The Wolf of Wall Street (8.0/10)
Sutradara: Martin Scorsese
Script: Terence Winter
Cast: Leonardo DiCaprio, Jonah Hill, Matthew McConaughey
Sebelum film terbaru dari Martin Scorsese ini ternyata ada film dengan judul yang sama, The Wolf of Wall Street, keluaran tahun 1929 dengan tema yang sama pula -- waktunya semestinya bersamaan dengan peristiwa “Black Tuesday”, yaitu hancurnya harga-2 saham di Wall Street pada bulan Oktober tahun 1929, yang mengawali era Great Depression di seluruh dunia yang berlangsung sampai akhir Perang Dunia ke 2. Tetapi cerita dalam film terbaru dari Scorsese ini diambil dari memoir/kisah nyata eks-pialang, Jordan Belfort (diperankan oleh Leonardo DiCaprio), yang résumé kariernya dipenuhi dengan trik-2 manipulasi pasar saham untuk mengeruk kekayaan secara cepat dan tanpa batas; dan sepadan dengannya, résumé pribadinya dipadati dengan kehidupan hedonistik tanpa batas pula -- materi, pesta, seks, dan narkoba. Inilah yang penulis saksikan selama 179 menit ... 3 jam kurang 1 menit! It's a very very long film! :-) Pemilihan DiCaprio, yang notabene dicintai penonton, plus mempertimbangkan sikon di Amerika, dimana menurut John Steinbeck -- penulis novel “The Grapes of Wrath”: “Socialism never took root in America, because the poor see themselves not as an exploited proletariat but as temporarily embarrassed millionaires,” :-) sedikit banyak berhasil menetralisir ketidak-simpatikan karakter tersebut, karena penonton memahami motivasinya. Jordan Belfort, dari awal sampai akhir film, tidak berubah -- tidak berubah menjadi lebih baik atau lebih bijaksana; hanya statusnya saja yang berubah menjadi eks-narapidana yang kehilangan ijinnya sebagai pialang -- tidak ada penyesalan atas perbuatannya, hanya penyesalan atas penangkapan dirinya.
Scorsese dalam film ini berlaku seperti Federico Fellini dalam La Dolce Vita (1960); 179 menit of “endless orgy” dari Jordan Belfort. Peringatan: tidak semua penonton menyukai gaya penyampaian seperti ini, karena gaya penyampaian seperti ini istilahnya adalah “beating a dead horse”, artinya mengulang-ulangi terus apa yang sudah disampaikan, bahkan sudah dipahami penonton, hanya bentuk luarnya saja yang berbeda. Sayang sekali film ini tidak didukung dengan sinematografi dan desain produksi yang artistik yang sangat diperlukan dalam gaya penyampaian seperti ini -- bandingkan dengan La Dolce Vita yang memanfaatkan keindahan sinematografi hitam-putih kontras tajam dan keindahan kota Roma, dan sekarang dengan film Itali yang lain yang dijagokan memenangkan Film Berbahasa Asing Terbaik, La Grande Bellezza (The Great Beauty). Namun demikian, film ini tidak berarti tidak mempunyai scene yang “indah”; penulis menemukan dua scene yang “indah”, yaitu: 1) Matthew McConaughey mengajari DiCaprio rahasia menjadi pialang yang sukses -- untung sekali McConaughey hanya tampil beberapa menit saja, kalau tidak dia bisa menggeser DiCaprio dari centre stage (catatan: kalau penampilan McConaughey seperti ini dalam Dallas Buyers Club, maka sulit rasanya DiCaprio bisa merebut Oscar dari tangannya), 2) DiCaprio dan Jonah Hill sedang high gara-2 obat bius yang bermerek “lemmon” ... ... I have to confess, it's really really funny :-) Dibantu dengan special effects yang mumpuni, penampilan DiCaprio dalam scene inilah yang mungkin membuat dirinya masuk nominasi Aktor Terbaik dalam Oscars 2014 ini :-)
Salut untuk Scorsese yang berani membuat film tentang karakter yang tidak simpatik ini. Juga untuk DiCaprio yang berani memainkan peran tersebut.
Nominasi Oscar 2014:
- Film Terbaik
- Sutradara Terbaik (Martin Scorsese)
- Aktor Terbaik (Leonardo DiCaprio)
- Aktor Pendukung Terbaik (Jonah Hill)
- Script Adaptasi Terbaik (Terence Winter)
No comments:
Post a Comment