Wednesday, 29 August 2012

Hugo

Resensi Film: Hugo (7.8/10)

Tahun Keluar: 2011
Negara Asal: USA
Sutradara: Martin Scorsese
Cast: Asa Butterfield, Ben Kingsley, Chloë Grace Moretz, Sacha Baron Cohen

Plot: Hugo Cabret, seorang anak yatim piatu, sementara survive sendirian di menara jam di stasiun kereta api Gare Montparnasse, Paris, mempunyai misi mengaktifkan kembali automaton, sebuah robot manusia, yang dia yakini menyimpan pesan dari almarhum ayahnya (IMDb).

Hugo Cabret (Asa Butterfield), seorang anak yatim piatu, survive sendirian di menara jam di stasiun kereta api Gare Montparnasse. Di awal film kita melihat Hugo bekerja sendirian memelihara beberapa jam dinding di stasiun tersebut -- menuju akhir film kita baru mengetahui bahwa pamannya yang semestinya menjadi pengasuhnya ditemukan tenggelam di sungai Seine. Tidak memiliki pengasuh, Hugo mesti bekerja secara sembunyi-2; dan kalau dia keluar dari tempat persembunyiannya, dia mesti main petak-umpet dengan kepala stasiun (Sacha Baron Cohen) yang selalu siap mengirim anak gelandangan ke rumah yatim piatu. Selain survive, Hugo mempunyai misi mengaktifkan kembali automaton, sebuah robot manusia, yang dia terima dari ayahnya sebelum dia meninggal dunia dalam kebakaran yang melalap museum tempat kerjanya. Hugo yakin robot manusia yang bisa menulis ini menyimpan pesan dari almarhum ayahnya. Untuk memperbaiki mesin ini, Hugo mencuri peralatan dari seorang tua (Ben Kingsley) yang membuka kios penjual mainan anak-2 di stasiun kereta api. Suatu hari ketika dia datang mengendap-2 ke kios tersebut untuk mencuri suatu peralatan, dia ketangkap basah! Selain meminta kembali peralatan yang dia curi darinya, orang tua tersebut menyita buku kecil milik Hugo (ayah Hugo) yang berisi informasi teknis tentang robot manusia tersebut, setelah dia "terkejut" melihat isi di dalamnya. Maka, dimulailah cerita yang sesungguhnya: Berhasilkah Hugo mendapatkan kembali buku kecilnya itu? Siapa orang tua tersebut? Mengapa dia begitu bitter (senewen) terhadap buku kecil tersebut?

Drama fiktif berlatar belakang sejarah, adaptasi dari novel berjudul "The Invention of Hugo Cabret" karya Brian Selznick ini adalah film pertama Martin Scorsese yang di-shot dengan teknologi 3D. Dalam wawancaranya Scorsese mengatakan, "Saya menemukan 3D sangat menarik, para aktornya lebih kentara emosinya -- sekecil apapun gerakannya, sekecil apapun intensinya, semuanya tertangkap dengan lebih tepat." Yes, indeed, setuju sekali ... penulis juga merasakan hal yang sama ketika menonton film ini dalam format 3D: detil ekspresi dari karakter-2nya terlihat dengan lebih jelas; ketika kepala stasiun (Cohen) berteriak, kita bisa melihat muncratan ludahnya dan gerakan partikel-2 debu di udara di sekitarnya; atau ketika roti croissant dipasok di depan sebuah cafe, kita bisa melihat kepulan udara panas keluar dari roti tersebut. Sayangnya (konsekuensinya), ketika penulis menonton lagi dalam format 2D, efek menakjubkan tersebut berkurang secara dratis. The magic is lost! Dan dari sini, mau tidak mau, yang tersisa adalah ceritanya!

Hugo, mirip seperti The Iron Lady (2011), mengalami mis-representation/salah-representasi antara preview/iklannya dan film sesungguhnya. Kalau The Iron Lady dengan melihat iklannya penonton mengira film ini adalah film political biography dari Margaret Thatcer (padahal bukan), Hugo dengan melihat iklannya penonton mengira film ini adalah film petualangan bergaya The Chronicles of Narnia (padahal bukan). Kekecewaan penonton ini diwujudkan dengan menurunkan rating Hugo di IMDb dari 8.5 ke 7.7. Penulis sendiri datang menonton Hugo tanpa ekspektasi apapun. Bagaimana pendapat penulis setelah menonton untuk kedua kalinya? Pertama, seperti telah disebutkan di atas, efek 3D yang menakjubkan tidak berhasil tertransfer ke format 2D. Kedua, gara-2 itu (the magic is lost), ceritanya jadi kentara terlalu panjang. Namun demikian, penulis sangat appreciate dengan ceritanya yang memperkenalkan sejarah awal perfilman yang tidak banyak diketahui oleh penonton awam: The Lumière Brothers -- pencipta gambar bergerak, dan Georges Méliès -- filmmaker perintis. Salut! Dalam reviewnya Roger Ebert mengatakan: dibandingkan dengan karya-2 Scorsese yang lain, Hugo adalah film yang paling bukan Scorsese, walaupun yang paling dekat dengan hati Scorsese -- big budget, film keluarga, dan mencerminkan hidupnya sendiri. Hugo menerima 5 Oscar untuk Art Direction Terbaik, Cinematography Terbaik, Sound Editing Terbaik, Sound Mixing Terbaik, dan Visual Effects Terbaik.

* 7.8/10

Hugo dapat anda temukan di eBay.com

No comments: