Resensi Film: The Paradine Case (**1/2/4)
Tahun Keluar: 1947
Negara Asal: USA
Sutradara: Alfred Hitchcock
Cast: Gregory Peck, Alida Valli, Ann Todd, Charles Laughton, Charles Coburn, Ethel Barrymore, Louis Jourdan
Plot: Seorang pengacara jatuh cinta dengan seorang wanita terdakwa pembunuhan yang dia wakili dalam sidang di pengadilan (IMDb).
The Paradine Case adalah film terakhir Alfred Hitchcock di bawah produser David O. Selznick -- konon dikatakan bahwa saat itu Hitchcock sudah sangat jenuh dengan kontrak kerja tersebut. Dalam wawancaranya dengan François Truffaut, Hitchcock mengatakan: dia dan istrinya, Alma Reville, menulis draft pertama dari script sebelum memanggil penulis teater James Bridie untuk menghaluskannya; tetapi Selznick tidak puas dengan hasilnya -- setiap hari dia memeriksa hasil shooting, menulis ulang scene-2 tersebut, dan mengirim scene-2 baru ke set untuk di-shot ulang. Kenyataannya, sebelum campur tangan Selznick yang intrusif tersebut, script film ini sudah mengalami penulisan ulang berkali-2 karena harus memenuhi persyaratan sensor Motion Picture Production Code (MPPC)/Hays Code. Awalnya, kantor sensor Hays memperingatkan bahwa script tersebut tidak akan lolos sensor karena pemeran utamanya, Nyonya Paradine, adalah orang yang bersalah atas pembunuhan, perselingkuhan, perjury (bohong di dalam sidang di pengadilan), dan bunuh diri. Kantor sensor Hays juga keberatan terhadap peran hakim yang digambarkan sebagai orang sadis yang senang menjatuhi hukuman mati. Setelah melalui penulisan ulang berkali-2, script akhirnya berhasil lolos sensor.
Mula-2, Hitchcock menginginkan Laurence Olivier sebagai pemeran utama pria, Anthony Keane, dan Greta Garbo sebagai pemeran utama wanita, Nyonya Paradine. Olivier menolak tawaran tersebut karena dia sedang sibuk dengan filmnya, Hamlet (1948), dan Garbo menolak karena dia sudah memutuskan untuk berhenti dari akting. Aktor-2 lain yang juga dipertimbangkan termasuk Ronald Colman, Joseph Cotten dan James Mason untuk peran Anthony Keane; Ingrid Bergman dan Hedy Lamarr untuk peran Nyonya Paradine; Claude Rains untuk peran hakim Lord Thomas; dan Robert Newton untuk peran Andre Latour, kekasih gelap Nyonya Paradine. Akhirnya, Hitchcock memilih Gregory Peck, yang saat itu sedang naik daun, untuk peran Anthony Keane; dan Selznick memilih Alida Valli (dari Itali) dan Louis Jordan (dari Perancis), yang saat itu dipertimbangkan sebagai potensi yang menjanjikan, untuk peran Nyonya Paradine dan Andre Latour.
Film seluruhnya di-shot di set di Culver City, California. Selznick mengeluarkan banyak biaya: set untuk ruang pengadilan adalah duplikat dari ruang pengadilan di Old Bailey, London, dibangun dengan biaya $80,000; dan tidak seperti biasanya, set-2nya dibangun dengan menggunakan langit-2 untuk memungkinkan sudut pengambilan gambar yang rendah. Film selesai dengan menghabiskan total biaya $4,258,000 -- hampir semahal Gone with the Wind (1939). Sayangnya, The Paradine Case tidak berhasil mencapai sukses di box office -- penerimaan dari seluruh dunia bahkan tidak mencapai setengah dari total biaya tersebut.
|
Alida Valli |
Berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Robert Smythe Hichens, The Paradine Case membawa Alfred Hitchcock kembali ke daerah yang dia kenal dengan baik: bersetting di London dan berurusan dengan cerita tentang pembunuhan. Maddalena Anna Paradine (Alida Valli) adalah wanita muda yang cantik, enigmatik (eksotik/misterius) dan sekaligus mempunyai "masa lalu". Nyonya Paradine ditangkap dan didakwa telah membunuh suaminya, seorang pensiunan militer, Colonel Paradine. Nyonya Paradine mencari nasehat dari teman keluarga, Sir Simon (Charles Coburn), yang merekomendasi temannya, pengacara Anthony Keane (Gregory Peck), untuk mewakilinya dalam sidang di pengadilan. Keane menerima kasus ini dan walaupun dia telah menikah dan bahagia dengan istrinya, Gay (Ann Todd), dia langsung terpesona dengan klien barunya yang eksotik dan misterius ini. Keane yakin Nyonya Paradine tidak bersalah, karena dia merasa bahwa wanita terhormat seperti Nyonya Paradine tidaklah mungkin melakukan pembunuhan. Nuansa ambiguity (ketidakjelasan) apakah Nyonya Paradine adalah seorang istri yang setia dan berbakti atau seorang femme fatale yang jahat dan penuh perhitungan menjadi tema utama dalam film ini.
|
Gregory Peck & Ann Todd |
Sementara Keane mendalami kasus tersebut, istrinya Gay yang sabar dan murah hati mulai mencium ketertarikan suaminya terhadap kliennya tersebut. Gay mengungkapkan perasaan gundahnya kepada suaminya dan suaminya menawarkan diri untuk mengundurkan diri dari kasus tersebut. Di luar dugaan, Gay meminta suaminya untuk tetap mewakili Nyonya Paradine dan memberi pembelaan yang terbaik yang dapat membebaskannya. Gay menjelaskan, keputusan bersalah diikuti dengan hukuman mati untuk Nyonya Paradine akan berarti dia akan kehilangan suaminya secara emosional untuk selamanya; maka, satu-2nya cara agar dia bisa mendapatkan kembali cinta suaminya adalah jika dia mendukung suaminya untuk memberi pembelaan yang terbaik yang dapat membebaskannya.
|
Louis Jordan |
Tetap yakin kliennya tidak bersalah, Keane mulai memfokuskan pembelaannya terhadap pembantu Colonel Paradine yang misterius, Andre Latour (Louis Jourdan). Nyonya Paradine meminta Keane untuk tidak menyudutkan pembantu tersebut. Secara sadar atau tidak sadar, Keane melihat Latour sebagai "kambing hitam" yang dapat dikorbankan untuk membebaskan kliennya, tetapi strategi ini ternyata menghantam balik pembelaannya. Keane menyudutkan Latour di dalam sidang di pengadilan dengan menunjukkan ketidakkonsistenan pernyataan-2nya. Nyonya Paradine marah karena Keane mengingkari janjinya bahwa dia tidak akan menyudutkan pembantu tersebut. Hari berikutnya, ketika sidang berlanjut, pengadilan menerima kabar bahwa Latour telah bunuh diri. Nyonya Paradine kontan saja tidak dapat menahan diri lagi -- duduk di dalam kursi saksinya, dia akhirnya mengakui bahwa Latour adalah kekasih gelapnya dan dia telah membunuh suaminya agar bisa bersama dengan Latour. Keane terkejut, secara fisik, emosional dan intelektual. Mengetahui tidak ada lagi yang dapat dia lakukan untuk menyelamatkan kliennya, Keane dengan terbata-2 mengakui betapa buruknya dia telah menangani kasus tersebut. Dia meninggalkan ruang pengadilan dan pulang ke rumah temannya, Sir Simon. Keane yakin kegagalan ini adalah akhir dari kariernya, tetapi istrinya Gay menyusulnya ke rumah Sir Simon dan membangkitkan kembali harapannya untuk masa depan.
Akhir yang datar dari film yang secara keseluruhan kurang memuaskan.
Sering dikategorikan sebagai satu dari film-2 Hitchcock yang kurang berkualitas, The Paradine Case sesungguhnya mempunyai cerita yang menarik: seorang pengacara yang terjebak dalam emosinya ketika membela kliennya -- tema populer yang telah digunakan berkali-2 dari jaman film bisu sampai jaman sekarang. Dan cinta segitiga antara Peck, Valli (yang motivasi sesungguhnya disimpan terus sampai akhir film) dan Todd dapat dipercaya dan kompleks -- dengan masing-2 mempunyai agenda sendiri-2. Namun sayang, tidak didukung oleh cast yang cocok dan script yang efektif.
Hitchcock pernah berkata:
Pertama, saya melihat Gregory Peck kurang meyakinkan sebagai pengacara Inggris. Kedua, saya tidak mengerti bagaimana pembunuhan dilakukan -- ada banyak orang lalu-lalang dari satu kamar ke kamar yang lain, naik-turun dari tangga. Saya tidak sepenuhnya mengerti geografi dari rumah tersebut atau bagaimana Nyonya Paradine dapat melakukan pembunuhan tersebut.
Ketika sidang dimulai, yaitu sekitar separoh jalan dari film, anda dapat melihat mengapa Hitchcock meragukan penampilan Peck sebagai pengacara Inggris. Bukan karena aksen Peck yang kurang Inggris, tetapi karena jaksa penuntut Sir Joseph (Leo G. Carroll) dan hakim Lord Thomas (Charles Laughton) mengikuti prosedur persidangan Inggris, sedang pembela terdakwa (Peck) bertingkah laku seperti Perry Mason :-) Dia membutuhkan peringatan berkali-2 dari hakim untuk mengikuti prosedur persidangan yang berlaku, seakan-2 dia bukan pengacara Inggris :-) Selain itu, Peck yang terkenal dengan aktingnya yang tidak terlalu menonjolkan emosi atau perasaan (akting yang membuatnya menjadi bintang), kurang berhasil menampilkan efek yang pas untuk perannya sebagai pria yang mengalami pergumulan batin antara cintanya terhadap istrinya dan ketertarikannya terhadap kliennya. Valli memainkan peran paling sulit di sini, karena dia harus menarik simpati Peck dan sekaligus menjaga jarak secara emosional darinya. Sayangnya, Valli, walaupun tampil exquisite, tidak mempunyai kharisma seperti Garbo yang mampu memikat lawan mainnya (dan penonton) dengan pandangannya, dengan perkataannya, dan dengan tingkah lakunya. Beruntungnya, Todd tampil sangat baik dan memberi kedalaman dan sensitivitas ke perannya yang mungkin hanya peran istri menderita yang membosankan. Dia menolak menderita secara diam-2, dia mengungkapan perasaan gundahnya kepada suaminya dan menghadapi masalah yang ada secara fair dan terbuka. Jaman sekarang, penonton cynic mungkin menganggap sikap Todd tersebut tidak masuk akal, tetapi untuk jamannya sikap seperti ini sangat mungkin terjadi.
Ketidakefektifan script terlihat dari banyaknya karakter yang kurang berperan dalam cerita yang ada, misalnya Charles Laughton dan Ethel Barrymore, yang memainkan peran hakim dan istrinya -- film tetap dapat berjalan dengan baik dengan hakim tampil dalam scene-2 persidangan saja. Tetapi ironisnya, justru Ethel Barrymore-lah yang menerima nominasi Academy Award :-) Kemudian ada sequence panjang dimana Keane mengunjungi rumah Paradine di luar kota yang tidak melayani tujuan apapun -- dia bertanya kesana kemari, berusaha mengorek informasi dari Latour, tetapi akhirnya tidak menghasilkan apa-2. Selain itu, dialog-2nya terasa circular (berputar di antara mereka sendiri), khususnya di antara para pemeran pria (Peck, Coburn, Laughton), dan sebagian besar dari dialog-2 tersebut meleset dari realitas yang ada. Anehnya, hanya para pemeran wanitanya (Valli, Todd, Tetzel) yang mengenali realitas tersebut dari awal. Para prianya berargumen dan "bermain" (mengorbankan satu sama lain untuk maksudnya sendiri), meleset sepenuhnya dari kebenaran yang ada. Entah disengaja atau tidak, rada lucu kalau dipikirkan ... mungkinkah ini adalah sense of humour dari Hitchcock???
Namun demikian, The Paradine Case tetap memiliki ciri-2 film Hitchcock, yaitu: gerakan kamera yang inovatif, pengambilan gambar yang menarik, tema romans yang hangat, cinta segitiga yang kabur, pergumulan cinta dan benci di antara karakter-2 utamanya -- pria yang egois, wanita yang manipulatif, bencana yang akan datang, ... dan karakter-2 wanita yang inquisitive -- jelas sekali, Hitchcock menemukan wanita-2 seperti ini menarik, karena mereka banyak muncul dalam film-2nya selanjutnya, misalnya Patricia Hitchcock dalam Strangers on a Train (1951) dan Barbara Bel Geddes dalam Vertigo (1958). Untuk scene-2 di ruang pengadilan, Hitchcock menggunakan teknik baru, yaitu menggunakan empat kamera yang bekerja secara simultan, dengan masing-2 kamera mengarah ke masing-2 aktor. Setup ini, termasuk shot dari crane yang dikoreografi secara detil, memungkinkan Hitchcock men-shoot sampai sepanjang 10 menit, sesuatu yang dia gunakan secara optimal dalam dua film berikutnya, Rope (1948) dan Under Capricorn (1949).
The Paradine Case bukan film yang sempurna, tetapi memiliki ciri-2 film Hitchcock yang menarik. Setelah film ini Hitchcock menjadi sutradara independen, mempunyai kontrol lebih besar terhadap kariernya sementara dekade 1950 mendekati.
Menerima nominasi Academy Award untuk:
- Best Actress in a Supporting Role (Ethel Barrymore)
Cerita (***)
Screenplay (**1/2)
Karakter (**1/2)
Akting (**1/2)
Keseluruhan: **1/2/4
The Paradine Case dapat anda temukan di
eBay.com