Sunday, 30 December 2012

Die Another Day

Resensi Film: Die Another Day (7.5/10)


Tahun Keluar: 2002
Negara Asal: UK
Sutradara: Lee Tamahori
Cast: Pierce Brosnan, Halle Berry, Toby Stephens, Rosamund Pike

Plot: Setelah terbuka samarannya, tertangkap, dan dibebaskan melalui pertukaran tahanan, James Bond mengusut identitas agen MI6 yang berkhianat dari Hong Kong, ke Kuba, dan akhirnya ke Eslandia, dan menemukan konspirasi penyelundupan "blood diamond"*) untuk mengkonstruksi senjata luar angkasa bertenaga sinar matahari untuk menghancurkan dunia (IMDb).

*) Blood diamond = Berlian yang diperoleh dari daerah perang di Sierra Leone dan dijual untuk membiayai perang tersebut.

Setelah lebih dari satu dasawarsa tidak menemukan musuh a la "perang dingin", Presiden AS saat itu, George W. Bush, melalui pidato "axis of evil"-nya, akhirnya memberi inspirasi kepada produser film Bond bahwa dunia masih punya musuh, yaitu Korea Utara! Korea Utara masuk, Kuba -- musuh AS dari dulu sampai sekarang -- sekalian masuk juga. Namun demikian, tradisi film Bond dari awal adalah musuh-2 Bond tidak pernah negara atau pemerintah (apalagi rakyat), tetapi selalu oknum/renegade, yaitu orang yang berlawanan dengan pemerintah resmi. Maka, walaupun musuh Bond dalam film ini berasal dari Korea Utara, musuh tersebut adalah oknum. Sedang Kuba, yang pelayanan kesehatannya lebih superior daripada AS (diakui sendiri oleh filmmaker/social critic Michael Moore), mendapat peran terhormat sebagai setting dari klinik terapi genetika yang mutakhir -- pasien bisa berganti ras sesuai dengan keinginannya :-) ... betul-2  mind-boggling, mencengangkan.

Die Another Day di-release bertepatan dengan ulang tahun series ini ke 40. Plotnya me-reprise plot dari Diamonds Are Forever (1971), Halle Berry me-reprise scene Ursula Andress muncul dari laut seraya mengenakan bikini dalam Dr. No (1962). Berbagai gadget yang pernah digunakan dalam film-2 Bond sebelumnya dipajang di gudang tempat kerja Q di London Underground, a.l. jetpack yang dikenakan Sean Connery dalam Thunderball (1965) dan sepatu berujung pisau beracun yang dipakai Rosa Klebb (Lotte Lenya) dalam From Russia with Love (1963). Q kemudian mengatakan kepada Bond bahwa arloji yang dia persiapkan adalah “your 20th, I believe”, sebagai referensi bahwa Die Another Day adalah film Bond ke 20.

Bersetting di Hong Kong, Spanyol (untuk Kuba), dan Eslandia, Die Another menandai era baru dari 1) sisi produksinya, yaitu penggunaan CGI (computer-generated imagery) yang lebih dari cukup untuk menciptakan scene-2 action yang impossible, yang tidak mungkin dilakukan dengan stunt normal, misalnya scene Icarus mengejar Bond dan menghancurkan teluk es di Eslandia; dan 2) sisi karakter Bond-nya (!) Film terakhir Pierce Brosnan ini menampilkan Bond yang tidak hanya cool, suave, dan ber-tuxedo saja, tetapi juga Bond yang bisa merasa sakit, dendam, kecewa, tampil kotor, gondrong, dan tidak terurus. Sean Connery tidak pernah sampai emosional, kotor, dan gondrong ... apalagi Roger Moore! :-) Sebagai penggemar Bond yang mengikuti series ini dari awal, scene Bond disiksa secara kejam dalam title sequence terasa begitu vivid/graphic, terasa begitu un-Bond. Tetapi dimensi baru dari karakter Bond ini adalah jalan pembuka untuk Bond berikutnya, Daniel Craig -- Bond yang worn-out (capek), veteran (terlalu banyak cedera), bitter, dan patah hati. Selain scene kekerasan yang grafik dan riel, film ini adalah film Bond pertama yang menampilan adegan seks secara eksplisit; sebelumnya selalu implisit -- maksudnya, setelah semuanya berakhir (sebelum atau setelah, tetapi tidak pernah ketika sedang ... :-)) Untuk pasar AS, untuk menerima rating PG-13, adegan eksplisit ini harus dipotong.

Tidak dapat dipungkiri Halle Berry menjadi atraksi utama dalam film ini, bersama dengan mobil Aston Martin Vanquish yang bisa vanish, menghilang. Namun demikian, cast pendukung yang lain juga berhasil menarik perhatian penonton: Toby Stephens sebagai villain hasil rekayasa genetika, Rick Yune sebagai henchman hasil setengah jadi rekayasa genetika, dan Rosamund Pike sebagai agen ganda MI6. Madonna, selain menyanyikan lagu tema, juga tampil singkat sebagai pelatih anggar sang villain.

Not bad at all sebagai film perpisahan Brosnan.

* 7.5/10




Die Another Day dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 19 December 2012

The World Is Not Enough

Resensi Film: The World Is Not Enough (7.5/10)


Tahun Keluar: 1999
Negara Asal: UK
Sutradara: Michael Apted
Cast: Pierce Brosnan, Sophie Marceau, Robert Carlyle, Denise Richards

Plot: James Bond menelusuri jejak pembunuhan milyarder Sir Robert King oleh teroris Renard dari Inggris, ke Azerbaijan, dan akhirnya ke Turki, dan menemukan konspirasi anak perempuan King, Elektra, untuk menaikkan harga minyak bumi dengan meledakkan senjata nuklir di perairan Istambul (IMDb).

Judulnya diambil dari motto berbahasa Latin keluarga Bond dalam novel "On Her Majesty's Secret Service" -- "Orbis non sufficit", film ini menandai era baru dari sisi casting-nya, yaitu Desmond Llewelyn yang dirinya sudah identik dengan karakter Q sejak From Russia with Love (1963) tampil untuk terakhir kalinya dalam film ini, dan di sini dia memperkenalkan penggantinya, dipanggil dengan sebutan "R": the laconic, actor/comedian, John Cleese! Pengganti yang betul-2 pas/tepat, namun sayang -- seribu kali sayang -- Cleese sendiri sudah ketuaan untuk memerankan Q. Akibatnya, Cleese hanya sempat tampil sekali saja sebagai Q, yaitu dalam film Bond berikutnya, Die Another Day (2002). Oh, poor Cleese :-(

Bersetting di Azerbaijan dan Turki yang steamy dan eksotik, film ini dikenang sebagai film Bond dengan pre-title sequence yang paling panjang, yaitu sekitar 14 menit, yang diakhiri dengan kejar-2an speedboat di sungai Thames, melalui segala macam bangunan landmark di pusat kota London. Dari segi plot, film ini mulai memasukkan M, tidak hanya sebagai atasan Bond saja, tetapi juga sebagai lakon yang terlibat dalam plot utamanya -- dalam film ini, M diculik oleh Elektra (Sophie Marceau) sebagai balas dendam atas apa yang terjadi di masa lalu. Hmmm ... sejak GoldenEye (1995) (baca: sejak keruntuhan USSR), karena perang dingin/musuh sudah tidak ada lagi, balas dendam menjadi tema yang sering digunakan.

Dari segi script, film ini patut diacungi jempol karena memberi Marceau peran yang significant/berarti -- dia tampil hampir sebanyak Brosnan tampil, memberi karakternya peran yang pivotal/penting, setara dengan karakter Bond. Biasanya Bond girl hanya kebagian peran dekoratif saja (kehadirannya hanya ornamental/kosmetik saja), tetapi dalam film ini Marceau memperoleh peran yang setara dengan peran Bond. Salut! Sayangnya, Denise Richards, Bond girl yang lain, me-reprise peran Lois Chiles sebagai Dr. Holly Goodhead dalam Moonraker (1979), tetap saja kebagian peran dekoratif sebagai Dr. Christmas Jones -- oh, what a name! :-) Sayangnya lagi, Richards tidak dapat menyembunyikan "body language"-nya yang kentara sekali menunjukkan bahwa dia tidak tertarik dengan peran ini :-) Akibatnya, tidak ada chemistry antara dia dan Brosnan -- padahal chemistry tersebut penting sekali antara Bond girl dan Bond.

Mungkin sebagai cara khas Bond mengucapkan "good bye" (maybe, hopefully, untuk sementara) kepada mobil BMW, film ini juga dikenang dengan adegan mobil BMW Z8 Bond dihancurkan dengan mesin gergaji raksasa pemotong pohon :-)

* 7.5/10




The World Is Not Enough dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 12 December 2012

Tomorrow Never Dies

Resensi Film: Tomorrow Never Dies (7.5/10)


Tahun Keluar: 1997
Negara Asal: UK
Sutradara: Roger Spottiswoode
Cast: Pierce Brosnan, Jonathan Pryce, Michelle Yeoh, Teri Hatcher, Götz Otto

Plot: James Bond mengusut insiden bersenjata di Laut China Selatan yang menenggelamkan kapal perang Inggris, Devonshire, dan menjatuhkan pesawat perang China, J-7, dan menemukan konspirasi Elliot Carver, seorang raja media, untuk memprovokasi perang antara Inggris dan China untuk kepentingan pribadinya (IMDb).

Selama ini walaupun para musuh James Bond digambarkan sebagai orang-2 yang megalomaniac dan dapat dinilai sebagai satire untuk mereka yang gila kekayaan atau kekuasaan, film Bond sendiri tidak pernah dinilai sebagai film satire. Tetapi ketika karakternya secara jelas merupakan satire untuk raja media Rupert Murdoch, penonton justru tidak percaya :-) "Mosok seh, ada raja media seperti itu? " Ternyata iya :-) Delapan tahun kemudian, eeeh ... terbongkar skandal "phone-hacking" yang melibatkan salah satu tabloid milik Rupert Murdoch*). Walaupun plotnya tidak sama dengan plot film ini, skandal tersebut menunjukkan bagaimana media menggunakan cara-2 yang tidak etis, taktik kotor, bahkan manipulasi, dalam mengumpulkan berita. Mempertimbangkan revelasi ini, Tomorrow Never Dies adalah film Bond yang paling satiris.

*) skandal "phone-hacking" = http://en.wikipedia.org/wiki/News_of_the_World

Diputar pertama kali bersamaan dengan mega-blockbuster Titanic (1997), film ini disutradarai oleh Roger Spottiswoode, setelah Martin Campbell menolak mengarahkan dua film Bond secara berturut-2 -- Campbell berhasil ditarik kembali mengarahkan film Bond pada tahun 2006, yaitu Casino Royale.

Bersetting di Hamburg dan Bangkok (untuk Saigon -- hmmm, entah kenapa film ini masih menggunakan nama Saigon, padahal kota ini sudah dikenal dengan nama Ho Chi Minh City sejak tahun 1976), film ini menampilkan cast pendukung yang lumayan vibrant (vigorous/energetic dan animated/alive), terutama dengan kehadiran Michelle Yeoh, aktres Hong Kong kelahiran Malaysia, sebagai Bond girl yang mandiri, agile/swift (tangkas, baca: bisa kungfu), dan tentu saja tidak memerlukan perlindungan Bond :-) Pierce Brosnan tampil prima -- tidak kemudaan, juga tidak ketuaan, sebagai Bond. Jonathan Pryce, aktor Inggris yang terkenal dengan versatilitasnya, tampil meyakinkan sebagai psychopathic Elliot Carver. Götz Otto, aktor Jerman yang bertinggi-badan 198 cm, tampil sangar sebagai henchman Carver, mengingatkan penonton pada karakter Jaws dalam The Spy Who Loved Me (1977). Vincent Schiavelli, yang dikenal penonton sebagai hantu di kereta api dalam film Ghost (1990), tampil mengesankan dalam peran minornya selama dua menit sebagai pembunuh bayaran, Dr. Kaufman. Sayangnya, Teri Hatcher, kebagian peran yang unsympathetic sebagai Bond girl yang pathetic (ngenes): bekas pacarnya Bond dan sekarang jadi trophy wife/istri pajangannya Carver (dan kemudian ditemukan tewas dibunuh oleh suaminya sendiri) -- oooh, it's pathetic! :-( -- menjadikan dirinya Bond girl terburuk ketiga setelah Mary Goodnight dalam The Man with the Golden Gun (1974) dan Bibi Dahl dalam For Your Eyes Only (1981).

Selain faktor positif dan negatif di atas, film ini juga berusaha mengkapitalisasi kesuksesan penampilan BMW dalam film sebelumnya, yaitu dengan menampilan tiga scene dimana mesin ini menjadi bintang atau pusat perhatian penonton, yaitu: 1) scene kejar-2an antara sepeda motor BMW yang dikendarai Bond/Wai Lin dan mobil-2/helikopter yang dikendarai orang-2 suruhan Carver, 2) scene mobil BMW Bond "dikerjai" oleh orang-2 suruhan Carver, dan 3) diteruskan dengan scene mobil yang sama dikendarai dengan remote control melawan serangan bertubi-2 dari mereka. Wow ... a car with ATTITUDE! :-) -- penggemar BMW pasti bangga menyaksikan scene-2 tersebut :-) Tidak dapat dipungkiri, scene-2 tersebut memorable dalam ingatan penonton.

* 7.5/10




Tomorrow Never Dies dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 6 December 2012

GoldenEye

Resensi Film: GoldenEye (7.7/10)


Tahun Keluar: 1995
Negara Asal: UK
Sutradara: Martin Campbell
Cast: Pierce Brosnan, Sean Bean, Judi Dench, Izabella Scorupco, Famke Janssen

Plot: James Bond dikirim ke St. Petersburg, Rusia untuk menyelidiki serangan terhadap pusat kontrol senjata nuklir antariksa di Severnaya, dan menemukan bekas agen MI6, Alec Trevelyan, berada di balik konspirasi ini untuk membalas dendam terhadap Inggris atas kematian orangtuanya dengan menghancurkan London (IMDb).

Setelah enam tahun "mati suri" gara-2 persengketaan hukum antara pihak produser dan pihak distributor, penggemar series James Bond di seluruh dunia betul-2 menantikan tibanya film ini. Menggantikan ayahnya secara penuh untuk pertama kalinya, produser Barbara Broccoli berhasil dengan sangat baik memenuhi harapan penonton tersebut. Tidak seperti film-2 Bond pada dasawarsa sebelumnya yang terasa serba tanggung -- ogah-2an melepas jaman asalnya, tetapi tidak terang-2an memasuki jamannya, GoldenEye adalah film Bond yang berani dan percaya diri dalam merangkul jamannya.

Dibuka dengan scene spektakuler Bond melakukan bungee jumping dari tebing sebuah bendungan yang curam, GoldenEye menyuntikkan empat pendatang baru yang merupakan "darah segar", yaitu:

1) Pierce Brosnan.
Much-anticipated/much-awaited, sudah diantisipasi/sudah ditunggu-2 memainkan peran James Bond sejak kemunculannya sebagai karakter ilusif, Remington Steele, dalam serial TV populer dengan judul yang sama, Pierce Brosnan tidak mengalami hambatan yang berarti untuk diterima sebagai Bond yang baru. Penggemar Remington Steele di seluruh dunia dengan tangan terbuka menyambut kedatangan Brosnan sebagai Bond. No problem at all!

2) Judi Dench.
Kalau kedatangan Brosnan sudah diantipasi, kedatangan Judi Dench adalah kejutan besar -- kejutan besar yang menyegarkan! Selain sebagai aktres kawakan yang penampilannya selalu dinantikan, pemilihan Dench sebagai M terasa betul-2 cocok dan pantas dengan jamannya. Pemilihan ini konon diilhami oleh kejadian nyata di Inggris saat itu, yaitu Stella Rimington terpilih sebagai wanita pertama sebagai kepala organisasi counter-intelligence domestik Inggris, MI5.

3) Samantha Bond.
Setelah terasa cemplang sepeninggal Lois Maxwell, Samantha Bond berhasil dengan sangat baik "mengisi sepatu"-nya. Dia menyadari sepenuhnya posisi perannya, menampilkan Miss Moneypenny yang modern: chic (stylish/elegant), sassy (lively/spirited), percaya diri, dan sekaligus GSOH (good sense of humour); dan tanpa tedeng aling-2 menggoda Bond (walaupun sepenuhnya mengetahui hasilnya bakal sia-2 :-)) sedemikian rupa sampai kita tidak tahu lagi siapa yang mesti kita "kasihani": dia atau Bond? :-)

4) BMW.
Setelah lebih dari tiga dasawarsa dikuasai oleh Aston Martin dan Lotus, kemunculan BMW adalah "darah segar" yang sudah ditunggu-2 oleh penggemar BMW di seluruh dunia -- yang jumlahnya lebih banyak daripada penggemar Aston Martin atau Lotus. Sama seperti pengendaranya, BMW tidak mengalami hambatan yang berarti untuk diterima sebagai mobil Bond yang baru.

Selain empat "darah segar" di atas, film dengan latar belakang keruntuhan USSR ini mempunyai cast pendukung yang patut diacungi-jempol, yaitu:

1) Sean Bean.
Masih segar dalam ingatan penonton sebagai musuh Harrison Ford dalam Patriot Games (1992), Sean Bean tampil meyakinkan sebagai bekas agen MI6 yang sakit hati dan menyimpan dendam. Hmmm, mirip seperti perannya dalam Patriot Games :-)

2) Izabella Scorupco.
Aktres/model berdarah Polandia ini mengetahui betul apa yang diharapkan penonton dari Bond girl modern, yaitu: tidak memerlukan perlindungan Bond (tidak seperti Bond girl dalam eranya Roger Moore, Scorupco mungkin mbatin "ha ... sorry aja ya" :-)); dan if necessary, tidak sungkan-2 nge-boss-i Bond :-)

3) Famke Janssen.
Aktres berdarah Belanda ini berhasil menyediakan sidekick nyleneh sebagai henchwoman yang sadistis -- karakternya sesungguhnya rada cartoonish, tetapi anyway berhasil menyediakan humor gelap.

4) Alan Cumming.
Dengan wajah yang "nerdy", Alan Cumming tampil meyakinkan sebagai computer hacker yang tidak peduli dengan implikasi dari tindakannya, selain memberi boost dan kepuasaan terhadap egonya. Oh, penampilan yang pas sekali, so typical computer hacker.

Bersetting di St. Petersburg, Rusia dan Puerto Rico (untuk Cuba), GoldenEye berhasil mengkombinasi seluruh elemen-2 dalam pakem James Bond dalam gabungan yang seamless (mulus/koheren) dan menarik. Scene-2 actionnya terasa riel -- tidak parodis seperti dalam era Sean Connery atau Roger Moore, teknologinya modern, tetapi semuanya tetap berada dalam batas-2 pakemnya. Last, but not least, lagu tema dengan judul yang sama, diciptakan oleh Bono dan dinyanyikan oleh Tina Turner, mengingatkan penonton pada penyanyi legendaris lagu-2 tema Bond, Shirley Bassey.

Secara keseluruhan, GoldenEye adalah film yang berhasil memodernisasi series James Bond secara total.

* 7.7/10




GoldenEye dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 29 November 2012

Licence to Kill

Resensi Film: Licence to Kill (7.5/10)


Tahun Keluar: 1989
Negara Asal: UK
Sutradara: John Glen
Cast: Timothy Dalton, Carey Lowell, Robert Davi, Talisa Soto, Anthony Zerbe

Plot: James Bond mengundurkan diri dari MI6 untuk membalas dendam terhadap boss narkotika, Franz Sanchez, yang telah menghancurkan hidup teman akrabnya, agen CIA/DEA Felix Leiter (IMDb).

Selain persengketaan hukum antara pihak produser dan pihak distributor, yang untuk sementara (6 tahun) menghentikan produksi series ini, Licence to Kill menandai dimulainya era baru atau berakhirnya era lama. Landmark era yang dimaksud adalah: 1) Berakhirnya perang dingin antara Barat dan Timur (tembok Berlin runtuh pada tanggal 9 November 1989), 2) Dimulainya realism sebagai penyeimbang (dan di masa yang akan datang -- pesaing atau bahkan pengganti) dari escapism yang selama ini menjadi trademark film-2 Bond.

Dari sisi casting film ini juga menandai berakhirnya era lama, yaitu: film Bond terakhir untuk sutradara John Glen, yang menduduki rekor sebagai sutradara yang paling banyak mengarahkan film-2 Bond -- 5 kali sejak For Your Eyes Only (1981); terakhir untuk Robert Brown yang memerankan M -- sejak Octopussy (1983); terakhir untuk Caroline Bliss yang kariernya sangat singkat sebagai (forgettable) Miss Moneypenny; terakhir untuk penulis script Richard Maibaum -- sejak Dr. No (1962); terakhir untuk title designer Maurice Binder -- juga sejak Dr. No, yang title sequence-nya masih terus menjadi inspirasi bagi title designer-2 yang lain yang menciptakan title sequence untuk film-2 Bond berikutnya; dan terakhir untuk produser Albert R. Broccoli (!)

Melanjutkan gaya realistik dan sisi gelap Bond dari film sebelumnya, Licence to Kill adalah film Bond yang "lebih maju dari jamannya". Saat itu walaupun generasi muda atau penonton baru tidak peduli lagi dengan gaya charming Roger Moore, mereka ternyata belum siap ketika betul-2 disuguhi dengan realisme dosis tinggi (untuk ukuran saat itu). MPAA (Motion Picture Association of America) dan BBFC (British Board of Film Classification), yaitu organisasi-2 rating di AS dan Inggris, bahkan melancarkan protes terhadap kekerasan dalam film ini yang dinilai "realistic" dan "excessive" -- padahal sudah sejak akhir tahun 1960-an mereka tidak pernah lagi memerintahkan studio untuk memotong bagian-2 film yang dinilai improper (tidak pantas). Sebagai penggemar (dan pengamat) film-2 Bond sejak awal, penulis juga kaget ketika pertama kali menyaksikan film ini. Dalam sejarahnya, belum pernah ada kejahatan pemerkosaan menimpa salah satu dari karakter-2 dalam film-2 Bond. Selama ini, kejahatannya selalu bersifat grandiose -- kejahatan berskala besar yang mempunyai style atau "kelas", misalnya menghancurkan supply bahan makanan dunia dengan biological warfare, atau menghancurkan populasi dunia dan menciptakan populasi baru dengan super ras, atau yang lainnya -- dan eksekusinya juga selalu memperhitungkan style atau "kelas". Itulah karakteristik dasar dari film Bond ... selalu memperhitungkan style atau "kelas". Walaupun ditampilkan secara implisit (mungkin setelah di-cut setelah protes dari MPAA dan BBFC), scene Della (Priscilla Barnes), istri Felix Leiter (David Hedison), ditangkap rame-2 oleh sekelompok mafia narkotika dan penonton dapat melihat teror dalam sinar matanya dan ekspresi wajahnya; scene ini tetap terasa potent/strong dan terasa begitu un-Bond! Scene Felix Leiter disiksa dan diumpankan ke ikan hiu juga begitu blak-2an/grafik. Dua scene ini mungkin lebih cocok ada dalam film Death Wish (1974)-nya Charles Bronson daripada dalam filmnya Bond :-)

Sisi positifnya, Dalton berhasil menjaga kualitas multi-dimensi dalam karakter Bond-nya: tidak hanya rileks dan suave saja (seperti Bond-nya Connery dan Moore), tetapi juga personal dan emosional. Robert Davi sangat pas memainkan peran boss narkotika, Franz Sanchez -- "loyalty is more important than money." Carey Lowell berhasil "mengencerkan" un-Bond-ness dalam film ini sebagai Bond girl, Pam Bouvier. Tetapi Wayne Newton-lah yang berhasil mengingatkan penonton bahwa film ini adalah filmnya Bond :-) Penyanyi panggung yang terkenal dengan panggilan "Mr. Las Vegas" ini, walaupun kehadirannya dalam film ini terasa out of place, penampilannya lucu, konyol, dan ... memorable (!) sebagai Professor Joe Butcher :-)

Secara keseluruhan, film ini terasa mismatch antara elemen-2 baru dan elemen-2 lama; nevertheless, tidak buruk sebagai hiburan thriller.

* 7.5/10




Licence to Kill dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 22 November 2012

The Living Daylights

Resensi Film: The Living Daylights (7.5/10)


Tahun Keluar: 1987
Negara Asal: UK
Sutradara: John Glen
Cast: Timothy Dalton, Maryam d'Abo, Jeroen Krabbé, Joe Don Baker, John Rhys-Davies

Plot: James Bond dikirim ke Bratislava untuk membantu jenderal Rusia, Georgi Koskov, membelot ke Barat, tidak menyadari ini semua adalah konspirasi Koskov untuk mengadu domba antara Rusia dan sekutu untuk kepentingan pribadinya (IMDb).

Dalam karirnya yang singkat sebagai James Bond, Timothy Dalton mungkin mengalami nasib yang sama seperti George Lazenby -- penonton tidak sayang, karena mereka tidak kenal. Putting my feelings aside, sama seperti Roger Moore yang tidak terbebani oleh peninggalan/legacy dari pendahulunya, dalam film ini Timothy Dalton juga tampil percaya diri dan siap me-redefine karakter Bond sesuai dengan interpretasinya -- seorang aktor memang harus berani mengaplikasikan interpretasinya sendiri. Salut. Kurang menyukai gaya rileks dan humor Moore, Dalton memasukkan kualitas multi-dimensi dalam karakter agen rahasia ini, a.l.: alert/vigilant (waspada), agile/swift (tangkas), vicious/savage (kejam) -- kalau situasi menuntutnya demikian, misalnya terhadap Whitaker (Joe Don Baker), tetapi juga sensitive/sensible (pengertian) -- misalnya terhadap Kara Milovy (Maryam d'Abo). Selama shooting Dalton bahkan melakukan sebagian besar stunt-nya sendiri. Hasilnya, Bond-nya Dalton terasa lebih dekat ke realism daripada escapism -- sisi gelapnya Bond mulai nampak (penonton yang terbiasa dengan Bond-nya Moore merasa Dalton kurang charming). Tetapi jaman sudah berubah, generasi muda/penonton baru saat itu tidak peduli lagi dengan gaya charming Moore, he got his time and his time had passed.

Bersetting di Inggris dan Austria (untuk Bratislava, Cekoslovakia) dan Maroko (untuk Afghanistan), film ini adalah film Bond terakhir yang judulnya diambil dari novel Ian Fleming, sampai pada tahun 2006 ketika Bond kembali dalam Casino Royale. Dari sisi produksi, setelah memasukkan Michael G. Wilson, anak tirinya, sebagai asisten produser dalam The Spy Who Loved Me (1977), Albert R. Broccoli mulai memasukkan calon penggantinya yang lain, Barbara Broccoli, anak perempuannya, sebagai asisten produser -- keduanya bakal mewarisi "kerajaan" Bond sepeninggal ayahnya. Dari sisi casting, ada beberapa anggota baru datang dan anggota lama pergi dalam film ini:

1) Tidak mudah "mengisi sepatu" Lois Maxwell, Caroline Bliss tampil membosankan dan forgettable (absolutely forgettable!) sebagai Miss Moneypenny. Bliss sedikitpun tidak mendekati pesona Maxwell.

2) Tampil setia sebagai kepala KGB, General Gogol, sejak From Russia with Love (1963), Walter Gotell mengundurkan diri dalam film ini. Sebagai tanda terima kasih terhadap dirinya, perannya tidak digantikan oleh siapapun, tetapi script-nya yang diubah, yaitu Gogol seakan-2 dipindah-tugaskan ke misi diplomatik dan posisinya digantikan oleh Pushkin (John Rhys-Davies). Gotell tampil singkat di akhir film menyalami Milovy (d'Abo). Keluarga Broccoli, walaupun terkenal pelit, terkenal menghargai kesetiaan :-)

3) Setelah ikut membidani kelahiran musik tema Bond dan menciptakan musik untuk 11 film Bond, John Barry mengundurkan diri setelah produksi film ini selesai. Bahkan sampai sekarang musiknya masih terus menjadi inspirasi bagi komposer-2 musik yang lain yang menciptakan musik untuk film-2 Bond berikutnya. Sebagai tanda terima kasih terhadap dirinya, Barry melakukan cameo appearance sebagai konduktor orkestra dalam film ini. Lagi-2 keluarga Broccoli menghargai kesetiaan karyawan atau partner bisnisnya.

4) Setelah terakhir muncul dalam On Her Majesty's Secret Service (1969) dan digantikan oleh Lotus Esprit dengan penampilan yang memorable dalam The Spy Who Loved Me (1977), Aston Martin akhirnya muncul kembali dalam film ini, yaitu Aston Martin V8 Vantage. Despite penampilan banyak mobil yang lainnya, hasil poll menunjukkan Aston Martin berada di ranking teratas Top Bond's Vehicles.

Dari sisi cerita, plotnya mengkombinasikan antara plot dari From Russia with Love (1963) dan plot dari Octopussy (1983). Maryam d'Abo tampil meyakinkan sebagai cewek Rusia, Kara Milovy (aksennya dan perangainya), tetapi kurang meyakinkan sebagai cellist/pemain cello :-) Joe Don Baker juga tampil meyakinkan sebagai self-styled general, alias madman, Brad Whitaker. Sayangnya, Jeroen Krabbé dan John Rhys-Davies sama sekali tidak meyakinkan sebagai jenderal Rusia, Koskov dan Pushkin -- they look so American :-) Karena karakter d'Abo adalah pemain cello, film ini sempat menampilkan scene-2 dimana musik klasik dimainkan, a.l. musik dari Borodin, Dvorak, Mozart, dan Tchaikovsky.

All in all, it's not bad at all.

* 7.5/10




The Living Daylights dapat anda temukan di eBay.com

Thursday, 15 November 2012

A View to a Kill

Resensi Film: A View to a Kill (7.0/10)


Tahun Keluar: 1985
Negara Asal: UK
Sutradara: John Glen
Cast: Roger Moore, Christopher Walken, Tanya Roberts, Grace Jones

Plot: James Bond mengusut pembajakan microchip militer dari Paris ke San Francisco, dan menemukan rencana Max Zorin untuk menghancurkan Silicon Valley untuk merebut monopoli pasar microchip dunia (IMDb).

Sama seperti Sean Connery dalam film Bond terakhirnya, Roger Moore mengakhiri kariernya sebagai James Bond dengan nada yang rendah.

Pertama-2, walaupun hanya terpaut dua tahun dari film Bond sebelumnya, Moore tampak jauh lebih tua dalam film ini -- make-up tidak mampu lagi menyembunyikan usia sesungguhnya, yaitu 57 tahun ketika film ini dibuat. Entah "eyebrow job" apa yang dilakukan terhadap alis Moore, alisnya kelihatan alarmingly bushy! :-) -- seperti semak belukar dengan cabang-2 yang tebal dan mencongat! :-) -- betul-2 menarik perhatian penonton (baca: mengganggu perhatian penonton). Moore yang biasanya senang memainkan/menaik-turunkan alisnya, dalam film ini dia tidak pernah menggerakkan alisnya, seakan-2 takut kalau alisnya copot :-) Beruntungnya, as the movie progresses, alisnya sedikit demi sedikit kembali seperti normal. Ada kemungkinan scene-2 awal tersebut justru di-shooting di akhir produksi. Secara keseluruhan, Moore juga nampak tidak fit fisiknya dan menurun ke-suave-annya. Ketika mengetahui bahwa ibunya Tanya Roberts lebih muda dari dirinya, Moore menjadi tidak comfortable -- dan ini sedikit banyak terwujud dalam layar. Pada tahun 2007, dalam sebuah wawancara, Moore bercanda dengan ringan, "I was only about four hundred years too old for the part." :-)

Selain Moore yang tampak tua dalam film ini, Lois Maxwell bahkan sudah kadaluarsa sejak beberapa film Bond sebelumnya :-) Usianya sudah gak pantes lagi memerankan Miss Moneypenny yang fungsinya menggoda dan mengharapkan Bond. Dear Lois Maxwell, 14 kali muncul sebagai Miss Moneypenny (!) ... kehadirannya, walaupun minor, dengan dialog-2 yang witty dan segar selalu ditunggu oleh penonton. Film ini adalah film terakhir Maxwell sebagai Miss Moneypenny.

Dari segi cerita, sesungguhnya tidak buruk, tetapi terasa tidak cocok dengan gaya Moore selama ini -- yang menekankan pada sisi hiburan dan humor. Dengan kata lain, ceritanya sesungguhnya cocok dengan jamannya, tetapi tidak cocok dengan gaya Moore. Dengan demikian, gaya Moore sudah tidak cocok lagi dengan jamannya. Christopher Walken tampil sadistis (madman/lunatic/maniac), seperti Joker-nya Batman, menciptakan atmosfir realisme yang mengejutkan, in a way ... mengerikan, untuk penonton yang sudah dibiasakan dengan Bond-nya Moore. Walken sama sekali tidak buruk, tetapi terasa mismatch dengan gaya Moore -- menunjukkan bahwa Moore sudah waktunya untuk diganti.

Satu kekurangan yang lain dalam film ini adalah Grace Jones. Jones mempunyai potensi besar menjadi henchwoman yang well-cast, seperti Lotte Lenya sebagai Rosa Klebb dalam From Russia with Love (1963) atau Ilse Steppat sebagai Irma Bunt dalam On Her Majesty's Secret Service (1969). Tetapi sayang sekali, karakternya berada di middle ground terus, sampai akhirnya runtuh/collapse menuju akhir film -- seperti Richard Kiel sebagai Jaws dalam Moonraker (1979).

Agak mengecewakan sebagai film perpisahan Moore, jika anda penggemar Bond, anda tidak akan keberatan menonton film terakhir Moore ini.

* 7.0/10




A View to a Kill dapat anda temukan di eBay.com 

Saturday, 10 November 2012

Octopussy

Resensi Film: Octopussy (7.5/10)

Tahun Keluar: 1983
Negara Asal: UK
Sutradara: John Glen
Cast: Roger Moore, Maud Adams, Louis Jourdan, Kabir Bedi, Steven Berkoff

Plot: James Bond mengusut kematian agen 009 dan menemukan konspirasi antara seorang pangeran Afghanistan di pengasingan dan seorang jenderal Rusia renegade/pemberontak
untuk memaksa perlucutan senjata nuklir di Eropa Barat dengan meledakkan bom nuklir di markas militer AS di Berlin Barat (IMDb).

Film-2 James Bond memang terkenal dengan dialog-2 yang bersifat double entendre, yaitu bermakna ganda, ambiguous -- maknanya tidak dapat diketahui dari konteksnya. Double entendre ini digunakan sebagai disguise/samaran yang ditujukan untuk penonton dewasa karena makna yang lain dari makna ganda tersebut mayoritas adalah seksual, misalnya nama Pussy Galore dalam Goldfinger (1964). Dibandingkan dengan era Sean Connery, film-2 Bond selama era Roger Moore mengandung lebih banyak double entendre.

Pertama-2, mungkin karena jamannya sudah tidak cocok lagi (dua dasawarsa setelah Goldfinger!), jangankan penonton, bintang yang memerankan judul/karakter ini, Maud Adams, diapun merasa tidak comfortable dengan judul yang ada: Octopussy ... ???! :-) John Barry, yang sudah bertahun-2 menggarap musik untuk film-2 Bond, juga kebingungan ketika mesti menciptakan lagu tema yang mesti menyebutkan "Octopussy" dalam liriknya -- akhirnya, penulis lirik ternama Tim Rice menemukan solusinya, yaitu: jangan menyebutkan nama tersebut dalam liriknya :-) Lagu tema "All Time High", dinyanyikan oleh Rita Coolidge, walaupun sama sekali tidak buruk, mesti menerima konsekuensinya, yaitu gagal mencapai hit dan saat ini duduk di urutan paling buncit Top Bond Songs.

Selain judul yang bersifat "banana skin" (very likely to cause embarrassing problems), penonton tidak menyukai tiga hal dalam film ini, yaitu: 1) Sound effect teriakan Tarzan ketika Bond berayun dari satu pohon ke pohon yang lain, meloloskan diri dari kejaran Kamal Khan (Louis Jourdan); 2) Bond bersembunyi di dalam kostum gorila ketika dia bersembunyi dari henchman Khan, Gobinda (Kabir Bedi); 3) Bond mengenakan kostum badut ketika dia menyelinap masuk ke dalam sirkus Octopussy untuk melumpuhkan bom nuklir yang dipasang oleh Orlov (Steven Berkoff). Namun demikian, ini lagi-2 mungkin adalah humor à la Moore yang tidak sungkan-2 menurunkan standard ke-sophisticated-an Bond-nya dan trademark Moore yang menyadari bahwa film-2nya tidak hanya ditonton oleh orang dewasa tetapi juga oleh anak-2 dan remaja.

Namun demikian, despite kritik/kekurangan di atas, Octopussy adalah film yang imajinatif, menarik, dan didukung oleh cast yang mumpuni:

1) Louis Jourdan
Berbeda dari musuh-2 Bond sebelumnya yang tampil dingin dan psychopath, bintang Perancis dari era 1940-an ini tampil tidak kalah suave-nya seperti Bond -- kalem dan berbudaya, dengan dialog-2 tongue in cheek (with insincere or ironical intent) yang menyamai Bond. Sebagai contoh, dalam sebuah scene setelah beberapa kali gagal mencelakai Bond: 

Kamal Khan: "You seem to have this nasty habit of surviving."
James Bond: "You know what they say about the fittest."

2) Kabir Bedi
Aktor India dengan perawakan yang gagah dan penampilan yang berwibawa ini mempunyai pandangan mata yang tajam dan menusuk, membuat karakternya, Gobinda, sebagai salah satu dari henchman-2 yang paling disegani.

3) Maud Adams
Satu-2nya aktres yang tampil dua kali sebagai Bond girl -- penampilan sebelumnya dalam The Man with the Golden Gun (1974); atau tiga kali (!) kalau penampilannya sebagai ekstra dalam film Bond berikutnya, A View to a Kill (1985), ikut dihitung; Adams tampil mempesona sebagai title role Octopussy dalam gaun-2 tradisional India/sari-nya -- menjadikan dirinya Bond girl terbaik kedua dari era Roger Moore setelah Barbara Bach dalam The Spy Who Loved Me (1977).

4) Bersetting mayoritas di India, film ini menampilkan geografi dan budaya India secara ekstensif, mulai dari gedung-2 bersejarah -- aerial view dari Taj Mahal di Agra, Monsoon Palace, Lake Palace, dan Shiv Niwas Palace di Udaipur, tradisi lokal, transportasi lokal (bajaj!), pakaian lokal, sampai faunanya (gajah, ular kobra, dan singa Bengali!).

Hasil akhirnya, Octopussy adalah mixed bag of romance and thriller.

* 7.5/10

Octopussy dapat anda temukan di eBay.com 

Thursday, 8 November 2012

For Your Eyes Only

Resensi Film: For Your Eyes Only


Tahun Keluar: 1981
Negara Asal: UK
Sutradara: John Glen
Cast: Roger Moore, Carole Bouquet, Topol, Lynn-Holly Johnson, Julian Glover

Plot: James Bond menelusuri jejak hilangnya kapal spionase St. Georges pembawa ATAC*) dari Spanyol, ke Itali, dan akhirnya ke Yunani, dan menemukan konspirasi seorang boss mafia untuk menjual peralatan tersebut ke pembeli dengan penawaran tertinggi (IMDb).

*) ATAC = Automatic Targeting Attack Communicator, peralatan komunikasi pertahanan kapal-2 selam Polaris

Film-2 James Bond selama era Roger Moore selalu merupakan slippery slope antara komedi dan parodi -- dosis humornya lebih sering kebanyakan daripada pas :-) Namun demikian, ini mungkin adalah trademark dari Moore, sebagai artis yang bertanggung-jawab, yang menyadari bahwa film-2 Bond-nya tidak hanya ditonton oleh orang dewasa tetapi juga oleh anak-2 dan remaja. Hasilnya, film-2nya selalu mixed bag of everything.

Selain dikenang sebagai film Bond yang mempunyai poster yang kontroversial (!), For Your Eyes Only menandai era baru dari sisi casting-nya, yaitu Bernard Lee yang memainkan peran M dalam sebelas film Bond sebelumnya meninggal dunia ketika shooting film dimulai. Sebagai tanda hormat terhadap dirinya, perannya tidak digantikan oleh siapapun, tetapi script-nya yang diubah, yaitu M seakan-2 sedang cuti. Dalam film Bond berikutnya, Octopussy (1983), aktor baru dipilih memainkan peran tersebut.

For Your Eyes Only diawali dengan pre-credit sequence yang mengejutkan. Nemesis utama Bond, Blofeld, muncul lagi (!) :-) Setelah karakternya secara tidak resmi "dimatikan" setelah Diamonds Are Forever (1971) -- gara-2 persengketaan hak cipta antara pihak produser dan pihak pencipta (Kevin McClory), akhirnya dalam film ini secara resmi ditampilkan bagaimana duel terakhir antara Bond dan Blofeld. Untuk menghindari persengketaan tersebut, nama Blofeld (dan siapa yang memerankannya) tidak dicantumkan dalam credit film ini -- produser membiarkan penonton berasumsi sendiri. Kemudian, pre-credit sequence ini dilanjutkan dengan opening titles yang mengejutkan juga: Sheena Easton tampil menyanyikan lagu temanya, yang sampai saat ini bertahan di urutan nomor 5 Top Bond Songs, menjadi satu-2nya penyanyi yang wajahnya tampil dalam opening titles.

For Your Eyes Only juga dikenang dengan humor à la Roger Moore yang berani menurunkan standard ke-sophisticated-an Bond-nya, misalnya:

1) Ketika mobil balap Lotus-nya meledak, Bond terpaksa nunut mobilnya Melina (Carole Bouquet) yang ternyata adalah Citroën 2CV model kodok! :-) Dikejar musuh dengan dua mobil Peugeot 504s, Citroën kodoknya mesti terpelanting dan terbalik beberapa kali :-) Namun demikian, at the end, bukanlah Bond kalau dia tidak berhasil mengalahkan mereka dan lolos :-)

2) Bond girls.
Selain dua Bond girl yang standard, yaitu Carole Bouquet sebagai Melina dan Cassandra Harris sebagai Lisl, Bond dihadapkan dengan satu Bond girl yang lain yang betul-2 membuat dia kewalahan, yaitu Lynn-Holly Johnson yang memerankan ice-skater remaja, Bibi. Sebagai remaja yang kasmaran, Bibi dengan segala cara berusaha menjebak Bond masuk ke dalam pelukannya. Selama ini belum pernah Bond sampai tobat-2 menghindari advance/rayuan dari seorang wanita. Dari segi karakterisasi, Bibi -- bersama dengan Mary Goodnight dalam The Man with the Golden Gun (1974) -- adalah the lowest point (and the worst), titik terendah (dan terburuk), dari Bond girl. Tetapi ini mungkin adalah peringatan dari Moore untuk penonton remaja/cewek yang berpikir yang tidak-2 -- pesannya jelas dan gamblang:

James Bond: "Now put your clothes back on, and I'll buy you an ice cream." :-)

Enough with the humour, For Your Eyes Only diakhiri dengan suspense panjat tebing yang mencekam. Bersetting di biara Holy Trinity yang terletak di puncak tebing di Meteora, Yunani, Bond menampilkan agilitas seorang agen rahasia yang mesti berani dan tangguh dalam segala situasi.

Oh, ... not quite enough with the humour, For Your Eyes Only ditutup dengan scene kocak yang menampilkan Perdana Menteri Inggris saat itu, Margaret Thatcher, yang baru saja terpilih setahun sebelumnya, memberi ucapan selamat kepada Bond via telpon atas keberhasilan misinya, tidak menyadari bahwa yang berbicara di seberang sana adalah seekor burung beo :-) -- sementara Bond sendiri sedang "sibuk" dengan Melina.

* 7.4/10





For Your Eyes Only dapat anda temukan di eBay.com 

Tuesday, 30 October 2012

Moonraker

Resensi Film: Moonraker (7.2/10)

Tahun Keluar: 1979
Negara Asal: UK
Sutradara: Lewis Gilbert
Cast: Roger Moore, Lois Chiles, Michael Lonsdale, Richard Kiel

Plot: James Bond menelusuri jejak hilangnya pesawat ulang-alik Moonraker dari California ke Venice, ke Rio de Janeiro, dan akhirnya ke hutan Amazon, dan menemukan rencana Hugo Drax untuk meracuni populasi dunia, kemudian menciptakan populasi baru dengan super ras pilihannya (IMDb).

Di akhir credit The Spy Who Loved Me (1977) tertulis pesan bahwa film Bond berikutnya adalah For Your Eyes Only. Tetapi ketika proyek ini digarap penonton sedang diselimuti oleh demam Star Wars (1977) -- yang saat itu, at any moment, akan mengeluarkan film sequel atau lanjutannya. Untuk menangkap momentum tersebut, diputuskan dengan cepat bahwa film Bond berikutnya adalah Moonraker!

Biasanya malu-2 mengeluarkan biaya produksi, produser Albert R. Broccoli kali ini berani mengeluarkan anggaran yang luar biasa besar untuk ukuran saat itu: Star Wars $11 juta, Alien (1979) $11 juta, Moonraker $34 juta (!) Dari segi teknis produksi, Moonraker sama sekali tidak mengecewakan. Ken Adam lagi-2 menciptakan production design yang impressive untuk markas luar angkasa Drax. Moonraker dikenang dengan scene-2 bebas gravitasi yang mengesankan. Atas prestasi ini, tim Special/Visual Effects menerima nominasi Oscar untuk Best Effects, Visual Effects -- tetapi kalah dengan terhormat dari Alien yang memang pantas memenangkan kategori ini. Moonraker juga dikenang sebagai film pertama yang menampilkan pesawat ulang-alik (cara membawanya, cara meluncurkannya, dan cara dia kembali ke atmosfir bumi), padahal saat itu NASA belum pernah meluncurkan pesawat ulang-alik (NASA untuk pertama kalinya meluncurkan pesawat ulang-alik, yaitu Columbia, pada tahun 1981). Well, dari sisi ini Moonraker patut diacungi jempol: ahead of its time, berani mengambil resiko!

Sayangnya, setelah sukses tidak mengulangi dosis humor yang berlebihan dalam The Spy Who Loved Me, script-nya tergelincir lagi ke dalam "jurang" komedi -- walaupun tidak sedalam The Man with the Golden Gun (1974). Temanya sudah betul, bersifat universal. Kejahatannya juga sudah betul, menjangkau global. Dan penampilan aktor Perancis, Michael Lonsdale, yang kalem/tanpa emosi juga sudah pas dengan karakternya, Hugo Drax, yang industrialist dan psychopath. Tetapi kemunculan kembali Jaws (Richard Kiel) sebagai henchman Drax dengan pretext henchman sebelumnya tewas adalah coincidence yang berlebihan! I know, I know ... Jaws adalah karakter yang unik, bahkan super unik, tetapi justru di sinilah keunikannya semestinya dijaga -- dengan muncul lagi, keunikannya dalam film ini dengan cepat menjadi worn off, hilang. Apalagi dengan karakternya kemudian ditaklukkan oleh cinta dari Dolly (aktres berperawakan kecil dari Perancis, Blanche Ravalec) -- which is so funny looking at them: big and tall Jaws and small and short Dolly :-) Dalam sebuah wawancara, sutradara Lewis Gilbert mengatakan bahwa ketika film ini digarap dia menerima banyak surat dari fan anak-2 yang mengeluh: "Why can't Jaws be a goodie not a baddie? " Ternyata keluhan tersebut ditanggapi secara serius. Well, dari sisi ini film Bond membuktikan diri sebagai film keluarga yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga: mulai dari ayah, ibu, sampai anak-2.

* 7.2/10

Moonraker dapat anda temukan di eBay.com 

Wednesday, 24 October 2012

The Spy Who Loved Me

Resensi Film: The Spy Who Loved Me (7.7/10)

Tahun Keluar: 1977
Negara Asal: UK
Sutradara: Lewis Gilbert
Cast: Roger Moore, Barbara Bach, Curd Jürgens, Richard Kiel

Plot: Berhadapan dengan musuh yang sama, agen MI6 James Bond bergabung dengan agen KGB Anya Amasova menelusuri jejak Karl Stromberg yang mempunyai rencana untuk memicu Perang Dunia ke 3 dan menghancurkan dunia, kemudian menciptakan dunia baru di bawah laut (IMDb).

Setelah dua film pertamanya yang "bencana" :-), Roger Moore akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bersinar dalam film ketiganya. Diarahkan oleh sutradara yang sama yang menggarap You Only Live Twice (1967), Lewis Gilbert, dan meminjam plot dasar dari film tersebut, The Spy Who Loved Me berhasil mengembalikan kepercayaan dan kecintaan penonton terhadap series ini. Selain itu, film ini menandai era baru dari sisi produksinya, yaitu Albert R. Broccoli bertindak sebagai produser tunggal dan dia mulai memasukkan calon penggantinya, Michael G. Wilson, sebagai asisten produser.

Bersetting di Mesir, Itali, dan kepulauan Bahama (untuk markas Stromberg), film ini me-reprise elemen-2 penting yang membuat film Bond adalah unik film Bond, antara lain:

1) Big theme, big villain.
Kembali ke tradisi Blofeld dan SPECTRE-nya, temanya bersifat universal dan kejahatannya menjangkau global. Bersama dengan Joseph Wiseman dalam Dr. No (1962), Gert Fröbe dalam Goldfinger (1964), dan Donald Pleasence dalam You Only Live Twice, Curd Jürgens adalah salah satu dari musuh-2 Bond yang paling well-cast. Penampilan Jürgens yang dingin dan calculated sangat pas dengan karakternya, Stromberg, yang scientist dan anarchist. Stromberg means business, serius! -- script-nya dengan bijaksana tidak membumbui humor yang tidak pada tempatnya di bagian ini. Very good.

2) Chemistry antara Bond dan Bond girl.
Walaupun Barbara Bach memainkan perannya sebagai agen KGB Major Amasova, yang mempunyai code-name Triple X :-), seperti aktres yang baru saja selesai membaca buku "Acting for Dummies" :-))) -- di sepanjang film ekspresinya bagaikan ekspresi wanita yang 'kesengsem' terhadap James Bond -- chemistry antara dia dan Moore nampak natural. Memperkuat chemistry ini, script-nya berhasil menciptakan rivalry/persaingan yang attractive dan engaging di antara mereka; semacam sexual tension dalam love-hate relationship.

3) Henchman (orang suruhan) yang unik.
Sama seperti Harold Sakata sebagai Oddjob dalam Goldfinger, Richard Kiel sebagai Jaws, dengan penampilannya yang monstrous: raksasa dan bergigi baja, berhasil bertahan di urutan atas Top Bond Henchmen.

4) Lokasi yang eksotik.
Film ini menampilkan tempat-2 bersejarah di Mesir secara ekstensif, termasuk cagar budaya Karnak di Luxor, mesjid Ibnu Tulun dan museum Gayer-Anderson di Cairo, cagar budaya Sphinx dan Pyramid di Giza, dan cagar budaya Abu Simbel di Nubia. Sangat mengesankan!

5) Production design yang impressive.
Desain dari supertanker yang massive dan markas Stromberg, Atlantis, yang terletak di tengah/bawah laut betul-2 impressive! Atas kreatifitasnya ini, Ken Adam (production designer) menerima nominasi Oscar untuk Best Art Direction & Set Decoration.

6) Lagu tema yang bagus.
Setelah "Live and Let Die" dari Paul dan Linda McCartney, "Nobody Does It Better" yang diciptakan oleh Marvin Hamlisch dan Carole Bayer Sager berhasil menerima nominasi Oscar untuk Best Original Song. Lagu yang dinyanyikan oleh Carly Simon ini sampai saat ini bertahan di urutan nomor 6 Top Bond Songs. Selain itu, Hamlisch juga menerima nominasi Oscar untuk Best Original Score.

Selain yang disebutkan di atas, The Spy Who Loved Me menampilkan scene-2 yang fun dan memorable, antara lain:

1) Pre-title sequence, yaitu ketika Bond dikejar sekelompok agen Rusia melalui padang salju yang putih sejauh kamera memandang, kemudian lolos dengan meloncat dari tebing dan akhirnya selamat setelah membuka parasutnya -- yang setelah terbuka ternyata berpola bendera Inggris :-) Sequence ini konon memberi inspirasi kepada Marvin Hamlisch ketika dia harus menciptakan lagu temanya ...

2) Bond dan Amasova dikejar orang-2 suruhan Stromberg, kemudian lolos dengan menceburkan mobil mereka Lotus Esprits ke dalam laut, dan akhirnya selamat setelah mobil tersebut berubah menjadi kapal selam mini :-) ... dan lengkap dengan segala peralatan tempurnya :-)

Penulis ingin memberi 7.8 untuk film ini, kalau bukan gara-2 "Acting for Dummies"-nya Barbara Bach :-)

* 7.7/10

The Spy Who Loved Me dapat anda temukan di eBay.com 

Sunday, 21 October 2012

The Man with the Golden Gun

Resensi Film: The Man with the Golden Gun (7.0/10)

Tahun Keluar: 1974
Negara Asal: UK
Sutradara: Guy Hamilton
Cast: Roger Moore, Christopher Lee, Britt Ekland, Maud Adams

Plot: James Bond menelusuri jejak Francisco Scaramanga, seorang pembunuh bayaran, dari Beirut ke Macau, ke Hong Kong, dan akhirnya ke Bangkok, dan menemukan rencana Scaramanga untuk membajak Solex Agitator *) dan menggunakannya untuk tujuan destruktif (IMDb).

*) Solex Agitator = komponen elektronik yang dapat secara efektif menyimpan energi matahari

Ada yang positif dan ada yang negatif dari film keempat dan terakhir yang diarahkan oleh Guy Hamilton ini. Beberapa yang positif antara lain: Dibuat pada tahun 1973 ketika dunia sedang mengalami krisis bahan bakar, film ini mengakomodasi permasalahan pada jamannya -- mengapa tidak memanfaatkan energi matahari sebagai bahan bakar alternatif? Yes, indeed, pertanyaan yang sama masih terus diajukan bahkan sampai sekarang. Kalau film Bond sebelumnya, Live and Let Die (1973), meminjam genre blaxploitation **) yang saat itu sedang populer, film ini meminjam genre martial arts (seni bela diri Asia) yang saat itu sedang ngetop dengan film-2 Bruce Lee seperti Fist of Fury (1972) dan Enter the Dragon (1973). Bersetting mayoritas di Asia (Macau, Hong Kong, dan Bangkok), film ini menampilkan seni bela diri Asia secara ekstensif, termasuk kungfu, karate, dan Thai boxing.

**) baca review dari Live and Let Die

Yang negatif, unfortunately, jumlahnya lebih banyak dari yang positif :-( Singkat kata, humornya terlalu banyak! Film-2 Bond memang mengandung humor, tetapi kalau dosisnya terlalu banyak, ini membuat filmnya menjadi hambar. Antara lain: Scene-2 martial arts yang serius berakhir dengan parodi yang konyol ketika Letnan Hip (Soon-Tek Oh), perwakilan MI6 di Hong Kong dan Bangkok, dan dua keponakan perempuannya (!) membantu Bond mengalahkan seluruh dojo, tetapi kemudian melarikan diri dengan mobil meninggalkan Bond mengejar mobil mereka ... ??? :-) Dan gara-2 ini Bond kemudian mencuri sebuah speedboat dan terjadilah kejar-2an speedboat di sungai-2 di Bangkok -- mengulangi scene kejar-2an speedboat di Louisiana dalam Live and Let Die. Dan siapa hayo yang terlibat dalam kejar-2an speedboat tersebut (selain musuh Bond yang sedang ngejar Bond)? Jawabannya, Sheriff J.W. Pepper (Clifton James), sheriff Louisiana dalam Live and Let Die yang pas sedang liburan di Thailand dengan istrinya ... what??? :-) I know, I know ... Sheriff J.W. Pepper memang karakter yang lucu, bahkan super lucu, tetapi mempertemukan kembali dirinya dengan Bond di Thailand dengan pretext dia sedang liburan di Thailand adalah betul-2 keterlaluan! :-) Bagian ini betul-2 menggelincirkan film ini ke dalam "jurang" komedi. AND to make the bad situation even worse (!), membuat situasi buruk ini menjadi semakin buruk, Mary Goodnight (Britt Ekland), yang berperan sebagai asisten Bond dalam misi ini, betul-2 parodi yang konyol dari seorang Bond girl. Sejak awal kaum feminis sering menuduh Bond girl dengan kualitas konyol seperti ini, tetapi penulis selalu memberi "benefit of the doubt" (a favorable judgment granted in the absence of full evidence) terhadapnya. Tetapi dalam kasus ini, khusus untuk karakter Goodnight (poor Ekland, kok mau-2nya menerima peran seperti ini?!), penulis mau tidak mau setuju dengan tuduhan tersebut. Sama sekali tidak menampilkan kualitas sebagai agen rahasia, karakter Goodnight adalah the lowest point (and the worst), titik terendah (dan terburuk), dari Bond girl!

Tidak dapat menutupi kekurangan-2 di atas, penampilan Christopher Lee -- sebelum dia terkenal sebagai Saruman dalam trilogi The Lord of the Rings untuk generasi muda saat ini -- sebagai Scaramanga cukup mengancam tetapi semestinya dapat lebih dipertajam lagi. Penampilan Hervé Villechaize sebagai Nick Nack :-), henchman kerdilnya Scaramanga, cukup memorable. Sedang penampilan Maud Adams sebagai Andrea Anders, kekasih Scaramanga, sekaligus Bond girl, terasa underused -- tahun 1983 Adams memperoleh kesempatan lagi tampil sebagai Bond girl dengan peran lebih penting dalam Octopussy. Selain kekurangan-2 tersebut, secara keseluruhan filmnya terasa kurang imajinatif.

Untuk penggemar Bond, The Man with the Golden Gun adalah film Bond terakhir yang dihasilkan bersama oleh produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli -- Saltzman kemudian menjual 50% bagiannya ke studio United Artists.

* 7.0/10

The Man with the Golden Gun dapat anda temukan di eBay.com

Wednesday, 17 October 2012

Live and Let Die

Resensi Film: Live and Let Die (7.2/10)

Tahun Keluar: 1973
Negara Asal: UK
Sutradara: Guy Hamilton
Cast: Roger Moore, Yaphet Kotto, Jane Seymour

Plot: James Bond dikirim ke New York untuk mengusut lenyapnya tiga agen Inggris yang sedang mengawasi kegiatan Dr. Kananga, seorang diktator negara kecil di kepulauan Caribbean, San Monique, dan menemukan rencana Kananga untuk membanjiri AS dengan heroin gratis untuk menciptakan kecanduan/ketergantungan dan menyingkirkan kompetitor (IMDb).

Berlawanan dari keyakinan sebagai film critic, film-2 James Bond walaupun tetap mempertahankan elemen-2 dasarnya, misalnya Bond theme, Bond's character, Bond girls, dan yang lainnya, selalu beradaptasi mengikuti perubahan jaman. Kalau tidak, bagaimana mungkin series ini bisa bertahan selama 50 tahun?

Dalam film Bond pertama untuk Roger Moore ini, produser Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli menyadari bahwa era baru dalam perfilman telah tiba, yaitu era blaxploitation -- film-2 dengan pemeran orang-2 kulit hitam dan tentang masyarakat kulit hitam. Plotnya menampilkan banyak archetype and stereotype tentang orang-2 kulit hitam (untuk ukuran sekarang terasa "politically-incorrect"!), misalnya mafia kulit hitam, potongan rambut afro, ucapan-2 yang rasialis, dan sedan-2 Cadillac yang diganti aksesorinya sehingga nampak norak yang banyak diasosiasikan dengan mafia kulit hitam. Tanpa malu-2 membawa plotnya masuk lebih dalam ke era blaxploitation, Live and Let Die adalah film Bond pertama yang menampilkan African American sebagai Bond girl (!) -- Gloria Hendry berperan sebagai agen CIA, Rosie Carver, dan karakternya tentu saja romantically involved with 007 :-) Anehnya, ada satu karakter yang semestinya diperankan oleh aktres kulit hitam, tetapi sengaja diperankan oleh aktres kulit putih, yaitu Jane Seymour yang berperan sebagai the virgin psychic, Solitaire, tukang ramalnya Kananga. Walaupun tidak termasuk dalam Top Bond Girls, Seymour meninggalkan kenangan sebagai salah satu dari Bond girls paling cantik. Tidak terbebani oleh peninggalan/legacy dari Sean Connery, Moore tampil percaya diri dan siap me-redefine karakter Bond sesuai dengan interpretasinya, yaitu rileks, penuh sense of humour, dan tentu saja permainan alisnya (!) yang menjadi "trademark" dari Moore :-) Roger Ebert, film critic dari Chicago Sun-Times, dengan sangat tepat menggambarkan penampilan Moore ini sebagai: "the urbanity, the quizzically raised eyebrow, the calm under fire and in bed." :-)

Bersetting di Harlem - New York, New Orleans, dan kepulauan Caribbean, Live and Let Die menampilkan sub-budaya African American secara ekstensif. Selain itu, film ini juga menampilkan sequence-2 action yang menarik, yaitu: kejar-2an antara bis susun yang dikendarai Bond dan mobil-2 yang dikendari orang-2 suruhan Kananga, Bond dimasukkan ke dalam kandang buaya, dan kejar-2an speedboat di sungai-2 di Louisiana. Last, but not least, lagu tema dengan judul yang sama, diciptakan oleh Paul dan Linda McCartney dan dinyanyikan oleh Paul McCartney dan grup musiknya, Wings, sampai saat ini bertahan di urutan nomor 3 Top Bond Songs -- setelah "Goldfinger" dan "Diamonds Are Forever" yang dinyanyikan oleh Shirley Bassey.

Menghibur sebagai tontonan, ada pertanyaan fundamental yang muncul dari ceritanya:
  • James Bond, agen MI6, ngurusi mafia narkotika?
  • Tidakkah Bond semestinya ngurusi kejahatan atau ancaman yang bersifat lebih besar atau lebih global?

* 7.2/10

Live and Let Die dapat anda temukan di eBay.com