Monday 30 April 2012

In the Heat of the Night

Resensi Film: In the Heat of the Night (9.0/10)

Tahun Keluar: 1967
Negara Asal: USA
Sutradara: Norman Jewison
Cast: Sidney Poitier, Rod Steiger, Warren Oates, Lee Grant

Plot: Kasus pembunuhan seorang industrialis di kota kecil Sparta, Mississippi yang rasis menyeret seorang detektif kulit hitam dari Philadelphia menjadi pemimpin dalam penyelidikan tersebut (IMDb).

Ras adalah topik yang tidak mudah ditangani dalam film, terlebih lagi untuk film ini karena film ini dibuat pada jaman dimana ras tidak didiskusikan dalam film. Jaman sekarang berbeda, kita sering melihat ras didiskusikan dalam film, sebuah topik yang hangat dimana para filmmaker senang mencobanya. Namun demikian, bahkan di jaman sekarang-pun, topik ini tetap memberi tantangan (dan bahkan menciptakan masalah) bagi para filmmaker. Contohnya, coba lihat film Crash (2004), sebuah film dimana ras harus nampak secara gamblang, dimana setiap orangnya adalah rasis, dan agar penonton memahami isyu racism, penonton harus digelontor dengan karakter-2 dan skenario yang dibuat-2. Sebaliknya, dalam film ini, walaupun ras adalah topik utama, filmnya tidak pernah "menghantam" penonton "over the head" dengan ras. Bagaimana film dengan ras sebagai topik utama berhasil menempatkan ras ke latar belakang dengan sedemikian suksesnya? Jawabannya sederhana. Sutradara Norman Jewison memahami bahwa ras ada dimana-2, dan di segala waktu -- bahkan jika ditempatkan di latar belakang! Sangat mengagumkan konstruksi arahan dan script dalam film ini: ketika penonton asyik mengikuti misteri pembunuhan yang terjadi dan terbenam dalam penyelidikan yang berlangsung, kemudian dengan secara tiba-2 berubah menjadi rasis. Misalnya, di akhir film, ketika Virgil Tibbs dan Bill Gillespie berpisah di stasiun kereta api, penonton merasakan ada pengertian di antara mereka berdua, kemudian dengan secara tiba-2, tanpa disangka-2, Gillespie mengucapkan komen rasis kepada Tibbs. Dalam film ini ras selalu hadir dan mempunyai pesan penting tentang hal tersebut, tetapi tidak pernah "menghantam" penonton "over the head", sebaliknya membiarkan penonton melihat bahwa racism adalah salah satu aspek dalam kehidupan. Tidak dapat disangkal, film ini juga bertumpu pada kemampuan akting Sidney Poitier dan Rod Steiger. Memang betul, keduanya memerankan karakter-2 yang ekstrem: Steiger mewakili humanity paling buruk, sedang Poitier mewakili humanity paling baik. Tetapi, penampilan mereka berubah menjadi spesial justru ketika mereka bergerak menuju ke "tengah". Tibbs tidak selalu sempurna dan baik -- suatu kali dia mengakui bahwa dia mengejar seorang tertuduh bukan karena alasan hukum tetapi karena alasan pribadi. Sedang Gillespie, beberapa kali punya momen dimana dia bergerak menuju respectability dan kindness, dimana sikap rasisnya hilang digantikan dengan sikap humane-nya. Walaupun keduanya tidak pernah tinggal di "tengah", tetapi "middle ground" tersebut selalu ada di sana. Ini membuat penonton dapat mengidentifikasi diri mereka tidak sebagai salah satu dari karakter-2 tersebut, tetapi sebagai orang -- yaitu, orang yang dapat buruk, dapat baik, atau segalanya yang ada di antaranya. Di antara semua film tentang ras, In the Heat of the Night adalah salah satu dari yang terbaik ... if not, the best!

* 9.0/10


In the Heat of the Night dapat anda temukan di eBay.com

No comments: