Resensi Film: Finding Nemo (8.5/10)
Tahun Keluar: 2003
Negara Asal: Australia, USA
Sutradara: Andrew Stanton
Cast: Albert Brooks, Ellen DeGeneres, Alexander Gould
Plot: Setelah hilang tertangkap jaring di Great Barrier Reef, Queensland, seekor ayah (ikan badut) yang penakut terpaksa pergi berkelana ke seberang lautan untuk menemukan kembali anaknya (IMDb).
Ada pepatah yang mengatakan, “There is a child in all of us.”
Sedang filsuf Friedrich Nietzsche mengatakan, “In every person a child is hidden that wants to play.”
Well, Finding Nemo adalah film yang membuktikan betapa benarnya kata-2 pepatah tersebut. Studio Pixar dengan animasinya yang halus dan riel, dalam setiap frame-nya, berhasil menampilkan keindahan dan keajaiban alam di dalam laut – yaitu, Great Barrier Reef, ekosistem karang terbesar di dunia yang terletak di lepas pantai Queensland, Australia. Sedang script dari Andrew Stanton et al. dengan karakterisasinya yang subyektif dan sensitif berhasil membuat setiap karakter dalam film ini unik dan menarik untuk “ditemukan”. Ingatkah anda ketika anda masih kecil, ketika anda untuk pertama kalinya pergi ke sekolah, meninggalkan rumah dan orangtua anda? Penuh dengan antisipasi dan harapan, tetapi juga bercampur dengan kecemasan. Ketika anda akhirnya bertemu dengan teman-2 baru anda, reaksi anda adalah subyektif dan sensitif, misalnya: iiih, ada yang rambutnya keriting (kok ada ya rambut seperti itu?); yang ini hidungnya mancung banget (yang bener aja?!); yang itu mukanya tembem kayak kue terang bulan :-); yang di sana pitanya menyala kayak stabilo :-); yang di sini saputangannya persis kayak taplak meja :-); dan ketika gurunya muncul, warakadah ... tinggi besar kayak gendruwo :-) Setiap penemuan, tidak peduli sesederhana apapun, adalah penemuan baru! Inilah reaksi yang timbul dari script film ini -- setiap karakter, besar atau kecil, adalah penemuan baru. Tidak ada satu momen-pun, dari awal sampai akhir, yang tidak membuat anda takjub, terpesona terhadap apa yang anda lihat. Finding Nemo dengan sangat baik berhasil menemukan kembali dan membawa keluar “anak” dalam diri penonton, tidak peduli dia sudah dewasa atau masih anak-2.
Sedang filsuf Friedrich Nietzsche mengatakan, “In every person a child is hidden that wants to play.”
Well, Finding Nemo adalah film yang membuktikan betapa benarnya kata-2 pepatah tersebut. Studio Pixar dengan animasinya yang halus dan riel, dalam setiap frame-nya, berhasil menampilkan keindahan dan keajaiban alam di dalam laut – yaitu, Great Barrier Reef, ekosistem karang terbesar di dunia yang terletak di lepas pantai Queensland, Australia. Sedang script dari Andrew Stanton et al. dengan karakterisasinya yang subyektif dan sensitif berhasil membuat setiap karakter dalam film ini unik dan menarik untuk “ditemukan”. Ingatkah anda ketika anda masih kecil, ketika anda untuk pertama kalinya pergi ke sekolah, meninggalkan rumah dan orangtua anda? Penuh dengan antisipasi dan harapan, tetapi juga bercampur dengan kecemasan. Ketika anda akhirnya bertemu dengan teman-2 baru anda, reaksi anda adalah subyektif dan sensitif, misalnya: iiih, ada yang rambutnya keriting (kok ada ya rambut seperti itu?); yang ini hidungnya mancung banget (yang bener aja?!); yang itu mukanya tembem kayak kue terang bulan :-); yang di sana pitanya menyala kayak stabilo :-); yang di sini saputangannya persis kayak taplak meja :-); dan ketika gurunya muncul, warakadah ... tinggi besar kayak gendruwo :-) Setiap penemuan, tidak peduli sesederhana apapun, adalah penemuan baru! Inilah reaksi yang timbul dari script film ini -- setiap karakter, besar atau kecil, adalah penemuan baru. Tidak ada satu momen-pun, dari awal sampai akhir, yang tidak membuat anda takjub, terpesona terhadap apa yang anda lihat. Finding Nemo dengan sangat baik berhasil menemukan kembali dan membawa keluar “anak” dalam diri penonton, tidak peduli dia sudah dewasa atau masih anak-2.
Selain efek di atas, film ini mempunyai keunggulan yang lain, yaitu multi-layered storytelling atau penceritaan yang berlapis-2. Ada banyak film yang penampilan luarnya kompleks, tetapi isinya sesungguhnya dangkal; Finding Nemo justru sebaliknya. Dari luar, secara sepintas, ceritanya sederhana, yaitu ayah yang mencari anaknya yang hilang. Namun demikian, despite its outwardly simple facade, Finding Nemo adalah so much more – jauuuh lebih dari itu. Disuarakan oleh para aktor/aktres yang memahami bahwa bersuara-pun memerlukan penghayatan (selain tiga suara di atas, kita juga mendengarkan suara-2 berkarakter dari para aktor/aktres senior seperti Willem Dafoe sebagai Gill the Moorish Idol, Allison Janney sebagai Peach the Starfish :-), Geoffrey Rush (!) sebagai Nigel the Pelican :-), dan comedian Barry Humphries sebagai Bruce the Great White Shark ... whooo :-)), Finding Nemo adalah cerita tentang petualangan (dengan membawa penonton ke daerah eksotik di dalam laut yang tidak banyak kita kenal, sutradara/penulis Andrew Stanton betul-2 memahami kecintaan penonton untuk menemukan dan melihat sesuatu yang baru), cerita tentang persahabatan (antara Marlin dan Dory, antara Nemo dan teman-2nya di akuarium di Sydney), cerita tentang perjuangan hidup, cerita tentang proses menjadi dewasa, cerita tentang menemukan jati diri. Wow, di balik facade yang sederhana, anda dapat menemukan cerita yang berlapis-2!
Bersetting di dalam laut, Finding Nemo adalah metafora dari laut itu sendiri – permukaannya nampak datar dan sederhana, tetapi dalamnya ... so deep and full of creamy nuggets! Dan setelah selesai menonton film ini, para orangtua memahami anaknya lebih baik, dan para anak memahami orangtuanya lebih baik.
8.5/10
No comments:
Post a Comment