Resensi Film: Diamonds Are Forever (7.0/10)
Tahun Keluar: 1971
Negara Asal: UK
Sutradara: Guy Hamilton
Cast: Sean Connery, Jill St. John, Charles Gray
Plot: James Bond mengikuti jejak penyelundupan besar-2an berlian dari Amsterdam ke Las Vegas dan menemukan Blofeld, pemimpin organisasi kriminal SPECTRE, berada di balik operasi ini -- yaitu, menggunakan berlian tersebut untuk mengkonstruksi senjata laser luar angkasa untuk menghancurkan dunia (IMDb).
Menemukan George Lazenby tidak bersedia lagi memainkan peran James Bond setelah menyelesaikan On Her Majesty's Secret Service (1969), studio United Artists memanggil kembali Sean Connery -- dengan gaji berapapun! So be it. Connery akhirnya bersedia kembali dengan gaji £1.25 juta atau sekitar £20 juta untuk ukuran sekarang. Ingin mengulangi kesuksesan Goldfinger (1964), produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli memanggil kembali sutradara film tersebut, Guy Hamilton. Namun demikian, despite maksud baik studio, kehadiran Connery, dan arahan Hamilton, Diamonds Are Forever gagal mencapai misinya (!) -- malah menunjukkan bahwa Connery sudah waktunya untuk diganti dan Blofeld sudah waktunya untuk "dimatikan" :-) Dalam film ini Connery nampak tidak fit fisiknya dan menurun ke-suave-annya. Plot yang melibatkan Blofeld tidak lagi "entertainingly preposterous" -- seperti dalam pendahulunya, Goldfinger, tetapi "tediously preposterous" : kepanjangan, terlalu lambat, dan terlalu datar. Pre-title sequence yang menampilkan Bond dengan gampang mengalahkan Blofeld (walaupun kemudian menuju akhir film terungkap bahwa Blofeld yang asli masih hidup), membuat penonton bertanya-2: "Kalau awalnya seperti ini, tengahnya seperti apa?" Dan ya memang betul, tengahnya membosankan -- plotnya terlalu lama membiarkan Bond lari kesana kemari tanpa mengetahui siapa lawannya, dan ketika hal itu terungkap suspense-nya sudah kehilangan momentumnya, dan "puncak" yang kita tunggu-2 ternyata begitu-2 saja, alias mediocre :-) Settingnya, Las Vegas, sama sekali tidak membantu kekurangan yang ada dalam plotnya. Kota ini terbukti bukan tempat yang eksotik untuk film Bond: padang gurun, suasananya kecoklat-2an/brownish, dengan gedung-2 casino yang eksterior dan interiornya norak, alias gaudy (showy in a tasteless or vulgar way) :-) Ugly settings ...
Beruntungnya, ada dua elemen yang berhasil menyelamatkan film ini dari obscurity (tempat pembuangan), yaitu:
1) Jill St. John, sebagai Bond girl, Tiffany Case.
Selain sebagai Bond girl pertama yang berasal dari AS, St. John mewakili "wajah baru" Bond girl yang mulai memainkan peran yang lebih penting. Dibandingkan dengan para pendahulunya, karakter yang dimainkan St. John mulai in charge atau calling the shots dalam plot ceritanya. Perubahan ini adalah cermin dari perubahan jaman, dhi. perubahan peran wanita dalam masyarakat. Untuk perannya ini St. John bertahan di urutan nomor 3 Top Bond Girls -- setelah Ursula Andress dalam Dr. No (1962) dan Honor Blackman dalam Goldfinger.
2) Lagu tema dengan judul yang sama, diciptakan oleh John Barry dan dinyanyikan oleh Shirley Bassey, sampai saat ini bertahan di urutan nomor 2 Top Bond Songs -- setelah "Goldfinger" yang dinyanyikan oleh penyanyi yang sama dalam Goldfinger.
Agak mengecewakan sebagai film perpisahan Connery, jika anda penggemar Bond, anda tidak akan keberatan menonton film terakhir Connery ini. Plot dasar film ini -- menggunakan berlian untuk mengkonstruksi senjata laser luar angkasa, di-reprise kembali dalam Die Another Day (2002).
* 7.0/10
No comments:
Post a Comment