, a.k.a. boss-nya Peter Parker (a.k.a. Spider-Man), dalam 3 film Spider-Man -- yang Academy tentu saja tidak mungkin menghadiahinya Oscar untuk peran dalam film action/superhero :-) , bermain brilliant sebagai villainous Fletcher -- sekarang Academy mempunyai kesempatan menghadiahinya Oscar untuk peran dalam film yang penting. Paul Reiser, 20 tahun sejak serial TV “Mad About You”, dengan rambut yang sudah mulai beruban, walaupun tampil di beberapa scene saja, tampil bijaksana dan kebapakan sebagai ayah Neiman -- tidak pernah memaksa atau mendikte, tetapi hanya menasehati dan mendukung. Betul-2 pantas menjadi contoh untuk para ayah yang lain.


Whiplash adalah film kecil dengan pesan yang besar.
Kecil (anggarannya cuma US$ 3,3 juta saja), tetapi cabe rawit.

Sangat berkesan.
Sangat membekas dalam hati.

Nominasi Oscar 2015:
  • Film Terbaik
  • Aktor Pendukung Terbaik (J. K. Simmons)
  • Script Adaptasi Terbaik (Damien Chazelle)
  • Editing Terbaik
  • Sound Mixing Terbaik



Whiplash dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 22 January 2015

The Grand Budapest Hotel

OSCAR WATCH 2015

THE GRAND BUDAPEST HOTEL (8.0/10)


Negara Asal: Inggris, Jerman, Amerika Serikat
Sutradara: Wes Anderson
Script Original: Wes Anderson
Cast: Ralph Fiennes, Tony Revolori, Tilda Swinton, Adrien Brody, Willem Dafoe
Sinematografi: Robert Yeoman

Dongeng dari negeri antah-berantah yang terletak di kaki pegunungan Alpen.

Cerita diawali dengan flashback dari seorang penulis (Tom Wilkinson, penulis tua; Jude Law, penulis muda) yang bercerita tentang perjalanan dan pengalamannya ketika dia berkunjung ke hotel tua “Grand Budapest Hotel” di Republik Zubrowka pada tahun 1968. Di sana dia bertemu dengan pemilik hotel, Zero Moustafa (F. Murray Abraham), yang bercerita tentang masa lalunya sebagai lobby boy (Tony Revolori, Zero muda) dan bagaimana dia akhirnya mewarisi hotel tersebut dan mengapa dia menolak menutup hotel yang sudah tua dan nyaris hancur tersebut.



Walaupun film ini cuma 100 menit saja, dongeng yang disampaikan Zero ternyata sangat padat dan berisi: mencakup banyak karakter, meliputi banyak peristiwa, dan masing-2 karakter mempunyai peran yang memorable. Mulai dari concierge yang berdedikasi tinggi pada pekerjaannya, tetapi menyimpan double life sebagai gigolo untuk pengunjung hotel wanita-2 kaya yang kesepian (Ralph Fiennes), pemilik hotel yang misterius (Tilda Swinton), intrik dalam keluarga (Jeff Goldblum, Adrien Brody, Mathieu Amalric), pencurian  lukisan berharga, ancaman perang, ketidakadilan/injustice (Edward Norton), pembunuhan (Willem Dafoe), persahabatan (Harvey Keitel, Bill Murray), kesetiakawanan (Tony Revolori, Zero muda), dan tentu saja cinta (Saoirse Ronan). Dan semua ini terjalin dengan sangat rapi menjadi satu kesatuan yang padat, singkat, koheren, dan enak untuk ditonton.

Dari segi pembuatan, The Grand Budapest Hotel adalah total kebalikan dari Birdman. Kalau dalam Birdman setting dibiarkan bebas mendikte kamera, dalam film ini setting 100% berada di bawah kontrol kamera. Wes Anderson -- Rushmore (1998), The Royal Tenenbaums (2001), Fantastic Mr. Fox (2009), Moonrise Kingdom (2012) -- tidak sungkan-2 menunjukkan bahwa film ini adalah 100% dongeng. Desain produksinya dengan gamblang menampilkan nuansa dongeng tersebut: hotel yang warna dan pernik-2nya mirip seperti dekorasi kue tart :-) , lokasinya mirip seperti dalam imajinasi anak kecil -- persis di depan gunung yang menjulang tinggi, dengan patung rusa di sebelah kiri dan air terjun di sebelah kanan. Desain kostum, makeup, dan hairstyling-nya juga menekankan nuansa dongeng tersebut: kostum-2 yang desainnya mirip seperti kostum boneka, warna-2 yang menyala, high-contrast, high-saturation, kumis-2 yang bentuknya mirip seperti kumis karakter komik :-)

Menonton film ini bagaikan menikmati dessert atau pencuci mulut yang lezat garapan koki yang berpengalaman -- tidak terlalu manis, tidak terlalu mengenyangkan, tetapi pas.

If you like Wes Anderson, this is Wes Anderson at his best!


Nominasi Oscar 2015:
  • Film Terbaik
  • Sutradara Terbaik (Wes Anderson)
  • Script Original Terbaik (Wes Anderson)
  • Sinematografi Terbaik (Robert Yeoman)
  • Musik Terbaik (Alexandre Desplat)
  • Editing Terbaik
  • Desain Produksi Terbaik
  • Desain Kostum Terbaik
  • Makeup dan Hairstyling Terbaik



The Grand Budapest Hotel dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday, 20 January 2015

Birdman

OSCAR WATCH 2015

BIRDMAN or (The Unexpected Virtue of Ignorance) (8.0/10)

Negara Asal: Amerika Serikat
Sutradara: Alejandro G. Iñárritu
Script Original: Alejandro G. Iñárritu, Nicolás Giacobone, Alexander Dinelaris, Jr. & Armando Bo
Cast: Michael Keaton, Edward Norton, Emma Stone, Naomi Watts
Sinematografi: Emmanuel Lubezki

Film tentang aktor veteran yang berusaha tetap relevan di profesinya. 

Lebih dari dua dasawarsa yang lalu memerankan superhero “Birdman”, Riggan Thomson (Michael Keaton) yang menanjak setengah umur berusaha membangkitkan kembali karier dan ketenarannya dengan menulis, menyutradarai, dan sekaligus membintangi adaptasi teater Broadway dari penulis Raymond Carver yang berjudul “What We Talk About When We Talk About Love.” Teater tersebut diproduksi oleh temannya, Jake (Zach Galifianakis), juga dibintangi oleh kekasihnya, Laura (Andrea Riseborough), seorang aktres baru, Lesley (Naomi Watts), dan seorang aktor “method” yang temperamental, Mike (Edward Norton). Anak perempuannya, Sam (Emma Stone), yang baru saja pulih dari kecanduan narkoba, juga disertakan sebagai asisten pribadinya. Sementara Riggan harus menggeluti masalah-2 pribadinya, ancaman terbesar datang dari kritikus ternama, Tabitha Dickinson (Lindsay Duncan), yang menyimpan kebencian besar terhadap selebriti Hollywood yang mengira dirinya adalah aktor betulan!

Ha, ha, I agree  ... I completely agree :-)

Apa yang mesti Riggan lakukan untuk mengubah apati tersebut??

Film ini adalah ajang besar bagi sutradara Alejandro G. Iñárritu -- Amores Perros (2000), yang kemudian dia remake sendiri untuk Hollywood, Babel (2006), 21 Grams (2003), Biutiful (2010) -- untuk membuat film yang seakan-2 diambil dengan satu long-take saja sepanjang 2 jam. Kenyataannya, film ini terdiri dari beberapa long-take yang kemudian disunting menjadi seakan-2 satu continuous long-take (tanpa cut) sepanjang 2 jam. Tantangan logistik yang Iñárritu hadapi cukup berat, mulai dari ruangan-2 yang sempit, celah-2 dan lorong-2 yang sempit, belokan-2 yang tajam, dan naik-turun tangga yang bertubi-2 -- dan semua setting dalam keadaan penuh barang di sana-sini. Tetapi yang paling mengesankan adalah scene di Times Square ketika Riggan saat beristirahat ‘kekancingan’ pintu belakang teaternya, sementara dia cuma mengenakan celana dalam saja, dan dia harus berjalan memutar melalui Times Square yang padat pengunjungnya untuk kembali ke pintu depan teater. Tidak mampu menutup Times Square dan membayar ekstra sebanyak pengunjung yang memadati tempat ini, Iñárritu harus men-shooting secara riel; dan agar pengunjung tidak menyadari pembuatan film yang sedang berlangsung, tetapi memberi reaksi yang pas terhadap Keaton -- tidak sampai mengganggu, dia harus menarik perhatian sebagian besar pengunjung ke atraksi yang lain (dhi, marching band), sehingga hanya sebagian kecil saja yang bereaksi terhadap Keaton.


Script-nya rapi dan padat; dan meskipun Keaton tampil hampir di setiap scene, karakter-2 yang lain memperoleh kesempatan untuk bersinar, terutama Edward Norton, dan yang tidak kita sangka, Emma Stone. Tidak bisa dengan bebas menempatkan lampu-2 untuk penyinaran, sinematografer Emmanuel Lubezki sangat membantu sutradara mencapai hasil akhir yang dia inginkan. Penulis memeriksa beberapa kali dalam daftar nominasi, film ini ternyata keloncatan dalam kategori Editing Terbaik, padahal penyuntingannya sangat berperan menghasilkan satu continuous long-take, seakan-2 tanpa cut, sepanjang 2 jam. Hmmm, pertanda apa ini??

Sebuah langkah baru dalam pembuatan film.

Nominasi Oscar 2015:
  • Film Terbaik
  • Sutradara Terbaik (Alejandro G. Iñárritu)
  • Script Original Terbaik (Alejandro G. Iñárritu, Nicolás Giacobone, Alexander Dinelaris, Jr. & Armando Bo)
  • Aktor Terbaik (Michael Keaton)
  • Aktor Pendukung Terbaik (Edward Norton)
  • Aktres Pendukung Terbaik (Emma Stone)
  • Sinematografi Terbaik (Emmanuel Lubezki)
  • Sound Editing Terbaik
  • Sound Mixing Terbaik



Birdman dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday, 13 January 2015

Begin Again

OSCAR WATCH 2015

BEGIN AGAIN (7.8/10)


Negara Asal: Amerika Serikat
Sutradara: John Carney
Script Original: John Carney
Cast: Keira Knightley, Mark Ruffalo, Adam Levine, Catherine Keener, Hailee Steinfeld, James Corden
Sinematografi: Yaron Orbach

Tribute untuk Steve Jobs dan karya-2nya ...

Selama ini Greta (Keira Knightley), seorang penyanyi muda + penulis lagu yang idealis yang sedang mencari jalan menuju jenjang profesional, selalu berada di balik bayangan ketenaran kekasihnya, Dave (Adam Levine), yang sudah berhasil menerbitkan album. Akhirnya berpisah dari kekasihnya, Greta bergabung dengan teman akrabnya, sesama musisi, Steve (James Corden), menyanyi di  tempat-2 minum di Manhattan, New York. Sementara itu Dan (Mark Ruffalo) baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai produser di sebuah perusahaan rekaman karena sudah lama tidak berhasil menemukan penyanyi baru. Ketika Dan pas mampir di salah satu dari tempat-2 minum tersebut, Dan sangat terkesan dengan penampilan Grace. Mula-2 skeptis -- tidak percaya diri dan takut gagal -- dengan tawaran Dan untuk mencoba mengorbitkannya, Grace akhirnya bersedia bekerja sama dengannya. Ternyata memang betul rencana tersebut tidak dapat dengan mudah terlaksana:  bos perusahaan rekaman tidak percaya dengan penilaian Dan dan tidak bersedia mengeluarkan biaya sepeserpun untuk membuat rekaman percobaan. Sementara masing-2 harus menggeluti masalah-2 pribadinya, Dan dan Grace akhirnya memilih cara alternatif membuat rekaman percobaan secara independen: tidak perlu studio besar, cukup dengan Apple Mac, iPhone, dan iPod saja; tidak perlu pemusik profesional, cukup dengan pemusik amatir atau pelajar dari sekolah musik saja; settingnya tidak perlu lokasi-2 yang eksotik dan mahal, cukup di gang sempit, atap gedung, atau tempat-2 umum yang gratis saja.

Ha, ha, I like this ... I really like this :-)


Seandainya film ini dibuat 10 tahun yang lalu, penonton mungkin menilai ceritanya mengada-2: Merekam sendiri? Melawan studio besar?? Mana mungkin?! Dan memang seperti itulah reaksi orang ketika Steve Jobs memperkenalkan iPod yang dia perkirakan akan mengubah cara orang menikmati musik (dan cara studio/artis mendistribusikan musik). Sejak itu, dari sisi konsumen, memang betul ada perubahan besar bagaimana kita menikmati musik: akses ke database musik yang lebih besar, akses ke musik dengan lebih cepat, try before you buy, membeli secara fleksibel: individual, tidak perlu seluruh album, dlsb-nya. Tetapi dari sisi produsen, para studio dan artis, mereka memang lebih lambat perubahannya. Film ini adalah “wake-up call” untuk produsen musik, khususnya para pemusik muda yang sedang mencari jalan menuju jenjang profesional: Jangan terpaku dengan cara lama yang sudah established, yang sulit untuk ditembus; ada cara yang lain, cara yang independen, yang bisa dilakukan setiap orang asal dia memang mau. Di sini memang sudah sepantasnya karya-2 Steve Jobs ditampilkan, karena visi Jobs-lah yang merevolusi industri musik: membuka dan membagi peluang untuk setiap orang! Bravo!


Adam Levine, lead vocalist dari grup Maroon 5, menyanyi beberapa lagu dalam film ini. Tetapi yang paling menyenangkan adalah fakta bahwa Keira Knightley menyanyi betulan (bukan dubbing) dalam film ini. Tidak hanya 1 lagu, tetapi 5 lagu! Dan semuanya lagu-2 yang bagus. Satu di antaranya, berjudul  “Lost Stars”, sangat pantas masuk nominasi Lagu Terbaik dalam Oscars tahun ini.

Film ringan yang berbobot, dengan soundtrack yang pantas untuk dimiliki.

Akankah Keira Knightley tampil dalam Oscars menyanyikan lagu ini? Kita tunggu saja.

Prediksi Oscar 2015:
  • Nominasi Lagu Terbaik untuk “Lost Stars” (musik dan lirik oleh Gregg Alexander, Danielle Brisebois, Nick Lashley, Nick Southwood; dinyanyikan oleh Keira Knightley)



Begin Again dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday, 6 January 2015

The Imitation Game

OSCAR WATCH 2015

THE IMITATION GAME (8.2/10)


Negara Asal: Inggris, Amerika Serikat
Sutradara: Morten Tyldum
Script Adaptasi: Graham Moore
Cast: Benedict Cumberbatch, Keira Knightley, Matthew Goode, Mark Strong, Charles Dance
Sinematografi: Oscar Faura

SPOILER ALERT!

Maaf, review kali ini rada membuka plot cerita.
Tetapi sesungguhnya tidak ada yang rahasia atau mengejutkan, karena film ini menceritakan sejarah.

Berdasarkan kisah nyata dari Alan Turing, seorang ahli matematika dan perintis dalam bidang Ilmu Komputer, yang pada masa Perang Dunia ke 2 bekerja untuk MI-6 untuk membongkar mesin sandi Jerman, Enigma.

Saat itu Jerman menunjukkan kedigdayaan militer yang luar biasa, didukung oleh sistem komunikasi dengan mesin sandi yang hebat, yang praktis tidak bisa dibongkar oleh manusia siapapun. Kalaupun ada manusia yang sanggup membongkarnya, dia akan membutuhkan waktu jutaan tahun untuk membongkarnya :-) ; and to make it worse, Jerman mengganti kata kuncinya setiap 24 jam! Bagaimana mengatasi keterbatasan manusia ini? Probabilitas dengan 18 nol di belakangnya -- juta, juta, juta, padahal waktu yang tersedia cuma 24 jam saja. Dihadapkan pada ketidak-mungkinan ini, Alan Turing (Benedict Cumberbatch) berhipotesis: “Kalau begitu, bukan manusia yang semestinya membongkar mesin sandi ini, tetapi mesin yang lain.” Rekan-2 sejawatnya rada skeptis terhadap hipotesis ini, karena hipotesis ini adalah konsep yang baru, apalagi atasannya -- dia menganggap Turing tidak waras dan hanya menghamburkan uang negara saja. Beruntung sekali Turing akhirnya memperoleh dukungan dari atasan paling tinggi, Winston Churchill. Dan mulailah Turing mendesain mesin yang dapat bekerja lebih cepat daripada manusia untuk membongkar mesin sandi ini. Mesinnya sudah betul, tetapi Jerman nampaknya sudah memperhitungkan kemungkinan ini -- tetap saja ada Faktor X yang harus dipecahlan kalau Turing ingin mesin ini bisa membongkarnya di bawah 24 jam.

Berjalan paralel dengan plot utama ini, diceritakan kehidupan Turing selanjutnya setelah Perang Dunia ke 2 selesai. Sementara tetap menekuni disiplin ilmu yang dia bidani, Turing ternyata mengalami “witch-hunt”, diganggu dan dikejar-2 pihak otoritas Inggris yang saat itu meng-kriminalisasi praktek homoseksualism. Tertangkap sebagai seorang homoseksual, Turing dihadapkan pada dua pilihan: masuk penjara atau menjalani “pengobatan”. Turing memilih pengobatan, tetapi so called “pengobatan” ini ternyata merusak tubuh dan pikirannya sehingga dia tidak bisa bekerja seperti dulu lagi.

50 tahun setelah proyek rahasianya di MI-6, informasi tentang proyek tersebut akhirnya dibuka untuk publik, dan publik baru tahu bahwa Turing-lah yang berhasil membongkar mesin sandi Jerman, Enigma. Dan mesin ciptaannya menjadi cikal-bakal CPU untuk komputer-2 modern yang kita gunakan sekarang. Pada tanggal 24 Desember 2013 pemerintah Inggris, ditanda-tangani oleh Ratu Elizabeth II, secara resmi minta maaf dan mencabut hukuman yang dijatuhkan terhadap Turing.

Scriptnya digarap dengan rapi dan subtle, sama sekali jauh dari nuansa propaganda, dan Benedict Cumberbatch berhasil mengimbangi script yang subtle ini dengan akting yang  subtle pula, sama sekali jauh dari mencari simpati dari penonton.  

Sangat berkesan.
Sangat membekas dalam hati.
So far, my favourite this year.

Persaingan dalam kategori Aktor Terbaik tahun ini bakalan berat. Terutama antara Benedict Cumberbatch, Eddie Redmayne (yang memerankan Stephen Hawking dalam The Theory of Everything), dan kemungkinan besar Steve Carell (yang memerankan John du Pont dalam Foxcatcher).

Prediksi Oscar 2015:
  • Nominasi Film Terbaik
  • Nominasi Sutradara Terbaik (Morten Tyldum)
  • Nominasi Aktor Terbaik (Benedict Cumberbatch)
  • Nominasi Aktres Pendukung Terbaik (Keira Knightley)
  • Nominasi Script Adaptasi Terbaik (Graham Moore)
  • Nominasi Editing Terbaik
  • Nominasi Musik Terbaik (Alexandre Desplat)
  • Nominasi Desain Produksi Terbaik (Maria Djurkovic)



The Imitation Game dapat anda temukan di eBay.com

Friday, 2 January 2015

Boyhood

OSCAR WATCH 2015

BOYHOOD (8.0/10)


Negara Asal: Amerika Serikat
Sutradara: Richard Linklater
Script Original: Richard Linklater
Cast: Ellar Coltrane, Patricia Arquette, Lorelei Linklater, Ethan Hawke
Sinematografi: Lee Daniel, Shane Kelly

Gaya bercerita linier -- tanpa struktur standard yang sudah terbiasa kita kenal: pembuka (setting up), tengah (konflik), penutup (resolusi) -- yang populer dalam dunia perfilman Eropa, akhirnya tahun ini bakal meramaikan kompetisi Oscars. Namun demikian, film karya Richard Linklater ini (School of Rock, 2003) mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu dibuat dalam kurun waktu 12 tahun, mengikuti pertumbuhan pemeran utamanya, Mason (Ellar Coltrane), sejak dia berusia 6 tahun sampai dia berusia 18 tahun.

Boyhood adalah drama Coming of Age, yaitu perjalanan suka-duka Mason dan kakaknya, Samantha (Lorelei Linklater), juga diperankan oleh orang yang sama sejak dia kecil sampai dia besar, menjadi dewasa. Ibunya seorang “sole parent” (Patricia Arqutte), diceritakan memiliki mereka ketika dia tidak siap; sedang ayahnya seorang musisi (Ethan Hawke), diceritakan sering pergi dan tidak jelas apa yang dia kerjakan. Berusaha memperbaiki nasib, ibunya harus sering berpindah-2 tempat, mulai dari mencari pekerjaan yang lebih baik sampai kembali ke universitas untuk melanjutkan studi agar bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Karena masih muda, ibunya juga berusaha mencari pasangan lagi, tetapi mendapatkan yang cocok, terutama yang cocok untuk anak-2nya ternyata tidak mudah. Sedang ayahnya, walaupun sering tidak mempunyai uang, selalu datang menjenguk, berusaha menjadi ayah, menasehati, dan membahagiakan mereka sebisanya.

Yang mengejutkan, sekaligus mengesankan, dari film ini adalah walaupun Mason dan Samantha masih anak-2, istilahnya “innocent” (tidak mengerti apa-2), mereka ternyata memahami situasi orangtuanya -- walaupun mereka lebih sering memilih diam saja, karena mereka belum mampu mengartikulasikannya, tetapi mereka sesungguhnya mengerti! Dan mereka mengerti apa yang jelek dan apa yang baik dari orangtuanya. Bagian ini betul-2 mengena: Hati-2lah jadi orangtua. Jangan pernah berpikir anak-2 tidak mengerti apa-2 tentang tingkah-laku orangtuanya. They understand!

Boyhood akhirnya tidak hanya Coming of Age untuk Mason dan Samantha saja, tetapi juga untuk ayah dan ibunya, juga untuk penonton. Film ini dapat menjadi cermin untuk kita semua.

Very good. Very impressive.

Prediksi Oscar 2015:
  • Nominasi Film Terbaik
  • Nominasi Sutradara Terbaik (Richard Linklater)
  • Nominasi Aktor Pendukung Terbaik (Ethan Hawke)
  • Nominasi Aktres Pendukung Terbaik (Patricia Arquette)
  • Nominasi Script Original Terbaik (Richard Linklater)
  • Nominasi Editing Terbaik



Boyhood dapat anda temukan di eBay.com