Resensi Film: Gilda (8.5/10)
Tahun Keluar: 1946
Negara Asal: USA
Sutradara: Charles Vidor
Cast: Rita Hayworth, Glenn Ford, George Macready
Plot: Seorang boss casino high-class yang beroperasi secara illegal menemukan orang kepercayaannya mempunyai masa lalu dengan istri barunya (IMDb).
Bersetting di Buenos Aires, Argentina, sekitar Perang Dunia ke 2, Gilda adalah film noir yang dikemas sebagai detective story, tetapi sesungguhnya adalah love story. Johnny Farrell (Glenn Ford) adalah penjudi "profesional" yang suatu malam diselamatkan oleh seorang tidak dikenal ketika dia dirampok di pinggir jalan, seraya diberitahu bahwa ada casino high-class yang beroperasi secara illegal, tetapi diperingatkan tidak mempraktekkan "keahliannya" tersebut di casino itu. Mengabaikan peringatan tersebut, Johnny pergi ke casino itu, curang di meja blackjack, kemudian ditangkap dan diserahkan ke pemilik casino yang ternyata adalah orang yang sama yang menolongnya tempo hari, Ballin Mundson (George Macready). Merasa bangga berhasil mencuranginya, Johnny menawarkan diri untuk bekerja di casino itu dan secara cepat memperoleh kepercayaan dari boss-nya. Suatu hari, sepulang dari perjalanan bisnis, boss-nya memperkenalkan Johnny kepada istri barunya, Gilda (Rita Hayworth) ... ternyata Johnny dan Gilda adalah eks pasangan. Mula-2 tidak mengetahuinya, Mundson akhirnya mencium masa lalu tersebut dari sikap "benci" mereka setiap kali mereka bertemu. Anehnya, Mundson menugaskan Johnny untuk menjaga/mengawasi Gilda. Sementara hubungan "love-hate" antara Johnny dan Gilda memanas, urusan bisnis Mundson dengan organisasi kartel dari Jerman menemui jalan buntu. Menambah complicated situasi, polisi rahasia Argentina membututi Johnny untuk memperoleh informasi tentang organisasi kartel tersebut.
Okay, penulis dapat menilai film ini dari dua sisi. Pertama, cerita. Dari sisi cerita, kurang valid. Relasi antara Johnny dan boss-nya tidak pernah masuk akal -- apakah mungkin seorang boss merekrut orang yang mencuri darinya menjadi manajer untuk usahanya? bukankah dia semestinya sudah mempunyai manajer untuk usahanya tersebut? Mundson mengawini Gilda, yang ternyata adalah eks-nya Johnny -- ini adalah big coincidence yang terasa dibuat-2 ... only happens in the movies :-) Kemudian, Mundson menugaskan Johnny untuk "menjaga" atau "mengawasi" Gilda -- ini betul-2 laughable :-) ... seakan-2 hanyalah pretext saja (alasan saja) untuk melayani tujuan yang lain, yaitu melihat hubungan "love-hate" antara Johnny dan Gilda. Dan ... ya memang betul, THAT IS IT! Film ini walaupun bernuansa film noir/detective story, sesungguhnya adalah love story. Ada banyak "lubang" dalam ceritanya, terutama menuju akhir film, tetapi penulis tidak ingin membuka semua plot agar tidak merusak keinginan mereka yang belum pernah menonton film ini.
Kedua, produksi. Dari sisi produksi, kalau kita menerima film ini adalah film love story (tepatnya, femme fatale), sehingga segala sesuatu yang terjadi antara Johnny dan Gilda terasa make sense, betul-2 fantastik! Dibuat ketika Hollywood berada di bawah pengawasan MPPC (Motion Picture Production Code), yaitu badan yang melakukan moral censorship terhadap film-2 Hollywood dari tahun 1930 sampai tahun 1968, penulis betul-2 kagum melihat bagaimana sutradara Charles Vidor dan tim penulis script-nya berhasil memenuhi semua tuntutan MPPC dan tetap berhasil menyampaikan esensi dari cerita yang ada. Johnny dan Gilda bagaikan kutub utara dan kutub selatan yang berseberangan dan sekaligus saling tertarik. Hubungan "love-hate" tersebut dicerminkan dalam scene-2 yang highly sexual dan sensual, dan diisi dengan dialog-2 yang ... (oh my god) deliciously spiteful! :-) Penonton tahu, tinggal tunggu waktu saja sebelum mereka melampiaskan cintanya, sehebat mereka melampiaskan bencinya. Tetapi beruntung sekali ada MPPC :-) ... sehingga pelampiasan tersebut hanya terjadi sekali saja, dan itupun hanya 3 detik saja :-) Ada pepatah yang mengatakan: less is more, dan ini berlaku di sini. Walaupun Glenn Ford tampil hampir dalam setiap scene, Rita Hayworth adalah "jiwa" dalam film ini. Sementara Ford terasa kaku (ekspresi wajahnya jarang berubah sepanjang film), Hayworth betul-2 femme fatale yang believable -- ekspresi wajahnya komplit: dari gembira, kaget, kesal, sinis, manja, marah, sexy, frustrasi, sampai segalanya yang lain. Dia menyanyi (di-dubbed), menari, dan menggoda dengan passionate. Jack Cole adalah orang yang berjasa meng-koreografi Hayworth ketika dia menyanyi dan menari "Put the Blame on Mame" dan "Amado Mio". Sedang Charles Vidor betul-2 mengetahui dimana dia mesti meletakkan kamera untuk menangkap sisi terbaik Hayworth. Scene-2 dimana Hayworth mengibaskan rambutnya dari luar kamera masuk ke dalam kamera, entah sudah berapa kali diimitasi oleh filmmaker-2 yang lain. Penampilan Hayworth juga dibantu oleh kostum-2 elegan dan sexy dari Jean Louis. Dan secara keseluruhan, filmnya menerima cinematografi hitam-putih yang kaya dan indah dari Rudolph Mate.
Walaupun dari sisi cerita kurang valid, penulis lebih condong mengapresiasi film ini dari sisi produksinya, terutama bagaimana filmmaker pada jamannya berhasil melewati "halangan" dari MPPC.
* 8.5/10
No comments:
Post a Comment