Tuesday, 29 November 2011

Once Upon a Time in the West

Resensi Film: Once Upon a Time in the West (C'era una volta il West) (****/4)

Tahun Keluar: 1968
Negara Asal: Italy, USA
Sutradara: Sergio Leone
Cast: Henry Fonda, Claudia Cardinale, Jason Robards, Charles Bronson

Plot: Seorang pemain harmonika bergabung dengan seorang buronan kriminal untuk melindungi seorang janda dari segerombolan bandit yang bekerja untuk seorang pengusaha yang rakus (IMDb).

Setelah menyelesaikan Trilogi Dollar-nya: A Fistful of Dollars (1964), For a Few Dollars More (1965), dan The Good, the Bad and the Ugly (1966), Sergio Leone sesungguhnya ingin pensiun dari membuat film-2 koboi -- dia merasa misi western-nya sudah selesai. Tetapi studio United Artists (studio yang memproduksi Trilogi Dollar) meminta Leone untuk membuat film koboi sekali lagi, untuk terakhir kalinya, dengan mengiming-2i dia anggaran yang besar dan akses ke aktor favoritnya, Henry Fonda! Sepanjang kariernya, Leone selalu ingin bekerja dengan Henry Fonda, maka diterimalah tawaran tersebut.

Ide awal dari film ini adalah cerita yang menggabungkan semua referensi dari film-2 klasik koboi Amerika, mulai dari My Darling Clementine (1946), Duel in the Sun (1946), High Noon (1952), Shane (1953), The Searchers (1956), The Magnificent Seven (1960) sampai The Man Who Shot Liberty Valance (1962). Hasilnya adalah Once Upon a Time in the West ... judul yang sangat cocok untuk cerita yang bersifat timeless -- tidak hanya mengacu pada waktu tertentu saja, tetapi pada kumpulan kenangan dari masa lalu yang berisi tema universal tentang kebaikan dan kejahatan, romans, dan yang lainnya. Mengacu ke sekitar 30 film klasik koboi Amerika (menurut film critic dan film historian Christopher Frayling), Once Upon a Time in the West menyampaikan cerita dari tiga tokoh utamanya: pemain harmonika yang misterius (Charles Bronson), buronan kriminal yang notorious Cheyenne (Jason Robards), dan pengantin baru yang cantik Jill McBain (Claudia Cardinale). Berada di tengah jalan mereka adalah Frank, seorang pembunuh bayaran yang sadis, yang dimainkan dengan sangat meyakinkan oleh aktor yang selama ini selalu berperan sebagai good guy, Henry Fonda!

Setiap karakter mempunyai cerita sendiri-2 (dan musik tema sendiri-2!), dan setiap cerita dimulai secara misterius -- dengan gaya Leone yang klasik, motivasi dan identitas setiap karakter terungkap secara perlahan-2. Walaupun ceritanya kental dengan plot dan sub-2 plot, film ini menitikberatkan pada style/gaya dalam menyampaikan cerita tersebut -- menghasilkan scene-2 yang indah, yang mempunyai daya tarik sinematik yang kuat. Sebagai contoh, film ini dimulai dengan sequence pembuka sepanjang 15 menit yang dimainkan praktis dalam kesunyian sementara tiga koboi jago tembak menunggu kedatangan Harmonica di stasiun kereta api yang sunyi. Sequence ini mensetup style/gaya dari film ini secara keseluruhan -- momen-2 penting dimainkan dengan gaya seperti ini untuk menghasilkan efek suspense yang maksimal. Untuk penonton yang tidak mengenal gaya Leone, cara ini mungkin terasa lambat dan membosankan, tetapi percayalah ... jika anda sabar menunggu, hasilnya sangat sumbut -- tidak ada sutradara lain (kecuali Alfred Hitchcock!) yang dapat secara konsisten melakukan hal ini dengan baik.

Secara keseluruhan, penampilan film ini sangat elegen, mulai dari pengambilan gambar-2 dari Claudia Cardinale yang bagaikan goddess, pengambilan gambar-2 dengan lensa lebar dari Monument Valley yang menakjubkan, sampai musical score dari Ennio Morricone yang mengusik sanubari (film ini dapat anda pinjam hanya untuk mendengarkan musiknya saja!). Setelah suspense bergaya Hitchcock, Leone melepas Fonda dan gerombolannya dengan suara-2 tembakan yang paling memekakkan telinga dalam sejarah film-2 koboi. Ketika seorang tertembak, dia bahkan mati dengan gaya Leone: jatuh terpelanting secara brutal ... !

Dari segi originalitas, film ini memang tidak orisinil. Ketika film ini keluar, film ini langsung menjadi populer di seluruh dunia, tetapi penonton Amerika tidak menyukainya. Dengan berjalannya waktu, film ini berhasil mengumpulkan fans di Amerika, karena Leone dinilai berhasil menjadikan film ini sebagai filmnya sendiri (menggunakan style/gayanya sendiri). Pada tahun 2009, Once Upon a Time in the West terpilih masuk dalam United States National Film Registry sebagai film yang "culturally, historically, or aesthetically significant."

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Once Upon a Time in the West dapat anda temukan di eBay.com

Friday, 25 November 2011

Bicycle Thieves

Resensi Film: Bicycle Thieves (Ladri di biciclette) (****/4)

Tahun Keluar: 1948
Negara Asal: Italy
Sutradara: Vittorio De Sica
Cast: Lamberto Maggiorani, Enzo Staiola

Plot: Di Roma, Itali, setelah Perang Dunia ke 2, seorang pria harus menemukan kembali sepedanya yang hilang dicuri, karena tanpa sepeda tersebut dia tidak dapat melakukan pekerjaannya (IMDb).

Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Luigi Bartolini, film klasik arahan Vittorio De Sica ini adalah studi yang sangat berani tentang kemiskinan. Bicycle Thieves dipengaruhi oleh gaya neorealism Itali -- gaya realism baru yang dipopulerkan oleh Roberto Rossellini, bersetting di kelas pekerja/bawah, di-shooting di lokasi (bukan studio), menggunakan cast orang biasa (bukan aktor), dan berkutat tentang tema kesulitan ekonomi dan perubahan moral yang ditimbulkannya setelah Perang Dunia ke 2 selesai. Gaya realism baru ini lebih menampilkan elemen-2 dari kehidupan nyata, daripada dari imajinasi belaka. Bersetting di Roma, Itali yang miskin setelah Perang Dunia ke 2, pria miskin Antonio (Lamberto Maggiorani), didampingi oleh anak laki-2nya Bruno (Enzo Staiola), harus menemukan kembali sepedanya yang hilang dicuri, karena tanpa sepeda tersebut dia tidak dapat melakukan pekerjaannya. Untuk meningkatkan realism, peran-2 tersebut dimainkan oleh orang-2 biasa (bukan aktor): Maggiorani adalah pekerja pabrik dan Staiola adalah anak laki-2 biasa yang karena situasi ekonominya nampak lebih dewasa dari usianya. Mereka berdua berhasil menampilkan kemanusiaan mereka di tengah-2 kemiskinan yang kronis yang menggilas mereka tanpa tedeng aling-2: dari pria yang berpengharapan di pagi hari ke pria yang putus asa di malam hari. Judul filmnya sendiri baru memukul benak penonton menjelang akhir film ketika Antonio, setelah gagal menemukan sepedanya, akhirnya berusaha mencuri sepeda orang lain (menjadi seperti orang yang telah menyusahkan dirinya). Ketika film selesai, Antonio menyadari bahwa dia secara moral tidak lebih superior daripada orang yang telah mencuri sepedanya. What a powerful ending! Ketika film ini dibuat, tidak ada film di Hollywood yang berani mempunyai pesan akhir seperti ini, karena pasti dilarang oleh Motion Picture Production Code (MPPC)/Hays Code.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Bicycle Thieves dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 24 November 2011

Mr. Skeffington

Resensi Film: Mr. Skeffington

Tahun Keluar: 1944
Negara Asal: USA
Sutradara: Vincent Sherman
Cast: Bette Davis, Claude Rains, Walter Abel

Plot: Fanny Trellis, socialite cantik yang materialistis, mengawini Job Skeffington, pengusaha Yahudi yang mencintainya secara tulus, untuk tujuan convenience ("kemudahan") -- dan membutuhkan waktu yang lama dan nasib buruk yang berentetan untuk menyadarkan Fanny atas keegoisan dirinya tersebut (IMDb).

Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Elizabeth von Arnim, Mr. Skeffington adalah melodrama yang bertumpu pada kekuatan akting dari dua pemeran utamanya: Bette Davis sebagai Fanny Trellis yang self-centered, egois dan Claude Rains sebagai Job Skeffington yang sabar dan pemaaf. Pesan ceritanya sesungguhnya bagus, walaupun temanya sudah umum. Karakterisasi Trellis sebagai ego-sentris terasa unbelievable, tetapi tertolong dengan adanya sub-plot antara dia dan adik kesayangannya, Trippy (Richard Waring) -- namun demikian, Davis membawakan perannya dengan penuh keyakinan sehingga penonton menjadi yakin. Transformasi Davis menjadi "old lady" di akhir film betul-2 mengejutkan, sekaligus mengharukan. Karakterisasi Skeffington sebagai suami yang tidak pernah putus harapan terhadap istrinya juga terasa unbelievable, tetapi tertolong dengan adanya sub-plot antara dia dan sekretarisnya -- namun demikian, Rains membawakan perannya dengan penuh kehangatan sehingga penonton menjadi percaya. Betul-2 peran yang pas untuk Davis, sama seperti gaun yang dia kenakan untuk menggoda semua pria yang dia inginkan, Mr. Skeffington merupakan kemenangan untuk penampilan Davis. Davis dan Rains menerima nominasi Oscar untuk penampilan dalam film ini.

Cerita (***)
Screenplay (***)
Karakter (***)
Akting (****)

Keseluruhan: ***/4

Mr. Skeffington dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 23 November 2011

Now, Voyager

Resensi Film: Now, Voyager (**1/2/4)

Tahun Keluar: 1942
Negara Asal: USA
Sutradara: Irving Rapper
Cast: Bette Davis, Paul Henreid, Claude Rains, Gladys Cooper

Plot: Charlotte Vale, seorang perawan tua, mengalami gangguan mental gara-2 tekanan batin dari ibunya yang menguasai hidupnya. Setelah menjalani perawatan, dia pergi berpesiar dan berkenalan dengan seorang pria yang menyadarkan dirinya untuk menjadi wanita yang utuh dan independen (IMDb).

Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Olive Higgins Prouty, inti ceritanya sesungguhnya berbobot, tetapi ... my oh my, film ini dipenuhi dengan cliché dan sentimentalitas -- seperti opera sabun. Namun demikian, transformasi Bette Davis dari wanita terkungkung menjadi wanita independen betul-2 luar biasa. Penampilan Gladys Cooper sebagai ibu yang menguasai juga sangat menyakinkan, walaupun rada berlebihan. Mereka berdua pantas menerima nominasi Oscar untuk penampilan dalam film ini. Claude Rains, seperti biasanya, memainkan perannya (sebagai Dr. Jaquith) dengan sangat baik, tetapi Paul Henreid tampil rada kaku (sebagai Jerry) dan karakternya (subplot antara dia dan anak perempuannya) terasa tidak masuk akal. Dialog-2nya terasa corny, pretentious -- muluk, tetapi tidak berarti :-) -- misalnya, dialog antara Dr. Jaquith dan Charlotte (Dr. Jaquith mengutip salah satu baris dari puisi Walt Whitman: "Now, Voyager, sail thou forth, to seek and find," atau dialog antara Charlotte dan Jerry:
Oh Jerry, don't let's ask for the moon. We have the stars.
What?! :-)

Kalau bukan gara-2 Bette Davis dan Gladys Cooper, film ini akan terlupakan dengan bergantinya jaman.

Maaf, penulis mesti tidak setuju dengan rating film ini di IMDb :-)

Cerita (**1/2)
Screenplay (**1/2)
Karakter (***)
Akting (***)

Keseluruhan: **1/2/4

Now, Voyager dapat anda temukan di eBay.com

Friday, 18 November 2011

Airport

Resensi Film: Airport (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1970
Negara Asal: USA
Sutradara: George Seaton
Cast: Burt Lancaster, Dean Martin, Jean Seberg, Jacqueline Bisset, George Kennedy, Helen Hayes, Van Heflin, Maureen Stapleton

Plot: Berbagai drama kehidupan yang terjadi pada suatu malam bersalju di bandara internasional Chicago, AS (IMDb).

Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Arthur Hailey, dari segi teknologi Airport memang terasa ketinggalan jaman; tetapi dari segi pengarahan, script dan akting film action ini patut menerima pujian -- tidak mengherankan Airport menjadi inspirasi bagi film-2 tipe bencana yang lain. Diarahkan secara sangat efektif oleh George Seaton, Airport mencakup lima plot: 1) kepala bandara Lancaster dan pesawat yang terjerembab di landasan (dimana mekanik jenius George Kennedy turun tangan), 2) Lancaster dan istrinya (dimana Public Relation bandara Seberg menjadi sub-plotnya), 3) kapten pesawat Martin dan pramugari Bisset (dimana istri Marti menjadi sub-plotnya), 4) pesakitan Heflin dan istrinya, Stapleton, dan 5) stowaway Hayes. Selain plot-2 dan sub-plot-2 tersebut, ada karakter-2 yang lain yang standout secara individual, yaitu Lloyd Nolan sebagai kepala custom yang waspada, uncredited aktor remaja sebagai penumpang pesawat yang inquisitive, dan uncredited aktor dewasa sebagai penumpang pesawat yang histeris. Dengan cerita yang riel, script yang rapi dan tajam, dan karakterisasi yang meyakinkan, Seaton berhasil menampilkan semua storyline secara berimbang -- menghibur di awal film dan menegangkan syaraf di akhir film. Burt Lancaster menampilan akting yang meyakinkan, George Kennedy memperoleh dialog-2 yang terbaik, tetapi Helen Hayes dan Maureen Stapleton-lah yang berhasil mencuri perhatian penonton: Hayes sebagai stowaway yang mula-2 menarik simpati, tetapi kemudian menggemaskan, dan Stapleton sebagai istri yang terkejut. Airport adalah film hiburan yang tidak hanya menghandalkan action, tetapi juga isi.

Cerita (***)
Screenplay (****)
Karakter (***1/2)
Akting (***)

Keseluruhan: ***1/2/4

Airport dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 17 November 2011

Fail-Safe

Resensi Film: Fail-Safe (****/4)

Tahun Keluar: 1964
Negara Asal: USA
Sutradara: Sidney Lumet
Cast: Henry Fonda, Dan O'Herlihy, Walter Matthau

Plot: Sistem pertahanan AS yang terkomputerisasi mengalami electrical malfunction dan mengirim kode penyerangan nuklir ke Rusia (IMDb).

Dalam bisnis perfilman, timing is everything! Dibuat setelah krisis Cuba pada tahun 1962, Fail-Safe dikeluarkan pada saat yang tepat. Tetapi, saat itu ada film yang lain yang juga bertemakan yang sama, yaitu Dr. Strangelove arahan Stanley Kubrick. Kubrick berhasil menunda pemutaran film ini, dengan mengancam lawsuit terhadap studio Columbia yang mendistribusikan kedua film ini, sehingga Dr. Strangelove keluar sebelum film ini. Dapat dimengerti mengapa Kubrick mendesak studio Columbia untuk mengeluarkan filmnya sebelum film ini, yaitu karena filmnya ternyata -- tanpa disengaja -- adalah komedi gelap/parodi (olok-2) dari situasi yang digambarkan dalam film ini. Ketika Fail-Safe akhirnya keluar, ceritanya terasa basi dan filmnya terasa inferior jika dibandingkan dengan Dr. Strangelove. Namun demikian, dengan berjalannya waktu, Fail-Safe -- dibuat berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Eugene Burdick and Harvey Wheeler -- berhasil dinobatkan sebagai salah satu dari film-2 thriller perang dingin yang terbaik. Novelnya terjual laris sampai tahun 1990-an dan film ini memperoleh pujian yang tinggi karena berhasil menangkap esensi dari cerita aslinya. Betul-2 gelap dan pesimistik terhadap prospek pecahnya perang nuklir, ada dua pendapat tentang film ini: pendapat pertama, film ini berlebihan dan konyol (apakah mungkin kesalahan konyol, dhi. eletrical malfunction yang sederhana, dapat men-trigger perang nuklir? ); pendapat kedua, film ini realistis dan menegangkan (memang betul, kesalahan konyol dapat men-trigger perang nuklir! :-)) Terlepas dari dua pendapat tersebut, penulis melihat film ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dari Dr. Strangelove -- bedanya, Dr. Strangelove betul-2 parodi, sedang film ini settingnya serius: ceritanya serius dan karakter-2nya serius ... in fact, riel, dan manusia riel sering melakukan kesalahan konyol, bahkan sangat konyol.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

Fail-Safe dapat anda temukan di eBay.com

The Paradine Case

Resensi Film: The Paradine Case (**1/2/4)

Tahun Keluar: 1947
Negara Asal: USA
Sutradara: Alfred Hitchcock
Cast: Gregory Peck, Alida Valli, Ann Todd, Charles Laughton, Charles Coburn, Ethel Barrymore, Louis Jourdan

Plot: Seorang pengacara jatuh cinta dengan seorang wanita terdakwa pembunuhan yang dia wakili dalam sidang di pengadilan (IMDb).

The Paradine Case adalah film terakhir Alfred Hitchcock di bawah produser David O. Selznick -- konon dikatakan bahwa saat itu Hitchcock sudah sangat jenuh dengan kontrak kerja tersebut. Dalam wawancaranya dengan François Truffaut, Hitchcock mengatakan: dia dan istrinya, Alma Reville, menulis draft pertama dari script sebelum memanggil penulis teater James Bridie untuk menghaluskannya; tetapi Selznick tidak puas dengan hasilnya -- setiap hari dia memeriksa hasil shooting, menulis ulang scene-2 tersebut, dan mengirim scene-2 baru ke set untuk di-shot ulang. Kenyataannya, sebelum campur tangan Selznick yang intrusif tersebut, script film ini sudah mengalami penulisan ulang berkali-2 karena harus memenuhi persyaratan sensor Motion Picture Production Code (MPPC)/Hays Code. Awalnya, kantor sensor Hays memperingatkan bahwa script tersebut tidak akan lolos sensor karena pemeran utamanya, Nyonya Paradine, adalah orang yang bersalah atas pembunuhan, perselingkuhan, perjury (bohong di dalam sidang di pengadilan), dan bunuh diri. Kantor sensor Hays juga keberatan terhadap peran hakim yang digambarkan sebagai orang sadis yang senang menjatuhi hukuman mati. Setelah melalui penulisan ulang berkali-2, script akhirnya berhasil lolos sensor.

Mula-2, Hitchcock menginginkan Laurence Olivier sebagai pemeran utama pria, Anthony Keane, dan Greta Garbo sebagai pemeran utama wanita, Nyonya Paradine. Olivier menolak tawaran tersebut karena dia sedang sibuk dengan filmnya, Hamlet (1948), dan Garbo menolak karena dia sudah memutuskan untuk berhenti dari akting. Aktor-2 lain yang juga dipertimbangkan termasuk Ronald Colman, Joseph Cotten dan James Mason untuk peran Anthony Keane; Ingrid Bergman dan Hedy Lamarr untuk peran Nyonya Paradine; Claude Rains untuk peran hakim Lord Thomas; dan Robert Newton untuk peran Andre Latour, kekasih gelap Nyonya Paradine. Akhirnya, Hitchcock memilih Gregory Peck, yang saat itu sedang naik daun, untuk peran Anthony Keane; dan Selznick memilih Alida Valli (dari Itali) dan Louis Jordan (dari Perancis), yang saat itu dipertimbangkan sebagai potensi yang menjanjikan, untuk peran Nyonya Paradine dan Andre Latour.

Film seluruhnya di-shot di set di Culver City, California. Selznick mengeluarkan banyak biaya: set untuk ruang pengadilan adalah duplikat dari ruang pengadilan di Old Bailey, London, dibangun dengan biaya $80,000; dan tidak seperti biasanya, set-2nya dibangun dengan menggunakan langit-2 untuk memungkinkan sudut pengambilan gambar yang rendah. Film selesai dengan menghabiskan total biaya $4,258,000 -- hampir semahal Gone with the Wind (1939). Sayangnya, The Paradine Case tidak berhasil mencapai sukses di box office -- penerimaan dari seluruh dunia bahkan tidak mencapai setengah dari total biaya tersebut.

Alida Valli
Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Robert Smythe Hichens, The Paradine Case membawa Alfred Hitchcock kembali ke daerah yang dia kenal dengan baik: bersetting di London dan berurusan dengan cerita tentang pembunuhan. Maddalena Anna Paradine (Alida Valli) adalah wanita muda yang cantik, enigmatik (eksotik/misterius) dan sekaligus mempunyai "masa lalu". Nyonya Paradine ditangkap dan didakwa telah membunuh suaminya, seorang pensiunan militer, Colonel Paradine. Nyonya Paradine mencari nasehat dari teman keluarga, Sir Simon (Charles Coburn), yang merekomendasi temannya, pengacara Anthony Keane (Gregory Peck), untuk mewakilinya dalam sidang di pengadilan. Keane menerima kasus ini dan walaupun dia telah menikah dan bahagia dengan istrinya, Gay (Ann Todd), dia langsung terpesona dengan klien barunya yang eksotik dan misterius ini. Keane yakin Nyonya Paradine tidak bersalah, karena dia merasa bahwa wanita terhormat seperti Nyonya Paradine tidaklah mungkin melakukan pembunuhan. Nuansa ambiguity (ketidakjelasan) apakah Nyonya Paradine adalah seorang istri yang setia dan berbakti atau seorang femme fatale yang jahat dan penuh perhitungan menjadi tema utama dalam film ini.

Gregory Peck & Ann Todd
Sementara Keane mendalami kasus tersebut, istrinya Gay yang sabar dan murah hati mulai mencium ketertarikan suaminya terhadap kliennya tersebut. Gay mengungkapkan perasaan gundahnya kepada suaminya dan suaminya menawarkan diri untuk mengundurkan diri dari kasus tersebut. Di luar dugaan, Gay meminta suaminya untuk tetap mewakili Nyonya Paradine dan memberi pembelaan yang terbaik yang dapat membebaskannya. Gay menjelaskan, keputusan bersalah diikuti dengan hukuman mati untuk Nyonya Paradine akan berarti dia akan kehilangan suaminya secara emosional untuk selamanya; maka, satu-2nya cara agar dia bisa mendapatkan kembali cinta suaminya adalah jika dia mendukung suaminya untuk memberi pembelaan yang terbaik yang dapat membebaskannya.

Louis Jordan
Tetap yakin kliennya tidak bersalah, Keane mulai memfokuskan pembelaannya terhadap pembantu Colonel Paradine yang misterius, Andre Latour (Louis Jourdan). Nyonya Paradine meminta Keane untuk tidak menyudutkan pembantu tersebut. Secara sadar atau tidak sadar, Keane melihat Latour sebagai "kambing hitam" yang dapat dikorbankan untuk membebaskan kliennya, tetapi strategi ini ternyata menghantam balik pembelaannya. Keane menyudutkan Latour di dalam sidang di pengadilan dengan menunjukkan ketidakkonsistenan pernyataan-2nya. Nyonya Paradine marah karena Keane mengingkari janjinya bahwa dia tidak akan menyudutkan pembantu tersebut. Hari berikutnya, ketika sidang berlanjut, pengadilan menerima kabar bahwa Latour telah bunuh diri. Nyonya Paradine kontan saja tidak dapat menahan diri lagi -- duduk di dalam kursi saksinya, dia akhirnya mengakui bahwa Latour adalah kekasih gelapnya dan dia telah membunuh suaminya agar bisa bersama dengan Latour. Keane terkejut, secara fisik, emosional dan intelektual. Mengetahui tidak ada lagi yang dapat dia lakukan untuk menyelamatkan kliennya, Keane dengan terbata-2 mengakui betapa buruknya dia telah menangani kasus tersebut. Dia meninggalkan ruang pengadilan dan pulang ke rumah temannya, Sir Simon. Keane yakin kegagalan ini adalah akhir dari kariernya, tetapi istrinya Gay menyusulnya ke rumah Sir Simon dan membangkitkan kembali harapannya untuk masa depan.

Akhir yang datar dari film yang secara keseluruhan kurang memuaskan.

Sering dikategorikan sebagai satu dari film-2 Hitchcock yang kurang berkualitas, The Paradine Case sesungguhnya mempunyai cerita yang menarik: seorang pengacara yang terjebak dalam emosinya ketika membela kliennya -- tema populer yang telah digunakan berkali-2 dari jaman film bisu sampai jaman sekarang. Dan cinta segitiga antara Peck, Valli (yang motivasi sesungguhnya disimpan terus sampai akhir film) dan Todd dapat dipercaya dan kompleks -- dengan masing-2 mempunyai agenda sendiri-2. Namun sayang, tidak didukung oleh cast yang cocok dan script yang efektif.

Hitchcock pernah berkata:
Pertama, saya melihat Gregory Peck kurang meyakinkan sebagai pengacara Inggris. Kedua, saya tidak mengerti bagaimana pembunuhan dilakukan -- ada banyak orang lalu-lalang dari satu kamar ke kamar yang lain, naik-turun dari tangga. Saya tidak sepenuhnya mengerti geografi dari rumah tersebut atau bagaimana Nyonya Paradine dapat melakukan pembunuhan tersebut.

Ketika sidang dimulai, yaitu sekitar separoh jalan dari film, anda dapat melihat mengapa Hitchcock meragukan penampilan Peck sebagai pengacara Inggris. Bukan karena aksen Peck yang kurang Inggris, tetapi karena jaksa penuntut Sir Joseph (Leo G. Carroll) dan hakim Lord Thomas (Charles Laughton) mengikuti prosedur persidangan Inggris, sedang pembela terdakwa (Peck) bertingkah laku seperti Perry Mason :-) Dia membutuhkan peringatan berkali-2 dari hakim untuk mengikuti prosedur persidangan yang berlaku, seakan-2 dia bukan pengacara Inggris :-) Selain itu, Peck yang terkenal dengan aktingnya yang tidak terlalu menonjolkan emosi atau perasaan (akting yang membuatnya menjadi bintang), kurang berhasil menampilkan efek yang pas untuk perannya sebagai pria yang mengalami pergumulan batin antara cintanya terhadap istrinya dan ketertarikannya terhadap kliennya. Valli memainkan peran paling sulit di sini, karena dia harus menarik simpati Peck dan sekaligus menjaga jarak secara emosional darinya. Sayangnya, Valli, walaupun tampil exquisite, tidak mempunyai kharisma seperti Garbo yang mampu memikat lawan mainnya (dan penonton) dengan pandangannya, dengan perkataannya, dan dengan tingkah lakunya. Beruntungnya, Todd tampil sangat baik dan memberi kedalaman dan sensitivitas ke perannya yang mungkin hanya peran istri menderita yang membosankan. Dia menolak menderita secara diam-2, dia mengungkapan perasaan gundahnya kepada suaminya dan menghadapi masalah yang ada secara fair dan terbuka. Jaman sekarang, penonton cynic mungkin menganggap sikap Todd tersebut tidak masuk akal, tetapi untuk jamannya sikap seperti ini sangat mungkin terjadi.

Ketidakefektifan script terlihat dari banyaknya karakter yang kurang berperan dalam cerita yang ada, misalnya Charles Laughton dan Ethel Barrymore, yang memainkan peran hakim dan istrinya -- film tetap dapat berjalan dengan baik dengan hakim tampil dalam scene-2 persidangan saja. Tetapi ironisnya, justru Ethel Barrymore-lah yang menerima nominasi Academy Award :-) Kemudian ada sequence panjang dimana Keane mengunjungi rumah Paradine di luar kota yang tidak melayani tujuan apapun -- dia bertanya kesana kemari, berusaha mengorek informasi dari Latour, tetapi akhirnya tidak menghasilkan apa-2. Selain itu, dialog-2nya terasa circular (berputar di antara mereka sendiri), khususnya di antara para pemeran pria (Peck, Coburn, Laughton), dan sebagian besar dari dialog-2 tersebut meleset dari realitas yang ada. Anehnya, hanya para pemeran wanitanya (Valli, Todd, Tetzel) yang mengenali realitas tersebut dari awal. Para prianya berargumen dan "bermain" (mengorbankan satu sama lain untuk maksudnya sendiri), meleset sepenuhnya dari kebenaran yang ada. Entah disengaja atau tidak, rada lucu kalau dipikirkan ... mungkinkah ini adalah sense of humour dari Hitchcock???

Namun demikian, The Paradine Case tetap memiliki ciri-2 film Hitchcock, yaitu: gerakan kamera yang inovatif, pengambilan gambar yang menarik, tema romans yang hangat, cinta segitiga yang kabur, pergumulan cinta dan benci di antara karakter-2 utamanya -- pria yang egois, wanita yang manipulatif, bencana yang akan datang, ... dan karakter-2 wanita yang inquisitive -- jelas sekali, Hitchcock menemukan wanita-2 seperti ini menarik, karena mereka banyak muncul dalam film-2nya selanjutnya, misalnya Patricia Hitchcock dalam Strangers on a Train (1951) dan Barbara Bel Geddes dalam Vertigo (1958). Untuk scene-2 di ruang pengadilan, Hitchcock menggunakan teknik baru, yaitu menggunakan empat kamera yang bekerja secara simultan, dengan masing-2 kamera mengarah ke masing-2 aktor. Setup ini, termasuk shot dari crane yang dikoreografi secara detil, memungkinkan Hitchcock men-shoot sampai sepanjang 10 menit, sesuatu yang dia gunakan secara optimal dalam dua film berikutnya, Rope (1948) dan Under Capricorn (1949).

The Paradine Case bukan film yang sempurna, tetapi memiliki ciri-2 film Hitchcock yang menarik. Setelah film ini Hitchcock menjadi sutradara independen, mempunyai kontrol lebih besar terhadap kariernya sementara dekade 1950 mendekati.

Menerima nominasi Academy Award untuk:
  • Best Actress in a Supporting Role (Ethel Barrymore)

Cerita (***)
Screenplay (**1/2)
Karakter (**1/2)
Akting (**1/2)

Keseluruhan: **1/2/4

The Paradine Case dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 9 November 2011

The Battle of Algiers

Resensi Film: The Battle of Algiers (La battaglia di Algeri) (****/4)

Tahun Keluar: 1966
Negara Asal: Italy, Algeria
Sutradara: Gillo Pontecorvo
Cast: Brahim Hadjadj, Jean Martin, Yacef Saadi

Plot: Perang gerilya National Liberation Front (FLN) melawan penjajahan Perancis di Algeria (IMDb).

Berdasarkan catatan perjuangan National Liberation Front (FLN), Souvenirs de la Bataille d'Alger, yang ditulis oleh bekas komandan FLN, Saadi Yacef, The Battle of Algiers memperoleh ketenarannya sebagai film drama perang yang disampaikan dengan gaya realism, dokumenter, dan berimbang dari dua sudut pandang yang terlibat. Untuk menjaga perspektif yang netral, scriptnya mengalami penulisan berulang kali dari dua sudut pandang tersebut, sampai akhirnya menghasilkan Ali La Pointe (Brahim Hadjadj) sebagai protagonist, Colonel Mathieu (Jean Martin) sebagai antagonist, dan menggambarkan kekejaman dari kedua belah pihak dan kesengsaraan yang ditimbulkan terhadap penduduk awam Algeria dan Perancis. Film ini berhasil menangkap esensi dari gerakan revolusioner tanpa menempatkan pihak manapun sebagai "good guys" atau "bad guys" -- mereka semua hanyalah manusia yang terperangkap dalam situasi yang impossible, dimana tidak ada jalan keluar selain konfrontasi dan pertumpahan darah. Untuk menciptakan efek realism, sutradara Gillo Pontecorvo meng-cast orang-2 awam (bukan aktor), kecuali untuk Colonel Mathieu yang diperankan oleh aktor Perancis Jean Martin, memilih mereka berdasarkan penampilan dan efek emosionalnya saja -- karena itu, dialog-2nya di-dub (ditambahkan) setelah shooting selesai. Untuk menciptakan efek dokumenter, cinematographer Marcello Gatti men-shooting dengan film hitam putih dan menggunakan berbagai teknik pengambilan gambar yang mengesankan sebagai newsreel atau dokumenter, misalnya gerakan kamera yang bebas dan kontras yang kuat untuk scene-2 yang dramatis. Efek suara dan musik dari komposer Ennio Morricone memainkan fungsi yang penting dalam film ini. Efek suara tembakan dan mesin-2 truk dan helikopter digunakan sebagai simbol ketika pihak Perancis datang; sedang ledakan bom dan teriakan histeris massa digunakan sebagai simbol ketika pihak Algeria datang. Musik tradisional Algeria, daripada musik modern, digunakan untuk scene-2 yang dramatis. Secara keseluruhan, The Battle of Algiers adalah film yang menegangkan, mengusik hati dan pikiran, dan indah -- kadang-2 bergantian, kadang-2 sekaligus. This is a masterpiece.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (***)

Keseluruhan: ****/4

The Battle of Algiers dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday, 8 November 2011

Mr. Blandings Builds His Dream House

Resensi Film: Mr. Blandings Builds His Dream House (***/4)

Tahun Keluar: 1948
Negara Asal: USA
Sutradara: H.C. Potter
Cast: Cary Grant, Myrna Loy, Melvyn Douglas

Plot: Sepasang suami istri memutuskan untuk membangun rumah impian yang sesuai dengan keinginan mereka -- mewujudkannya ternyata mendatangkan lebih banyak masalah daripada yang mereka perkirakan (IMDb).

Film adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Eric Hodgins ini ternyata masih relevan sampai saat ini. Siapa sih yang tidak ingin memiliki rumah impian? Kenyataannya, ini adalah impian terbesar untuk sebagian besar orang. Ketiga bintang utamanya, Cary Grant, Myrna Loy, dan Melvyn Douglas, sudah sangat berpengalaman dalam drama komedi -- Grant adalah comedian/aktor yang dapat memainkan segala macam peran dengan baik, Loy adalah aktres dengan kedalaman yang tajam, dan Douglas adalah bintang dengan instinc humor yang baik, pernah bermain dengan segala macam bintang wanita, termasuk Greta Garbo. Walaupun script dan dialog-nya tidak seketat atau selucu film-2 terbaik mereka sebelumnya, comic timing mereka berhasil membawa cerita dari awal sampai akhir dengan mulus -- dengan Grant sebagai protagonist yang berusaha mewujudkan impiannya, Loy sebagai sidekick, dan Douglas sebagai antagonist yang selalu menyuarakan pesimisme atau negativitas. Selain plot utama tersebut, ada sub-plot tambahan yang muncul ketika Jim (Grant) mulai uring-2an, yaitu kecemburuannya terhadap istrinya, Muriel (Loy), dan teman akrabnya, Bill (Douglas), karena mereka dulu pernah punya sejarah. Menyaksikan masalah-2 tak terduga yang timbul (ditambah dengan masalah pekerjaan Jim), yang semakin lama semakin serius, dan bagaimana mereka bereaksi berhasil mengundang tawa dan sekaligus membangkitkan simpati penonton. Anggota cast pendukung yang lain berhasil mengimbangi comic timing dari mereka bertiga, misalnya para pekerja Yankee dengan personalitasnya yang kering, penggali fondasi Mr. Zucca (Tito Vuolo), dan penggali sumur Mr. Tesander (Harry Shannon). Film ini adalah film keluarga yang menghibur, sekaligus mendidik -- khususnya untuk mereka yang ingin membangun rumah impian ... karena ketika film berakhir Bill akhirnya menyadari bahwa "some things you do buy with your heart."

Cerita (***)
Screenplay (***)
Karakter (***)
Akting (***)

Keseluruhan: ***/4

Mr. Blandings Builds His Dream House dapat anda temukan di eBay.com

Monday, 7 November 2011

The Cabinet of Dr. Caligari

Resensi Film: The Cabinet of Dr. Caligari (Das Cabinet des Dr. Caligari) (****/4)

Tahun Keluar: 1920
Negara Asal: Germany
Sutradara: Robert Wiene
Cast: Werner Krauss, Conrad Veidt, Friedrich Feher, Lil Dagover

Plot: Seorang pemuda mencurigai seorang pemain sirkus dan partner-nya sebagai pelaku dalam serangkaian pembunuhan di desa kecil Holstenwall di Jerman (IMDb).

The Cabinet of Dr. Caligari adalah salah satu dari film-2 bisu yang paling terkenal. Film ini meraih posisinya dalam sejarah perfilman karena penggunaan gaya ekspresionis Jerman-nya yang kuat, penuturan ceritanya yang ber-flashback, dan akhir ceritanya yang ber-twist. Dengan berjalannya waktu, formula ini -- terutama penuturan cerita melalui flashback dan akhir cerita yang mengandung twist -- ternyata masih sering digunakan oleh para filmmaker jaman sekarang. Salah satu dari film-2 modern yang paling berhasil dalam menggunakan formula ini adalah The Sixth Sense (1999) dari M. Night Shyamalan. Saat ini, The Cabinet of Dr. Caligari tersedia dalam format fully-restored dengan dua pilihan soundtrack (tradisional atau modern -- yang terdengar lebih menakutkan), inter-title dengan huruf-2 bergaya ekspresionis, dan kualitas gambar yang lumayan tajam. Film ini terbaik anda tonton tanpa mengetahui plot keseluruhannya. Faktanya, anda tidak ingin mengetahui plotnya ... dan akhir film dapat anda artikan dengan banyak cara, bersiap-2lah ketika itu terjadi.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

The Cabinet of Dr. Caligari dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 3 November 2011

Gentlemen Prefer Blondes

Resensi Film: Gentlemen Prefer Blondes (***/4)

Tahun Keluar: 1953
Negara Asal: USA
Sutradara: Howard Hawks
Cast: Jane Russell, Marilyn Monroe, Charles Coburn, Elliott Reid, Tommy Noonan

Plot: Dua penyanyi panggung pergi ke Paris sambil dibuntuti oleh seorang detektif swasta, seorang bandot tua dan sepasukan fans (IMDb).

Gentlemen Prefer Blondes adalah drama komedi musical yang secara khusus dikemas untuk dua bintang utamanya, Jane Russell dan Marilyn Monroe. Sutradara seperti Billy Wilder mungkin dapat memberi film ini lebih banyak kedalaman, tetapi Howard Hawks dengan temponya yang tinggi membuat film ini lebih enak ditonton walaupun substansinya terasa kurang -- ceritanya setipis kertas dan kekurangan emosi riel. Tiga dari lima karakter utamanya terasa karikaturis, namun demikian kekurangan tersebut justru membuat mereka menarik. Juga kejutan yang menyenangkan ketika Henry Spofford III yang misterius ternyata adalah anak kecil dengan wajah tanpa ekspresi. Walaupun Russell menempati urutan pertama dalam anggota cast-nya, film ini adalah filmnya Monroe dan dia betul-2 bersinar. Russell mengucapkan dialog-2 sarkastik yang mengundang tawa, tetapi Monroe-lah yang melontarkan dialog-2 terbaiknya yang cespleng, misalnya:
Esmond Sr.: Have you got the nerve to tell me you don't want to marry my son for his money?
Lorelei Lee: It's true.
Esmond Sr.: Then what do you want to marry him for?
Lorelei Lee: I want to marry him for YOUR money.
atau
Lorelei Lee: Don't you know that a man being rich is like a girl being pretty? You wouldn't marry a girl just because she's pretty, but my goodness, doesn't it help?
... :-) Dan penampilan panggung Monroe, misalnya ketika dia menyayikan "Diamonds Are a Girl’s Best Friend", betul-2 menobatkan dirinya sebagai simbol seks yang iconic. Tetapi pujian tertinggi mesti ditujukan kepada Howard Hawks yang berhasil membuat semua elemen dalam film ini bergerak dengan tempo yang tinggi dari awal sampai akhir.

Cerita (***)
Screenplay (***)
Karakter (***)
Akting (***)

Keseluruhan: ***/4

Gentlemen Prefer Blondes dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 2 November 2011

Bram Stoker's Dracula

Resensi Film: Bram Stoker's Dracula (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1992
Negara Asal: USA
Sutradara: Francis Ford Coppola
Cast: Gary Oldman, Winona Ryder, Anthony Hopkins, Keanu Reeves

Plot: Mengingatkan pada almarhumah istrinya, Count Dracula menyekap Jonathan Harker di Transylvania dan pergi ke London untuk mendekati tunangannya, Mina Murray -- menimbulkan kekacauan misterius di sepanjang petualangannya (IMDb).

Bram Stoker adalah penulis yang menciptakan karakter Count Dracula -- dia mendapatkan inspirasinya dari jenderal perang Romania dari abad ke 15 yang bernama Prince Vlad III the Impaler. Rakyat Romania mempunyai legenda sendiri tentang pangeran ini, tetapi Bram Stoker-lah yang menciptakan karakter ini dan mengangkatnya menjadi sensasi internasional. Setelah itu muncul cerita-2, dan konsekuensinya film-2, derivatif tentang vampire yang tidak selalu conform dengan cerita aslinya. Film ini adalah salah satu dari sebagian kecil dari film-2 derivatif tersebut yang conform dengan cerita aslinya -- mungkin karena alasan ini, judul filmnya tidak hanya Dracula, tetapi Bram Stoker's Dracula. Jika anda mengenal cerita Dracula dari penulis aslinya, anda semestinya dapat menikmati film ini dengan lebih baik.

Dekat dengan plot dari cerita aslinya, sutradara Francis Ford Coppola menitikberatkan film ini pada kisah asmara antara Count Dracula dan almarhumah istrinya yang melampaui batas jaman, melampaui hidup dan mati. Fokus ini mengecewakan sebagian besar peggemar film horor yang lebih menghargai elemen shock daripada elemen-2 hati, pikiran, dan emosi. Arahan Coppola terasa sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Art Direction-Set Decoration terlihat sangat indah, bahkan terlalu indah. Cinematography, Costume Design, Makeup, dan Sound Effects betul-2 first class. Tetapi penampilan dari dua karakter utamanya-lah, Gary Oldman sebagai Count Dracula dan Anthony Hopkins sebagai Professor Abraham Van Helsing, yang betul-2 "menghidupkan" film ini. Oldman dan Hopkins berhasil menjadi protagonist dan antagonist yang seimbang. Sayang sekali, anggota cast yang lain, khususnya Keanu Reeves, tidak mampu menandingi akting kuat dari dua aktor berpengalaman tersebut. Secara keseluruhan, Bram Stoker's Dracula adalah film yang sangat menarik, bahkan terlalu menarik atau berlebihan, akibat dari nilai produksinya yang mahal. Nevertheless, I enjoyed it.

Cerita (****)
Screenplay (***1/2)
Karakter (***1/2)
Akting (***)

Keseluruhan: ***1/2/4

Bram Stoker's Dracula dapat anda temukan di eBay.com

Tuesday, 1 November 2011

Anatomy of a Murder

Resensi Film: Anatomy of a Murder (***1/2/4)

Tahun Keluar: 1959
Negara Asal: USA
Sutradara: Otto Preminger
Cast: James Stewart, Lee Remick, Ben Gazzara, Arthur O'Connell, Eve Arden

Plot: Seorang pengacara membela seorang pembunuh dengan alasan "temporary insanity" (IMDb).

Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya hakim di Pengadilan Tinggi di Michigan, John D. Voelker -- yang menggunakan nama pena Robert Traver, Anatomy of a Murder memperoleh ketenaran dan posisinya dalam sejarah perfilman sebagai film pertama yang menggunakan terminologi seksual yang sebelumnya dianggap tabu. Sebagai film yang menandai awal dari akhir dari self-censorship di Hollywood, scriptnya ditebari dengan kata-2 yang gamblang, misalnya pemerkosaan, penetrasi, kontraseptif, celana dalam, dan semen. Penonton jaman sekarang mungkin terheran-2, bukankah kata-2 seperti itu sudah biasa? Untuk jaman sekarang, memang sudah biasa ... tetapi saat itu, merupakan breakthrough atau revolusi. Selain itu, Anatomy of a Murder mungkin adalah film kedua yang paling terkenal dari Otto Preminger setelah Laura (1944). Jika anda menyukai drama pengadilan, anda mungkin menemukan film ini sangat menghibur. Karakter-2 utama yang ada sangat realistis: tertuduh (Ben Gazzara) dan istrinya (Lee Remick) digambarkan sebagai orang-2 yang tidak simpatik -- suaminya sebagai orang yang sinis dan keras yang nampak jelas bersalah atas pembunuhan yang dia lakukan, dan istrinya sebagai wanita penggoda yang nampak jelas senang mengundang masalah; sementara pihak pengacara (James Stewart) dan pihak jaksa penuntut (George C. Scott), keduanya lebih tertarik memenangkan kasus daripada menegakkan keadilan. Karakter-2 pendukung yang lain memainkan peran sidekick yang menyegarkan: Eve Arden sebagai sekretaris Stewart yang dengan sabar menunggu gajinya dari boss-nya -- jika dia berhasil memenangkan kasus ini, Arthur O'Connell sebagai partner Stewart yang berbakat tetapi mempunyai masalah alkoholisme, Murray Hamilton sebagai teman dari korban yang tidak kooperatif, Kathryn Grant sebagai anak simpanan dari korban yang misterius, tetapi Joseph Welch sebagai hakim pengadilan berhasil mencuri centre-stage dengan aktingnya yang hangat dan meyakinkan. Beberapa titik lemah dari film ini adalah nampak terlalu dibuat-2 ketika Grant menjadi saksi terakhir yang mengakhiri drama pengadilan ini; juga nampak terlalu mudah bagi O'Connell mengatasi alkoholisme-nya, sementara kecelakaan yang dia alami terasa melodramatis; kemudian, bagaimana dengan Arden? ... apakah dia akhirnya mendapatkan gajinya dari boss-nya? Anatomy of a Murder diiringi oleh musical score dari musisi jazz ternama, Duke Ellington, yang melakukan penampilan cameo dalam film ini.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (***1/2)
Akting (***1/2)

Keseluruhan: ***1/2/4

Anatomy of a Murder dapat anda temukan di eBay.com

Friday, 28 October 2011

The Exorcist

Resensi Film: The Exorcist (****/4)

Tahun Keluar: 1973
Negara Asal: USA
Sutradara: William Friedkin
Cast: Ellen Burstyn, Max von Sydow, Linda Blair, Jason Miller, Lee J. Cobb

Plot: Seorang anak perempuan tingkah lakunya tiba-2 berubah. Setelah pergi ke segala macam dokter dan melakukan berbagai macam tes, dan mereka tidak tahu apa penyebab dari perubahan aneh dan drastis tersebut, ibunya akhirnya pergi ke seorang pastor Katolik untuk melakukan exorcism (IMDb).

Tidak peduli apa kepercayaan anda, atau apakah anda mempunyai kepercayaan atau tidak, ada hal-2 di dunia ini yang berada di luar jangkauan fisik atau logika kita. Itulah tema utama yang berhasil ditampilkan oleh William Friedkin dan dipertahankan sampai film berakhir. Adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya William Peter Blatty, transformasi dari format tulisan ke format gambar bergerak yang dikerjakan oleh Blatty sendiri ini betul-2 sempurna -- tidak kehilangan esensi pentingnya. Special effects-nya, dibandingkan dengan teknologi yang ada saat ini, ternyata masih sangat mumpuni. Akting dari anggota cast-nya, mulai dari Ellen Burstyn dan Jason Miller sampai Lee J. Cobb dan Max von Sydow yang tampil hanya di awal dan akhir film, betul-2 menjiwai. Arahan dari Friedkin berhasil menekankan fear-factor dengan cara yang implisit -- membuat penonton merasa berada di dalam setting yang sama bersama karakter-2 yang ada. Semakin menambah fear-factor tersebut adalah penggunaan musical score yang minimal, misalnya scene dua biarawati menyusuri jalanan di Georgetown, dengan jubah mereka melambai-2 ditiup angin di musim gugur. Sampai saat ini, tidak ada film dari genre ini yang dapat menyamai efek yang ditimbulkan oleh The Exorcist. Transformasi karakter Linda Blair, Regan MacNeil, dari anak yang manis ke monster yang mengerikan betul-2 menimbulkan efek yang disturbing. Kenyataannya, setelah lebih dari tiga dasawarsa, The Exorcist masih tetap menimbulkan efek yang sama seperti ketika penulis menontonnya ketika remaja.

Cerita (****)
Screenplay (****)
Karakter (****)
Akting (****)

Keseluruhan: ****/4

The Exorcist dapat anda temukan di eBay.com